Oleh: Astri Ummu Zahwa, S.S
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Sebagai institusi nasional hak asasi manusia di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini di Indonesia. Aktivitas ini sendiri pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM. Keterlibatan Komnas Perempuan dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) telah dimulai sejak tahun 2001. Dalam kampanye 16 HAKTP ini, Komnas Perempuan selain menjadi inisiator juga sebagai fasilitator pelaksanaan kampanye di wilayah-wilayah yang menjadi mitra Komnas Perempuan. Hal ini sejalan dengan prinsip kerja dan mandat Komnas Perempuan yakni untuk bermitra dengan pihak masyarakat serta berperan memfasilitasi upaya terkait pencegahan dan penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan. (komnasperempuan.go.id, 25/11/2023)
Sudah puluhan tahun kampanye ini digaungkan, tetapi faktanya kekerasan terhadap perempuan terus terjadi dan bahkan makin meningkat. Fakta ini menunjukkan peringatan hanya Seremonial belaka, karena tanpa Langkah nyata, kampanye tersebut bukanlah solusi tepat. Inilah bukti bahwa solusi tersebut tidak menyasar kepada akar masalah. Hal ini dipengaruhi oleh cara pandang kapitalis yang berpendapat bahwa perempuan adalah komoditisasi.
Lihat saja bagaimana seorang perempuan yang juga seorang ibu, seharusnya ia hadir mencurahkan kasih sayangnya di rumah, tapi malah sibuk bekerja. Di sisi lain, ketika bekerja ia pun rentan terkena kekerasan di tempat kerja ataupun KDRT di rumahnya. Pada akhirnya tidak ada tempat yang aman dan nyaman bagi perempuan sekalipun bersama keluarganya.
Jika dilihat, akar persoalannya terletak pada penerapan sistem yang rusak. Maka sudah selayaknya kita menggantinya dengan sistem yang shohih yaitu Islam. Dimana sistem Islam yang berlandaskan pada akidah Islam, menuntut penerapan Islam secara kaffah sehingga seluruh kebijakan yang ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah.
Jika sudah bersumber dari Allah Swt. sang pembuat alam semesta, umat akan hidup dengan penuh berkah-Nya. Umat akan sejahtera, baik laki-laki dan perempuan akan tercukupi kebutuhannya. Ini karena negara hadir secara totalitas dalam mengurusi urusan umat.
Kedua, Islam memuliakan perempuan dengan segala potensinya. Dari sisi kemanusiaan, perempuan dan laki-laki memiliki posisi yang sama, hanya ketakwaanyalah yang membedakan derajat mereka. Alhasil, perempuan dan laki-laki akan berlomba-lomba untuk mengerjakan kebajikan.
Adapun pembagian peran laki-laki sebagai qawammah (pemimpin rumah tangga) dan perempuan sebagai ummun wa rabbatul baiti, sejatinya pembagian peran ini bukan sedang mendiskreditkan perempuan. Sebaliknya, Allah Swt. menginginkan ada ta’awun (kerja sama) antara keduanya agar terciptanya kemaslahatan.
Seorang ayah yang bertanggung jawab akan bersungguh-sungguh mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Seorang ibu akan benar-benar menjalankan perannya sebagai ibu dan manajer rumah tangga sehingga ia akan menjadikan rumahnya sebagai tempat ternyaman bagi para penghuninya. Lahirlah dari sana generasi yang kenyang akan kasih sayang dan mantap imannya tersebab ibunya menjadi madrasatul ula bagi anak-anak mereka.
Di ranah publik, perempuan boleh berkiprah, seperti berdakwah dan thalabul ilmi. Hanya saja, ada batasan-batasan hukum syara yang mengiringi aktivitasnya.
Oleh karena itu,sungguh menerapkan sistem kehidupan Islam menjadi penting untuk diperjuangkan agar perempuan benar-benar terbebas dari kekerasan dan kehidupan umat kembali penuh keberkahan. Wallahu a'lam bishshawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar