Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Hanya Sekedar Kampanye


Oleh : Elly Waluyo (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Segala problematika yang terjadi dalam kehidupan di dunia ini merupakan akibat dari penerapan sistem kapitalisme yang menitikberatkan pandangan hidup pada materi, tanpa mempedulikan halal dan haram cara materi itu didapatkan. Pola pikir yang mendasarinya adalah sekuler yaitu memisahkan agama dengan kehidupan. Segala macam selalu memperhitungkan untung dan rugi sehingga bukanlah suatu hal yang mengherankan apabila perempuan pun dijadikan komoditas dan di eksploitasi sedemikian rupa tanpa memperhitungkan harkat dan martabatnya. Pemberdayaan perempuan, kesetaraan gender, hak asasi manusia dan berbagai tameng lainnya diluncurkan untuk menyembunyikan aksi materialistik dibaliknya.

Sebagaimana yang terjadi saat ini dimana kampanye anti perempuan dihembuskan dengan judul 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) atau dalam istilah berbahasa Inggris 16 Days of Activism Against Gender Violence. Kegiatan kampanye yang dilakukan sejak tahun 1991 dan digagas oleh Women’s Global Leadership Institute menunjuk Komnas Perempuan sebagai inisiator di Indonesia. Kampanye skala internasional dalam 16 hari tersebut memiliki latar belakang berbagai peristiwa kekerasan terhadap perempuan yang pernah terjadi. Dimulai tanggal 25 November, hari dimana peristiwa pembunuhan keji dilakukan oleh diktator Republik Dominika pada Mirabal bersaudara yaitu Patria, Minerva dan Maria Teresa, yang kemudian dijadikan sebagai hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di tahun 1981. Diakhiri pada 10 Desember sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Semua peristiwa tersebut untuk mempertegas bahwa kekerasan terhadap perempuan termasuk pelanggaran HAM. (https://komnasperempuan.go.id/kampanye-detail/16-hari-anti-kekerasan-terhadap-perempuan )

Berbagai cara untuk memperingati 16 Days of Activism against Gender-Based Violence 2023 dengan menggunakan warna ungu, edukasi diri tentang HAKTP, menyebarkan info tentang 16 HAKTP, berpartisipasi dalam event kampanye 16 HAKTP, hingga donasi untuk dukungan terhadp 16 HAKTP. (https://tirto.id : 23 November 2023)

Kampanye, slogan, dukungan, hari peringatan dan lain-lain sering dianggap sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan sosial yang terjadi dalam sistem kapitalis. Padahal kegiatan-kegiatan tersebut tak mampu memecahkan masalah hingga ke akarnya dan hanya menyentuh kulit luarnya saja sehingga tak memberikan solusi apapun. Mirisnya kegiatan anti kekerasan tersebut beriringan dengan eksplorasi besar-besaran terhadap wanita yang dianggap sebagai barang komoditas dalam sistem kapitalis. Kesuksesan bertolak ukur pada materi, membuat perempuan merasa diakui keberadaannya jika mampu menghasilkan cuan. Perempuan dijadikan tulang punggung keluarga bahkan penghasil devisa negara. Kecantikan fisiknya hingga kemampuannya berdikari pun diekploitasi. Perempuan harus memperjuangkan sendiri hak-haknya. Karena negara kapitalis lepas tanggung jawab dalam mengurus rakyat. Hal tersebut berakibat pada meningkatnya kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan. 

Lain halnya dengan Islam yang memuliakan wanita. Wanita sebagai suatu kehormatan yang harus dijaga, dilindungi dan disayangi. Tolak ukur kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan terletak pada ketakwaan, bukan pada hal-hal berbau materialistik seperti paras, kekayaan, derajat sosial dan lain-lain. Meskipun dalam aturannya terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan, namun aturan tersebut dibuat oleh Allah SWT Sang Maha Pengatur agar dapat saling bersinergi, bukan untuk dipersaingkan apalagi disetarakan. Kemuliaan wanita terletak pada kemampuannya dalam menjalankan fitrahnya sebagai pengatur rumah tangga, pengurus suami dan anak-anaknya. Wanita dalam Islam tidak diwajibkan bekerja, beban tanggung jawab nafkahnya adalah pada walinya (ayah, saudara laki-laki, suami dan wali lainnya). 

Negara bertanggungjawab memberikan kemudahan dan keleluasaan lapangan pekerjaan bagi semua laki-laki sehingga atas kesadaran tanggung jawabnya pula, maka nafkah tersebut tidak menjadi beban yang memberatkan. Kalaupun wanita bekerja, bukanlah untuk mengejar gaya hidup namun untuk mengamalkan ilmunya bagi kemaslahatan.

Orang tua berkewajiban memberikan nafkah berupa pendidikan dan kasih sayang  pada anak-anaknya, apabila sudah menikah, maka suami wajib memberikan nafkah secara fisik maupun bathin secara ma’ruf. Selain itu untuk melindungi laki-laki dan wanita, negara Islam memiliki seperangkat sistem pergaulan atau nidhom ijtima’i yang didalamnya terdapat larangan berkhalwat atau berduaan dan larangan bercampur baur tanpa alasan syar’i. Juga adanya pemisahan fasilitas publik, larangan zina, larangan tabbaruj, kewajiban menutup aurat secara syar’i ketika berada di luar rumah. 

Suara perempuan dihargai melalui aktivitas amar ma’ruf nahi munkar baik dalam kehidupan masyarakat maupun dengan pemimpin. Uqubat atau sanksi akan diberikan pada pelaku kekerasan terhadap wanita seperti hudud, jinayat, ta’zir, mukhalafat sehingga memberikan efek jawabir dan zawajir pada pelakunya.

Jelaslah sudah bahwa hanya Islam yang memberi ruang pada perempuan sesuai fitrahnya. Islam membuat aturan yang benar-benar  menjaga perempuan dari kekerasan dan bukan hanya slogan yang dikampanyekan.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar