Khilafah: Pelabuhan Terakhir Pelayaran Pengungsi Rohingya


Oleh: Ratna Ummu Rayyan (Aktivis Muslimah)

Beberapa waktu lalu, perahu berisi ratusan pengungsi Rohingya berlabuh di Pidie, Aceh. Mereka diterima dengan baik dan semua pengungsi berada ditempat penampungan. Perahu lain yang berisi penumpang Rohingya mencoba turun di Bireun, Aceh. Penduduk setempat memperbaiki kapal yg ditumpangi dan menyediakan makanan bagi penumpangnya. Namun, mereka ditolak dan mencoba masuk ke perairan Aceh Utara pada sore hari dan ditolak lagi. Perahu yang membawa pengungsi Rohingya masih mengayuh di perairan Aceh tanpa arah yang pasti. (Kompas.com, 22/11/23)

Menyikapi situasi tersebut, Muhammad Iqbal, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, menegaskan bahwa Indonesia tidak memiliki tanggung jawab atau kemampuan untuk menerima pengungsi Rohingya, terlebih lagi untuk menemukan solusi yang bersifat jangka panjang bagi mereka.

Hal itu berdasarkan pada aturan konvensi 1951 dan Indonesia tidak ikut meratifikasi. Dirinya menyindir negara lain yang meratifikasi konversi tersebut namun abai terhadap urusan kemanusiaan Rohingya. Indonesia memberikan bantuan semata-mata atas dasar kepedulian terhadap isu kemanusiaan.

Iqbal menekankan bahwa banyak yang menggunakan rasa simpati terhadap pengungsi sebagai peluang untuk melakukan tindak pidana perdagangan manusia, maka dari itu Indonesia perlu berhati-hati dalam proses penerimaan pengungsi.


Negeri Kaum Muslimin Enggan Menolong

Keadaan yang menyedihkan menimpa komunitas Muslim Rohingya, mereka terombang-ambing di lautan karena berusaha melarikan diri dari kekejaman rezim Myanmar.

Mirisnya, negara-negara tetangga sekalipun itu negeri muslim justru menolak kedatangan mereka. 

Padahal Allah ta'alla telah berfirman dalam QS. Al Anfal ayat 72 yang artinya: "Akan tetapi jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan. Kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."


Nasionalisme: Batas Keji Penghalang Persatuan Umat

Pertolongan ini menjadi sulit dilakukan karena kaum muslim tersandera sekat-sekat Nasionalme Barat.

Hans Kohn dalam "Nationalism: Its Meaning and History" menjelaskan bahwa nasionalisme bermakna sikap pandang individu. Keberpihakan, kebanggaan, dan pengorbanan yang besar diberikan kepada negara. Akibat dari pemikiran ini, muncul sikap eksklusif yang menghalangi persatuan umat Islam. Akibat dari semangat nasionalisme, kaum Muslim Rohingya hanya dianggap sebagai pengungsi belaka, mengabaikan persatuan dalam ajaran Islam.

Lebih dari itu, kepemimpinan global yang dikendalikan oleh mindset kapitalisme semakin menambah enggannya menolong kaum muslim Rohingya. Kapitalisme adalah paham yang berorientasi pada untung rugi. Maka tindakan yang diberikan akan setengah-setengah.

Mereka hanya mencakupkan pada bentuk-bentuk perlindungan melalui undang-undang, konvensi dan sebagainya. Namun nihil dalam penerapannya.


Khilafah: Solusi Hakiki Derita Pengungsi Rohingya

Kondisi pengungsi Rohingya akan sangat berbeda ketika mereka berada dalam negara Khilafah yakni kepemimpinan Islam. Mereka akan memperoleh perlindungan dan perhatian yang meliputi hak atas keamanan serta status kewarganegaraan.

Kehadiran khilafah memudahkan untuk hal ini karena khilafah dianggap sebagai perlindungan bagi setiap muslim di mana pun mereka berada, terutama bagi mereka yang menghadapi perlakuan zalim.

Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Al Imam (Khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya." (HR. Al Bukhori, muslim, Ahmad, Abu Dawud)

Imam an Nawawi menjelaskan makna imam atau khalifah itu laksana perisai yakni ibarat tameng, karena dia mencegah musuh menyerang atau menyakiti kaum muslim. Menghalangi serangan antara komunitas masyarakat. Dengan menjaga integritas Islam, ia dihormati oleh masyarakat dan mereka merasa takut akan kekuatannya.

Apalagi Rasulullah SAW pernah berpesan: "Perumpamaan orang mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan, baik (sakit) demam dan tidak bisa tidur." (HR. Bukhari, Muslim)

Dalam naungan Khilafah kelak, kaum muslim tidak akan tersekat-sekat dengan batas-batas nation state. Mereka merupakan satu kesatuan di bawah aqidah Islam dan negara Islam. Sehingga khilafah pun tidak segan membela kaum muslimin yang teraniaya. Khilafah akan mengerahkan kekuatan tentara untuk memerangi pihak-pihak yang melakukan kedzoliman kepada kaum muslimin. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk menjaga kehormatan dan martabat umat Islam. Sehingga tepat jika mengatakan bahwa hanya Khilafah yang bisa menjadi pelabuhan terakhir bagi pelayaran para pengungsi Rohingya.

Wallahua'lam bishshawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar