Ancaman Kemiskinan yang Semakin Mencekam, Islam Solusi Hakiki


Oleh  : Wina Apriani

Berbagai Persoalan kemiskinan yang terjadi hampir di setiap daerah menimbulkan sebuah ironi khususnya bagi masyarakat yang sulit bertahan hidup.

Masyarakat miskin tiap harinya harus banting tulang untuk bisa bertahan di tengah perekonomian yang semakin sulit maka dari berbagai daerah memutar cara bagaimana menekan angka kemiskinan.

Termasuk kota tahu (Sumedang) pun melakukan cara yang  disampaikan di halaman potensi networkcom.

Pemkab Sumedang sedang melakukan skema  percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Sumedang melalui  intervensi apbd 2024.

Saat ini rapd 2024 sedang dibahas di DPRD.  Yang disusun berdasarkan skala prioritas daerah dengan menyingkronkan dengan kebijakan pusat dan provinsi yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat skala prioritas untuk penanganan kemiskinan ekstrem.

Ada 4 strategi, 
Pertama, menurunkan beban pengeluaran diantaranya melalui program program perlindungan sosial seperti JKN APBD, rantang simpati, PKH, sembako rutilahu air bersih.
Kedua, meningkatkan pendapatan masyarakat miskin melalui program-program pemberdayaan masyarakat seperti UMKM  kelompok usaha bersama, usaha peningkatan pendapatan  Akseptor (UPPKA)  bantuan ternak dan iklan, pelatihan  kewirausahaan.
Ketiga, meminimalkan wilayah  kantong kemiskinan melalui peningkatan akses  layanan dasar dan konektifitas antar wilayah seperti pembangunan sekolah puskesmas dan pustu serta jalan.
Keempat, adalah  membangun karakter mengubah mindset melalui character building  seperti sekoper cinta,  peningkatan kapasitas para pendamping program.

Apa yang sampaikan strategi pemerintah Sumedang memang tidak salah, tapi apakah dengan skema yang akan dilakukan 4 cara tadi bisa menanggulangi kemiskinan atau justru malah semakin memperparah.

Pada faktanya dengan skema yang sudah dilakukan kemiskinan khususnya yang terjadi di Sumedang tidak ada penurunan, justru sebaliknya tak sedikit masyarakat yang ekonominya sulit, yang justru tidak sama sekali mendapatkan bantuan. Maka dari sini pemerintah harus mengkaji ulang skema tersebut.

Sebelumnya ketimpangan ekonomi satu sebab pengentasan kemiskinan ekstrem sulit dilakukan adalah adanya ketimpangan ekonomi. Jangankan di wilayah miskin, di wilayah yang kaya saja, penduduknya miskin. Ini persis peribahasa “tikus mati di lumbung padi”, yaitu banyak penduduk yang miskin, padahal tinggal di daerah kaya.

Ketimpangan ekonomi di Indonesia merupakan hal nyata. Bahkan, pejabatnya sendiri yang mengungkapkannya. Suharso menyatakan bahwa sejumlah provinsi masuk kategori upper middle income (berpendapatan tinggi menengah). Provinsi tersebut adalah Kalimantan Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Jambi, Kalimantan Tengah, Sumatra Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Sumatra Utara. Provinsi-provinsi ini merupakan provinsi dengan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita pada 2022 di atas US$4.200.

Namun, meski PDRB-nya tinggi, rasio gini (ketimpangan) juga tinggi, yakni mencapai 0,5. Meski menyandang status sebagai provinsi tajir, provinsi tersebut justru memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. “Yang kategori upper middle ini, penghasil CPO dan batu bara tinggi, tetapi di situ rakyatnya paling banyak miskin juga,” (CNBC Indonesia, 7-4-2023).

Ketimpangan ekonomi menjadikan kekayaan berputar pada segelintir orang saja. Siapa mereka? Yaitu para pengusaha kapitalis yang menguasai kekayaan alam berkat izin dan fasilitas yang diberikan oleh para penguasa korup. Itulah sebabnya, di wilayah penghasil CPO dan batu bara, rakyatnya tetap miskin, bahkan terjadi kemiskinan ekstrem.

Mayoritas rakyat memperebutkan remah-remah ekonomi dengan bekerja menjadi buruh berupah rendah di kebun-kebun sawit dan tambang batu bara. Dua komoditas ini merupakan primadona dunia dari Indonesia, tetapi nasib rakyat pemiliknya sekelam batu bara tersebut.

Nah inilah masalah khas Kapitalisme. Ketimpangan ekonomi merupakan masalah khas sistem ekonomi kapitalisme. Secara mendasar, kapitalisme berpaham laissez-faire (biarkan berbuat/terjadi), yakni membebaskan ekonomi berjalan alami tanpa intervensi (aturan). Setiap orang bebas berkompetisi tanpa ada halangan regulasi.

Akibatnya muncul kelompok 1%, yaitu para kapitalis (pemilik modal) yang memenangkan kompetisi dan menguasai ekonomi karena kekuatan modalnya. Sementara itu, kelompok 99% tidak kebagian “kue ekonomi”, kecuali remah-remahnya saja. Kelompok 1% ini sangat kaya secara ekstrem, sedangkan kelompok 99% miskin dan sangat miskin secara ekstrem pula.

Ketimpangan ini akan tetap abadi sepanjang zaman selama masih menerapkan kapitalisme. Meskipun ada kebijakan bantuan sosial, sifatnya sebagai sekadar “pereda nyeri”, efeknya hanya temporal (tidak permanen) dan dilakukan kadang-kadang saja, tidak kontinu. Jumlah dana yang dibagi pun tidak mencukupi untuk makan sehari-hari.

Berbeda dengan Sistem Islam  akan menyejahterakan tiap orang. Selain itu pula Islam mewujudkan kesejahteraan yang merata. Islam mengakui ada kepemilikan individu. Artinya, setiap individu boleh bekerja semaksimal kemampuannya untuk mendapatkan kekayaan. Akan tetapi, syariat Islam membatasi cara memperoleh kekayaan tersebut.

Kekayaan yang terkategori kepemilikan umum, haram untuk dikuasai individu. Misalnya, tambang migas dan nonmigas yang depositnya besar, sungai, laut, hutan, padang, dsb. Oleh karenanya, tambang batu bara tidak boleh dimiliki individu (swasta), baik lokal maupun asing. Tambang batu bara merupakan milik umum seluruh kaum muslim sehingga harus dikelola negara untuk kemudian hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Hasilnya bisa dikembalikan berupa produk (briket) bagi yang membutuhkan dan berupa layanan publik (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dll.).

Islam juga melarang praktik monopoli. Imam Malik meriwayatkan di dalam Al-Muwatha’, Umat bin Khaththab ra. berkata, “Tidak boleh ada praktik monopoli di pasar-pasar milik kami.”

Imam Al-Kassany menyatakan, “Sesungguhnya praktik monopoli adalah termasuk bab kezaliman. Ini karena yang dijual di pasar betul-betul berhubungan dengan hajat umum masyarakat. Jika seorang pembeli terhalang dari membelinya karena sangat membutuhkannya, sebab praktik menahannya penjual atas pembeli dari mendapatkan hak, serta menahan hak dari yang berhak menerima, adalah kezaliman sehingga haram.”

Dengan demikian, praktik monopoli CPO dilarang dalam Islam. Terbukti, praktik ini menghalangi masyarakat dari mendapatkan minyak goreng dengan harga wajar, juga membuat ekonomi dikuasai oleh para pengusaha CPO.

Islam pun melarang monopoli untuk semua komoditas, bukan hanya minyak goreng atau komoditas tertentu. Melalui tangan negara (Khilafah), Islam memberikan sanksi tegas bagi pelaku ekonomi yang melanggar aturan, yaitu yang menguasai kepemilikan umum dan melakukan monopoli. Dengan demikian, praktik ini tidak akan terjadi di tengah masyarakat dan ketimpangan ekonomi akan dapat tercegah.

Walhasil, dengan pengaturan kepemilikan secara adil dan pengaturan cara perolehan harta oleh Khilafah, setiap individu dalam masyarakat akan mendapatkan “kue ekonomi” secara adil. Setiap orang mendapatkan kesejahteraan dan tidak akan terjadi kemiskinan ekstrem.

Jika masih ada penduduk yang miskin, misalnya karena fisik lemah, kurang akal, dsb., Khilafah akan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Jaminan ini bersifat kontinu hingga kelemahan tersebut hilang. Wallahualam bi ash shawab []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar