Islam Solusi Sejahterakan Petani


Oleh : Anita 

Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Edi Damansyah membuka Rapat Koordinasi dan Evaluasi Pembangunan Kawasan Pertanian Dalam Rangka Terus Mewujudkan Kutai Kartanegara Sebagai Lumbung Pangan Kaltim dan Evaluasi Pengendalian Inflasi, pekan tadi di Aula Kantor Bappeda Kukar Lt.1 Tenggarong. (TRIBUNKALTIM.CO)

Dalam arahannya Bupati Kukar Edi Damansyah mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan evaluasi apa yang sudah dikerjakan oleh badan atau dinas khususnya Dinas pertanian, peternakan dan juga Dinas perikanan dan kelautan di lima kawasan pertanian yang sudah ditentukan.

Lima kawasan tersebut adalah Kecamatan Marangkayu, Sebulu, Tenggarong, Loa Kulu, Tenggarong seberang dan Muara Kaman. Ahad, (19/11/23)

Penetapan kawasan pertanian tidak tepat sasaran karena faktanya ada beberapa desa yang lahannya dikuasai tambang (khususnya di Tenggarong Seberang). Bagaimana mewujudkan lumbung pangan sedangkan minat masyarakat terhadap pertanian kurang, termasuk lahan yang beralih fungsi menjadi pertambangan.


Akar Masalah

Pembiaran masifnya alih fungsi ini menunjukkan rendahnya keberpihakan pemerintah pada sektor pertanian. Padahal, pertanian adalah sektor strategis dalam sebuah negara. Pertanian merupakan kunci terwujudnya ketahanan dan kemandirian pangan, sedangkan ketahanan dan kemandirian pangan merupakan hal mutlak dalam mewujudkan kedaulatan negara.

Sebuah negara yang diserang secara militer dari luar akan bisa bertahan jika memiliki cukup makanan di dalam negeri. Lain halnya jika negara itu tergantung pada impor, begitu pasokan pangan dari luar diputus, pertahanan negara akan goyah.

Faktanya, para petani tidak mendapatkan dukungan pemerintah untuk menjadi produktif, bahkan berbagai anggaran dan subsidi justru makin disunat. Pada 2015, anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) mencapai Rp32,72 triliun, tetapi anggaran ini terus melorot hingga pada 2022 hanya Rp14,45 triliun. (CNBC Indonesia, 14-2-2023).

Subsidi untuk pertanian juga makin dikurangi. Subsidi pupuk pada 2019 sebesar Rp34 triliun, tetapi pada 2022 turun menjadi Rp25 triliun meski pada 2022 harga pupuk global melonjak tinggi akibat Perang Rusia-Ukraina.

Akibat lemahnya riayah (pengurusan) terhadap pertanian, pendapatan masyarakat dari sektor ini makin kecil. Produk domestik bruto (PDB) di sektor pertanian tidak pernah menyentuh angka 4% sejak era Jokowi, bahkan, pada 2022 nyungsep di bawah 2,5%. Ini menggambarkan bahwa para petani tidak ikut merasakan kue ekonomi, kecuali sekadar remah-remah.


Penopang Utama Ekonomi Nasional

Dengan berbagai kondisi yang tidak menguntungkan tersebut, nyatanya sektor pertanian masih tetap menopang ekonomi negara. Bahkan, masa krisis ketika pandemi pada 2020 dan 2021, pertanian menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional. Saat itu, pertumbuhan PDB sektor pertanian mencapai 2,28% pada saat banyak sektor lain yang mengalami kontraksi (penurunan).

Pertanian juga menjadi sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada Februari 2022, serapan tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 30%, merupakan angka tertinggi dibandingkan sektor lainnya.


Rezim Doyan Impor

Akibat alih fungsi lahan dan minimnya riayah negara, produksi pertanian Indonesia tidak mencukupi kebutuhan nasional. Alih-alih membenahi manajemen produksi pertanian dan meningkatkan perhatian serta anggaran bagi para petani, pemerintah justru mengambil “jalan ninja”, yaitu impor.

Miris memang, meski bergelar negara agraris, banyak produk pertanian yang kita impor, seperti kedelai, jagung, beras, kacang tanah, dll. Data BPS menunjukkan, volume impor kedelai menjadi yang tertinggi, yaitu pada 2021 mencapai 2,49 juta ton dengan nilai US$1,48 miliar, sedangkan impor beras mencapai 407,74 ribu ton senilai US$183,8 juta.

Padahal, kebijakan doyan impor ini sangat berbahaya bagi ketahanan pangan kita. Indonesia akan mudah didikte oleh negara lain. Sungguh, ini kondisi buruk dan membahayakan kedaulatan negara.

Pemerintah mengeklaim tidak diam dengan berbagai karut-marut masalah pertanian tersebut. Pemerintah berusaha menambah jumlah lahan sekaligus produksi pertanian, misalnya dengan megaproyek lumbung pangan. Namun, akibat tidak matangnya perencanaan, kebijakan ini tidak solutif, bahkan menjadi bancakan para pejabat.


Solusi : Sistem Islam Mewujudkan Ketahanan dan Kemandirian Pangan

Islam menekankan pentingnya mewujudkan kedaulatan negara, termasuk pada hal-hal yang memengaruhinya, seperti ketahanan pangan. Islam melarang kaum muslim dikuasai oleh orang kafir. 

Allah Swt. berfirman, “Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS An-Nisa’ [4]: 141).

Dengan demikian, haram bagi umat Islam untuk berada pada kondisi ketergantungan impor, apalagi pada komoditas strategis yaitu bahan pangan.

Oleh karenanya, Islam mewajibkan negara (Khilafah) untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan, terutama pada makanan pokok sumber gizi utama. Sedangkan pada komoditas pangan yang tidak utama, tidak masalah jika dilakukan impor karena sifatnya hanya sebagai pelengkap.

Demi mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan, luas lahan dan produktivitasnya menjadi “harga mati”. Walhasil, strategi ekstensifikasi dan intensifikasi mutlak dilakukan negara dengan cara yang efektif. Negara akan disiplin mengatur peruntukan lahan berdasarkan kajian geografis.

Arah pembangunan yang berorientasi pada kemaslahatan rakyat berdasarkan timbangan syariat. Negara akan mengatur secara ketat wilayah yang memiliki tanah subur sehingga cocok menjadi sentra pertanian dan wilayah yang tanahnya cocok menjadi permukiman, perindustrian, dll. Dengan demikian, tidak ada potensi tanah yang tersia-siakan.

Khalifah juga akan membuat regulasi terkait tanah berdasarkan syariat Islam sehingga tidak ada tanah yang menganggur. Misalnya, adanya keharusan untuk mengolah tanah bagi pemilik tanah dan jika dalam tempo tiga tahun berturut-turut tanahnya menganggur, negara akan mengambilnya dan menyerahkan pada pihak yang bisa mengolahnya.

Khalifah akan merekrut para pejabat dan pegawai yang bertakwa sehingga tidak mudah disuap untuk mengizinkan penggunaan lahan yang tidak semestinya. Khilafah juga menerapkan sanksi bagi yang melanggar regulasi tanah.

Khalifah membiayai penelitian untuk menemukan teknik pertanian yang paling efektif. Juga untuk menemukan alat-alat pertanian yang paling canggih sehingga bisa mengoptimalkan produksi. Berbagai infrastruktur dan sarana prasarana pertanian juga akan Khilafah sediakan. Misalnya ketersediaan bendungan, saluran irigasi, pupuk, benih, dll..

Petani Sejahtera karena negara Islam menggariskan ada banyak pos pemasukan negara yang bisa digunakan untuk mendanai pembangunan, termasuk sektor pertanian.

Pasal 149 dalam Kitab Muqaddimah ad-Dustûr menjelaskan tentang sumber-sumber pemasukan tetap untuk Baitulmal, “Pasal 149: Sumber pemasukan tetap Baitulmal adalah fai‘, jizyah, kharaj, seperlima harta rikaz, dan zakat. Harta-harta ini diambil secara kontinu (tetap), sama saja apakah ada keperluan atau tidak.” Pos-pos pemasukan tersebut, selain harta zakat, bisa digunakan sebagai anggaran pertanian.

Dengan berbagai kebijakan holistik tersebut, Khalifah mampu mewujudkan ketahanan dan kemandirian pangan. Para petani pun akan tersenyum sumringah karena menikmati kesejahteraan yang selama ini mereka impikan.

Sistem Islam  juga telah membuktikan keberhasilannya dalam mengoptimalkan pertanian. Berabad-abad yang lalu, Khalifah berhasil melakukan revolusi pertanian. Berbagai penemuan pada masa itu sukses meningkatkan hasil panen hingga 100%. 

Pada saat itu, Islam menjadi yang terdepan dalam hal pertanian. Ketika Negara Islam tegak untuk kedua kalinya nanti, insyaallah kecemerlangan pertanian akan terwujud kembali, termasuk di negeri kita ini. Wallahualam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar