Ketahanan Pangan Bisa Teraih dengan Tegaknya khilafah


Oleh : Anita 

Pj Gubernur Kaltim mengajak organisasi masyarakat di Kaltim termasuk Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Provinsi Kaltim untuk mengembangkan usaha greenhouse, sebagai upaya membantu pemerintah mewujudkan ketahanan pangan. Samarinda (22/11/23)

"Kita harus perkuat ketahanan pangan di Kaltim dengan ragam inovasi yang variatif. Inovasi hortikultura ini, serta memudahkan cara menanam karena lebih modern, baik untuk jenis buah-buahan maupun sayur-sayuran," jelas Akmal Malik saat menerima audiensi ketua dan anggota  Iwapi Provinsi Kaltim di  Ruang VVIP, Rumah Jabatan Gubernur Kaltim, Selasa (21/11/2023).

Topik ketahanan pangan telah menjadi pembicaraan pada pertemuan Menteri Keuangan (Menkeu) negara-negara G20 bulan ini di Bali. Pada pertemuan tersebut, Menkeu Sri Mulyani mengusulkan adanya dana patungan untuk mengatasi masalah pangan dunia. Konsepnya mirip Dana Perantara Keuangan untuk Pembiayaan Kesiapsiagaan, Pencegahan, dan Respons (PPR) Pandemi. (Tirto, 15/07/2022).

Ketahanan pangan tanggung jawab negara bukan perempuan. Ketahanan pangan wajib diwujudkan oleh negara sehingga perempuan bisa fokus dg fitrahnya sebagai perempuan. Tidak masalah perempuan terlibat dalam mewujudkan ketahanan pangan karena hoby atau keilmuannya tapi kalau melalaikan fitrahnya dan dimanfaatkan negara ini salah. Ketahanan pangan tidak terwujud karena negara sendiri yang salah dalam kebijakan dan tata kelola lingkungan termasuk SDAE.


Akar Masalah

Masalah kerawanan pangan dunia ini merupakan fenomena aneh. Betapa tidak, Allah Swt. telah menganugerahkan alam yang luar biasa untuk umat manusia. Aneka tumbuhan bisa hidup, demikian juga dengan berbagai ternak. Kondisi Indonesia pun demikian adanya.

Tumbuhan dan ternak yang melimpah itu secara alami cukup untuk mengisi perut manusia sedunia. Namun, realitasnya dunia mengalami kekurangan pangan. Ini bukan kewajaran.

Allah Swt. berfirman, “Dan Kami turunkan dari awan, air hujan yang tercurah dengan hebatnya, untuk Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tanam-tanaman.” (QS An-Naba’: 14—15)

Di dalam ayat yang lain, “Allahlah yang menjadikan hewan ternak untukmu, sebagian untuk kamu kendarai dan sebagian lagi kamu makan.” (QS Al-Mu’min: 79)

Allah Swt. menjamin rezeki setiap makhluknya, termasuk manusia. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya, Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kukuh.” (QS Adz-Dzariyat: 58)

Berdasarkan jaminan Allah Swt. tersebut, semestinya bahan pangan di muka bumi ini cukup untuk mengisi perut seluruh manusia sehingga tidak ada yang kelaparan. Ketika saat ini ratusan juta manusia kelaparan, penyebabnya bukanlah karena kelangkaan bahan pangan sebagaimana klaim Robert Malthus.

Bahan pangan itu ada dan cukup. Buktinya, banyak negara sampai mampu mengekspor ke luar negeri, sedangkan sampah makanan (sisa makanan yang dibuang) juga makin banyak. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah bahan pangan cukup.

Namun, bahan pangan tersebut berhenti di tangan dan negara tertentu yang melakukan penimbunan sehingga banyak manusia yang butuh tidak bisa mendapatkannya. Tindakan restriksi ekspor bahan pangan oleh beberapa negara menunjukkan bahwa bahan pangan itu ada, tetapi ditimbun.

Penimbunan selalu mengacaukan pasar, apalagi jika pelakunya adalah negara-negara besar. Mencari keuntungan berupa cuan besar di tengah derita kelaparan tentu merupakan motif ekonomi yang tidak manusiawi.

Selain faktor penimbunan, kemiskinan ekstrem menjadi penyebab bencana kelaparan. Negara-negara miskin, seperti di Afrika; negara-negara yang sedang krisis, seperti Sri Lanka; dan negara yang sedang diduduki oleh penjajah, seperti Irak, Afganistan, Suriah, Palestina, dan lainnya, tidak punya cukup dana untuk membeli bahan pangan dari luar negeri.

Sementara itu, negara-negara besar hanya sibuk membahas kelaparan dunia sambil “makan besar di meja makan”. Persis lagu lawas tentang Etiopia, “Obrolan kita di meja makan, tentang mereka yang kelaparan.”

Sikap individualis negara-negara besar ini telah membuat kelaparan makin jauh dari penyelesaian. Mereka menguasai pangan dan memegangnya erat-erat hanya untuk konsumsi dalam negeri, sedangkan di luar sana banyak manusia sekarat. Negara-negara besar ini pula yang telah menduduki negeri-negeri muslim dan menjadikannya miskin, padahal dahulu kaya dan sejahtera.

Bisa kita simpulkan, buruknya distribusi dan pelitnya negara-negara besar penguasa dunia adalah penyebab krisis pangan dunia. Dua penyebab ini sangat khas kapitalisme, sistem yang membolehkan monopoli dengan alasan kebebasan kepemilikan. Sistem ini pula yang mengajari manusia agar bersikap pelit dan tidak peduli nasib orang lain.

Sistem jahat ini harus disingkirkan dari kehidupan kita dan menggantinya dengan sistem yang manusiawi dan menyejahterakan agar jumlah orang yang kelaparan tidak makin banyak. Begitu juga agar dosa kita tidak makin besar karena makan kenyang sedangkan kita tahu banyak manusia kelaparan.

Memang betul bahwa bencana alam, wabah, gagal panen, dan lain-lain bisa menjadi penyebab turunnya produksi pangan. Namun, kondisi ini tidak mendunia dan bisa diatasi dengan bantuan pangan dari negara lain.

Adapun terkait ajakan urunan pada negara-negara G20 untuk menyelesaikan kerawanan pangan, merupakan solusi basa-basi. Apalah gunanya urunan jika pangan dunia tetap dimonopoli segelintir pihak.

Misalnya, terkait benih. Saat ini lebih dari 50% benih dunia dikendalikan empat perusahaan, yakni Bayer, Corteva, ChemChina, dan Limagrain. Padahal, monopoli atas benih hakikatnya adalah monopoli terhadap persediaan makanan.

Monopoli pangan ini terjadi mendunia karena peran organisasi dunia. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) telah mewajibkan negara-negara anggota untuk memiliki undang-undang yang melindungi varietas tanaman. Akibatnya, pada rentang 1900—2000, 75% varietas tanaman dunia telah hilang. Bisa bayangkan relasinya terhadap kelaparan yang terjadi?


Solusi : Negara Islam Berbagi Kesejahteraan

Sepanjang belasan abad, Khilafah mewujudkan kecukupan pangan bukan dengan mekanisme urunan. Kholifah melakukan hal-hal berikut:

1. Khalifah memposisikan pangan sebagai kebutuhan pokok sehingga wajib memenuhinya. Pemosisian ini menjadikan urusan pangan merupakan prioritas negara.

2. Khalifah melakukan revolusi di bidang pertanian sehingga hasil panen melimpah kemudian menyimpannya untuk kondisi darurat.

3. Khalifah mendakwahkan adab terkait makanan pada rakyatnya, di antaranya tidak boleh mubazir terhadap makanan, termasuk tidak boleh membuang-buangnya.

4. Khalifah menerapkan sistem pertanahan yang canggih sehingga semua lahan efektif. Hasilnya adalah produksi pangan yang melimpah.

5. Khalifah melakukan aksi cepat dan tanggap terhadap bencana pangan di sebuah wilayah dengan cara segera mendatangkan pangan dari daerah yang surplus. Pengiriman bahan pangan dari Mesir dan Irak saat Madinah krisis pangan pada masa Khalifah Umar bin Khaththab menjadi bukti nyata solidaritas muslim warga Khilafah dalam urusan pangan.

6. Khalifah memberi bantuan pangan untuk negara lain yang sedang krisis pangan. Bantuan pangan Khilafah Utsmaniyah bagi Amerika dan Irlandia pada masa lalu merupakan bukti historis bahwa Khilafah benar-benar memberi solusi nyata bagi masalah pangan dunia. 

Jadi, mau solusi basa-basi ala kapitalisme atau solusi hakiki oleh Khilafah?




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar