Saatnya Menimbang Rasa Keamanan dengan Jiwa Manusia


Oleh: Sipta Tristiana

Kriminalitas, inilah yang banyak mendominasi laman Media Sosial Tanah Air.  Penembakan yang menewaskan warga di  Bekasi menambah deretan data kriminalitas di atas. Penggunaan senjata api dalam peristiwa ini mengulik fakta :
1.  Ada nya “kebebasan” dalam hal kepemilikan senpi;
2.  Murahnya nyawa,jiwa manusia; 
3.  Mahalnya harga rasa keamanan bagi masyarakat, sehingga warga sipil harus memiliki senjata api untuk melindungi dirinya sendiri;
4.  Kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap aparat dalam melindungi warganya sehingga merasa warga harus memiliki pelindung sendiri baik senjata api/ kelompok bayaran.

Terkait Kepemilikan Senjata Api mengaju Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Siapa Saja yang Boleh Memiliki Senjata Api di Kalangan Sipil menyebutkan masyarakat sipil yang ingin memiliki senjata api hanya golongan tertentu saja, seperti direktur utama, menteri, pejabat pemerintahan, pengusaha utama, komisaris, pengacara dan dokter dan memenuhi prosedur yang ditetapkan, dilihat dari sisi urgensinya. 

Sedangkan  peristiwa yang terjadi justru senpi dimiliki bukan dari yang tersebut diatas. Artinya adanya kebocoran pengawasan, entah itu di karenakan faktor bisnis atau yang lain. Dari sisi lain standar berfikir  masyarakat dalam pemecahan masalah begitu dangkal, menghilangkan nyawa dianggap sudah menyelesaikan masalah atau bahkan menjadi suatu kebanggan. Kejam , bengis, jiwa kemanusiaan yang sudah hilang itulah gambaran untuk mereka saat ini. Dari aspek lain, banyak nya kasus yang tidak terselesaikan, kasus hukum yang terselesaikan dengan tidak adil, tumpul ke atas tajam ke bawah, hukum yang dapat dikuasai/dibeli menyebabkan keputusasaan dan harapan masyarakat untuk mendapat keamanan dan keadilan dari Pemerintah sehingga memilih “main hakim sendiri”. Dan ini membudaya di masyarakat, masyarakat semakin jauh memperoleh kehidupan yang aman,nyaman, dan adil. 

Dari akumulasi peristiwa  yang terjadi di masyarakat ini, sudah saatnya evaluasi, pembaruan & perbaikan aturan secara mendasar. Karena jika tidak berasal dari dasarnya maka aturan pun hanya tambal sulam. Aturan dasar yang dimaksud adalah  Kapitalisme, Sekulerisme yang selama ini menjadi basic system regulasi penguasa. Sudah saatnya berganti beralih ke system Islam Kaffah. Alasannya adalah Sistem Islam secara fitrah memuat hukum-hukum yang menjamin keadilan bagi manusia. 

Hukum Islam tidak hanya menghukum secara adil tapi dia berfungsi sebagai pencegah “kejahatan/perbuatan dosa” bahkan sebagai pelindung hukuman di akhirat kelak. Alasan lain kenapa harus hukum Islam yang diterapkan adalah hukum Islam sudah pernah ada, dianut oleh di kakek nenek buyut dan generasi sebelum kita di negeri ini. Hukum Islam bukan hal baru dan tabu sebenarnya bagi sejarah peradapan manusia di bumi ini. Jadi kenapa masih ragu, jika Hukum Islam berlaku?




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar