Tugas Berat Seorang Muslim Atas Kehalalan Pangan


Oleh: Rusmiati (Jembrana)

Tugas berat menanti para pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Juleha yang bertugas sebagai juru sembelih halal Indonesia di Ngawi 2023-2025. Mereka harus mengawal makanan olahan daging. Sebab, di pasar-pasar tradisional masih terdapat praktik penyembelih hewan yang tidak sesuai syariat Islam (radarmadiun.jawapos.com, 28/5/2023).

Ketua DPD Juleha Indonesia Ngawi, Afifudin Khoir memperoleh informasi bahwa ada pengusaha yang memasukkan ayam belum mati ke dalam air mendidih atau menyayat lehernya tanpa memotong otot dan urat nadinya. Menurut Afif, edukasi ke RPH dan peternakan cukup berat. Penyembelihan ayam misalnya, dalam sehari bisa memotong ratusan bahkan ribuah ekor ayam. Tuntutan seperti ini yang membuat para pengusaha melakukan penyembelihan berdasarkan orientasi materi dan keuntungan semata tanpa peduli syariat Islam.

Praktik penyembelihan hewan yang tidak sesuai syariat, tentu meresahkan kaum muslim. Sebab, makanan adalah hal pokok dalam menunjang aktivitas sehari-hari dan Islam memerintahkan atas kehalalannya. Kalau saja mau bersabar dan menghilangkan asas materi, pasti penyembelihan sesuai syariat akan mudah diamalkan dan masyarakat pun aman untuk membeli atau mengolah daging yang mereka beli di pasaran.

Inilah pandangan yang sudah salah di masyarakat, membiarkan makanan apa saja masuk ke dalam tubuhnya. Pun membiarkan peredarannya hanya dengan bermodal izin atau membayar tempat sewa. Padahal dari makanan itu akan mendarah daging dan akan mempengaruhi sikap dan sifat individunya.

Seorang muslim harus memperhatikan soal kehalalan makanan. Tetapi, karena sistem kapitalis membolehkan kebebasan bahkan memfasilitasinya, alhasil makanan yang diolah atau bahan makanan yang beredar diserahkan pada masing-masing individu. Entah halal ataukah haram, tak lagi menjadi urusan Negara.

Tidak heran kalau masyarakatnya pun semakin banyak yang melanggar syariat karena saking awamnya terhadap pemahaman agama dan tidak didukung oleh pemerintah untuk mendalami agama. Inilah bentuk sekuler yang terang-terangan ditunjukkan oleh Negara. Mereka menganggap bahwa kebebasan adalah hal yang harus dijunjung tinggi.

Alhasil merebaknya kemaksiatan di tengah-tengah masyarakat, tidak dianggap sebagai kriminalitas yang layak untuk dihukum atau diberi sanksi, termasuk peredaran makanan yang diragukan kehalalannya. Sebaliknya, muslim yang gencar mengedukasikan syariat Islam justru dianggap sebagai pembuat onar dan mengganggu kebebasan orang lain. Seolah mengekang kebebasan seseorang, padahal inilah sikap yang harus dilakukan seorang muslim kepada muslim lainnya, yakni saling menasihati.

Ingatlah, ada hadist Rasulullah yang mengecam kaum muslim terhadap perolehan makanan. “Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka nerakalah yang lebih layak untuknya” (HR. At-Thabrani)

Rasululah juga meriwayatkan kisah seorang laki-laki yang doanya tidak terkabulkan disebabkan karena ada makanan dan minuman haram yang masuk ke tubuhnya. “Seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, tubuhnya diiputi debu dan kusut, lalu ia menengadahkan tangannya ke langit, seraya berdoa, ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku’, akan tetapi makanannya, minumannya haram, dan dia diberi makan dengan yang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?” (HR. Muslim)

Oleh karena itu, Islam datang untuk memberikan solusi dan mengarahkan bagaimana urusan pangan harus diatur. Syariat Islam telah menjadikan Negara sebagai penanggung jawab seluruh urusan rakyatnya. Termasuk memberikan edukasi dan mengawal seluruh rakyat dalam memperdalam pemahaman agama Islam.

Pengawalan tersebut adalah dengan memfasilitasi tempat pendidikan dan membuat program kurikulum yang sejalan dengan sistem pendidikan Islam. Sehingga dengan pembentukan dan pengawasan dari Negara, maka terbentuklah pribadi-pribadi sholih dan kuat dalam memegang aturan Islam dan memakainya dalam kehidupan sehari-hari.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar