Oleh : Ummu Hanif Haidar
Hampir 1,8 miliar (70%) penduduk dunia adalah pemuda yang berusia antara 10—24 tahun, di antaranya 49.9% atau hampir 9 miliar adalah anak perempuan. Dalam pandangan kapitalisme, besarnya jumlah demografi ini dianggap beban sekaligus peluang ekonomi. Dengan kondisi saat ini, dunia dalam adanya ancaman resesi global, mereka mengharuskan pemberdayaan ekonomi perempuan dan anak perempuan. Ketua Umum Panitia Nasional Ministerial Conference on Women’s Empowerment (MCWE) G20 2022 mengatakan, pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi merupakan titik awal dalam mengatasi berbagai permasalahan terkait perempuan dan anak. (Muslimahnews).
Program pemberdayaan perempuan digagas pemerintah, agar tidak ada lagi mitos kaum perempuan sebagai pelengkap saja. Karena itu pemerintah memberikan beragam keterampilan bagi perempuan, dan memberikan kesempatan luas untuk perempuan mendapatkan pendidikan tinggi.
Benarkah tujuan pemberdayaan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan? Mampukah mengangkat perempuan dari masalah kemiskinan?
Bila dicermati, sekilas program ini bertujuan baik. Namun sangat disayangkan, bila ternyata "ada udang dibalik batu." Hilary Clinton dalam sebuah konferensi di Peru, menyatakan pembatasan Partisipasi ekonomi perempuan membuat dunia kehilangan banyak sekali pertumbuhan ekonomi dan pendapatan di setiap wilayah di dunia, seperti di Asia Pasifik, lebih dari $40 miliar dari PDB hilang setiap tahun.
Jadi sebenarnya berbagai program yang digagas pemerintah, tidaklah murni untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, pemerintah takut kehilangan partisipasi rakyatnya yang menyumbang pertumbuhan ekonomi yang sedang krisis ini.
Lebih disayangkan lagi, proyek-proyek pengentasan kemiskinan, seperti bantuan-bantuan sosial, faktanya hanya menjadi komoditas politik yang dijual demi kepentingan meraih simpati rakyat di ajang lima tahunan. Bahkan, proyek-proyek pemberdayaan rakyat, termasuk pemberdayaan ekonomi perempuan digencarkan hanya demi target memutar roda perekonomian nasional yang berimplikasi pada pertumbuhan. (Muslimahnews).
Lalu bagaimanakah Mengatasi Problem Kesejahteraan Perempuan?
Problem kesejahteraan tidak hanya dialami oleh perempuan. Masalah kesejahteraan tidak bisa lepas dari kemiskinan sistemik yang dibuat oleh sistem kapitalis.
Perlu ada sistem yang menyelesaikan problem kemiskinan yang tidak hanya mengejar angka-angka dan pencitraan. Solusi kesejahteraan rakyat hanya ada dalam sistem syariat Islam yang kaffah.
Selama 14 abad Islam memimpin dunia, kesejahteraan rakyatnya tidak perlu diragukan lagi. Jaminan ketika umat manusia menerapkan syariat Alloh SWT, dijanjikan lewat firmanNya : "Jikalau seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS Al A’raf (7):96).
Kesejahteraan perempuan dan generasi memang menjadi tanggungjawab bersama, yaitu keluarga, masyarakat dan negara, namun bukan berarti ketidakmampuan negara menyebabkan pelimpahan tanggungjawab sepenuhnya pada individu. Itulah yang terjadi saat ini (dalam sistem kapitalis). Syariat Islam Kaffah meniscayakan kesejahteraan hakiki yang dirasakan oleh perempuan dan generasi. Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar