Oleh : Retno Dwi Prastiwi
Perceraian bukan lagi menjadi hal yang tabu bagi masyarakat dewasa ini. Angka perceraian yang selalu meningkat dari tahun ke tahun menjadi bukti nyata bahwa institusi rumah tangga di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Termasuk di kota pelajar, Pematangsiantar, kota yang dari sana diharapkan lahir generasi yang sehat, hebat, cerdas dan jauh dari mental illness, seolah tidak mau ketinggalan isu perceraian.
Dikutip dari Pengadilan Agama (PA) Pematangsiantar, dalam setahun terakhir sejak awal 2023 tercatat ada 265 kasus perceraian. Bayu, Humas PA Siantar melalui Petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) mengatakan bahwa dari ratusan gugatan perceraian diatas, hanya 6 kasus yang mencabut gugatannya di akhir November 2023 lalu. Ini berarti persentase kasus rujuk hanya 0.015% selama satu tahun terakhir.
Bahkan masih menurut Bayu, angka kasus perceraian itu berpotensi bertambah. Karena masih ada 21 kasus gugatan lagi yang belum diputuskan oleh peradilan. Sejauh ini, para penggugat perceraian itu 80 persen diisi oleh kaum perempuan dengan rentan usia pasutri dibawah 35 tahun. Data ini tidak lagi membuat masyarakat kaget, faktanya pihak Bayu menyebutkan bahwa faktor yang paling kuat mendorong naiknya angka perceraian adalah ekonomi, perselisihan dan pertengkaran dalam rumah tangga.
Semua hal diatas tidak terlepas dari isu feminisme yang merajalela menguasai cara berfikir kaum wanita. Faham dimana wanita harus setara dengan pria akhirnya malah membunuh mereka secara perlahan. Dampaknya banyak para istri yang tidak siap dengan kewajiban mereka dalam bahtera rumah tangga yang begitu kompleks. Bagi mereka menjalankan peran menjadi ibu amatlah tidak seimbang dengan peran seorang suami.
Mengasuh anak, mengurusi suami, menyiapkan makan untuk keluarga, memastikan pakaian keluarga bersih dan rapi, mengurusi rumah hingga memanajemen keuangan dirasa tidak seimbang dengan peran para suami yang hari ini mencukupkan diri hanya pada sebagai pencari nafkah. Tidak adanya kerja sama antara kehidupan suami-istri membuat para istri mudah kehilangan rasa syukur. Semua hal ini terjadi karna kacaunya pemahaman dari Barat yang diadopsi oleh pasangan suami istri ini.
Tak hanya itu, sistem hidup yang serba sempit hari ini memang menuntut para suami bekerja ekstra di pagi, siang, sore hingga malam hari. Begitupun mereka hanya mendapatkan gaji pas-pasan. Tidak seimbang dengan harga kebutuhan pokok yang kian hari kian melunjak. Banyak juga para kepala keluarga yang kehilangan pekerjaan atau bahkan tidak memiliki pekerjaan sama sekali karena memang lapangan pekerjaan yang sulit. Sementara para pemilik modal semakin hari semakin kaya raya.
Jauh berbeda dengan Islam, yang menjadikan para suami sebagai qowwam (pemimpin) yang berdiri tegak dan istri sebagai ummu wa robbatul bayt. Peletakan dua kewajiban yang berbeda ini termaktub jelas dalam Al Qur’an, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).” (QS An-Nisâ: 34)
Lalu hadis dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Kalian semua adalah pemimpin dan kalian semua akan diminta pertanggungjawaban, seorang imam adalah pemimpin dan ia nanti akan diminta pertanggungjawaban, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia nanti akan diminta pertanggung jawabannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia nanti akan diminta pertanggungjawabannya.”
Perbedaan tugas antara suami dan istri dalam institusi rumah tangga ini sesuai dengan berbedanya fitrah mereka. Sehingga pelaksanaannya akan menghadirkan ketentraman jiwa. Apalagi jika peran istri ataupun suami dijalankan dalam rangka melaksanakan ketentuan syariat, insyaa Allah pondasi rumah tangga akan jauh lebih kokoh.
Dalam Islam negara juga memiliki kewajiban yang jelas untuk menyediakan lapangan pekerjaan kepada penduduk negeri. Menjaga masyarakat dari pemikiran-pemikiran Barat yang merugikan. Sehingga kasus perceraian bisa diredam. Islam benar-benar memahami bahwa keutuhan dan ketangguhan rumah tangga adalah pondasi awal lahirnya generasi yang hebat. Sistem hidup dalam Islam akan memanusiakan manusia dan mensejahterakan mereka, karna sistem hidup ini berasal dari Maha Pemilik Semesta, yaitu Allah Subhanallahu Ta’ala. Wallahua’lam bishshowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar