Nilai Akademik dan Materi Pendidikan Tidak Cukup menjadikan Generasi Gemilang Penerus Peradaban


Oleh : Halimatus Sa’diah 

Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu, dengan pendidikan yang baik seseorang dapat memberikan manfaat bagi dirinya maupun bagi yang lainnya. Sebuah negara maju pun di dunia ini menitik beratkan sektor pendidikan dalam membangun negara dan bangsanya. Karena lewat pendidikan akan dilahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul yang akan meneruskan kepemimpinan suatu bangsa.

Negara-negara maju telah membuktikan bahwa, pendidikan mempunyai kontribusi dan pengaruh yang sangat besar dalam meningkatkan kualitas bangsanya. Pendidikan merupakan sumber kemajuan suatu bangsa, karena dengan pendidikan yang baik kualitas sumber daya manusia suatu bangsa tersebut dapat ditingkatkan. Sumber daya manusia merupakan aset utama dalam membangun suatu bangsa, tidak terkecuali bagi bangsa kita, Indonesia.

Namun melihat bagaimana upaya pemerintah di negeri kita ini, menjadikan pendidikan agar sejalan dengan dunia bisnis, dimana sistem pendidikan harus mampu menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai dengan keahlian tertentu dan tidak memperhatikan pembentukan karakter pada generasi, kualitas nya pun hanya di nilai dari nilai akademik dan capaian materi saja. 

Dari KOMPAS, di beritakan hasil skor Programme for International Student Assessment atau Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) 2022 menunjukkan peringkat hasil belajar literasi Indonesia naik 5 sampai 6 posisi dibanding PISA 2018. Peningkatan ini merupakan capaian paling tinggi secara peringkat (persentil) sepanjang sejarah Indonesia mengikuti PISA. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim mengatakan, peningkatan peringkat ini menunjukkan ketangguhan sistem pendidikan Indonesia dalam mengatasi hilangnya pembelajaran (learning loss) akibat pandemi.  Peningkatan posisi Indonesia pada PISA 2022 mengindikasikan resiliensi yang baik dalam menghadapi pandemi Covid-19. Skor literasi membaca internasional di PISA 2022 rata-rata turun 18 poin. Sedangkan skor Indonesia mengalami penurunan sebesar 12 poin, yang merupakan penurunan dengan kategori rendah dibandingkan negara-negara lain. Skor PISA Indonesia turun secara global, skor PISA 2022 yang diikuti 81 negara menurun. Skor PISA Indonesia 2022 pun menurun meskipun secara peringkat mengalami kenaikan. Penurunan skor PISA Indonesia diduga lantaran ketertinggalan pembelajaran atau learning loss selama pandemi Covid-19. Berikut rincian skor PISA 2022 di Indonesia dibandingkan dengan 2018: 
1. Kemampuan matematika Indonesia Skor pada 2022: 366 Skor pada 2018: 379 Peringkat kemampuan matematika Indonesia saat ini berada di urutan ke-70.
2. Kemampuan membaca Indonesia Skor pada 2022: 359 Skor pada 2018: 371 Kemampuan membaca pelajar Indonesia berada di peringkat ke-71. 
3. Kemampuan sains Indonesia Skor pada 2022: 383 Skor pada 2018: 389 Peringkat kemampuan sains Indonesia berada di urutan ke-67.

Demikianlah standar sistem sekuler di negeri ini menilai pendidikan yang hanya di ukur dari capaian nilai akademik dan materi saja, tanpa memperhatikan nilai capaian untuk tujuan pendidikan yang hakiki yaitu menghasilkan manusia bertakwa penerus peradaban.

Tidak heran, ketika di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semakin melesat hari ini, kita harus menyadari bahwa ada hal penting yang semakin dibelakangkan atau bahkan dilupakan. Kemajuan IPTEK saat ini justru berbanding terbalik dengan moral generasi yang semakin terdegradasi seiring perkembangan zaman. Tak hanya pada generasi masa kini, kerusakan moral saat ini sudah sampai pada tahap yang sangat memprihatinkan, ada pada semua tingkatan masyarakat baik anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa yang seharusnya menjadi figur teladan bangsa.

Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita dapati maraknya kenakalan remaja, pergaulan bebas, tawuran hingga penggunaan narkoba yang terus tumbuh dan mulai menyerang generasi masa kini.

Dalam dunia pendidikan kita dapati budaya titip absen, dalam kehidupan bernegara, kita dapati praktik korupsi yang kian menjamur dimana-mana, mulai dari kelas teri hingga kelas kakap. Semua permasalahan itu hanya sebagian dari contoh rusaknya moral dan karakter generasi bangsa saat ini.

Beberapa kasus yang sangat mengejutkan sering terjadi di dalam lingkungan pendidikan. Misalnya kasus pelecehan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap siswa yang terjadi pada salah satu sekolah International di Jakarta. Lain lagi kasus terbunuhnya seorang siswa Sekolah Dasar yang tidak lain pelakunya adalah kakak kelas korban. 

Masih hangat juga di ingatan kita ketika seorang siswa melecehkan seorang guru honorer dikelasnya yang terjadi disalah satu daerah di Tanah Air. Sementara kunci pendidikan adalah ada pada pendidiknya, bukan di kurikulum ataupun buku. 

Inilah yang merupakan krisis kemanusiaan, dimana setiap orang melakukan sesuatu dengan sesukanya tanpa memikirkan akibatnya. Di dalam masa krisis yang kita temui saat ini tampaklah manusia-manusia tanpa disiplin, manusia yang menerapkan hukumnya sendiri, manusia rakus, dan kehilangan pertimbangan akal sehat. Saat ini banyak sekali orang pintar namun minim akan moral, menggadaikan kehormatan demi mendapatkan apa yang diinginkan, tergelincir dalam arus modernitas yang semakin jauh dengan budaya-budaya lokal sendiri.

Seiring dengan indikator keberhasilan pendidikan disekolah hanya menitikberatkan pada tercapainya pembangunan intelektual siswa melalui indikator-indikator penilaian secara kuantitatif. Nilai 100 yang dicapai saat ujian formal di kelas menjadi satu-satunya indikator keberhasilan pendidikan anak. Tanpa disadari, guru dan orang tua mengamini hal tersebut.

Padahal, jika menyadari sejak awal, hal itu tidaklah cukup. Keberhasilan pembangunan intelektual anak di sekolah juga harus dibarengi dengan keberhasilan pembangunan karakter dan kesiapan anak untuk diterjunkan ke masyarakat setelah belajar selesai. Sejatinya, guru tidak hanya transfer of knowledge melainkan transfer of value. Pendidikan yang berada di bawah ketiak kapitalisme, telah terbukti gagal dalam menghasilkan pendidikan yang dapat memanusiakan manusia.

Pendidikan dalam Islam menurut Shiddiq Al Jawi dalam karyanya yang berjudul Solusi pendidikan, adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang berkarakter, yakni:

Pertama, berkepribadian Islam. Ini sebetulnya merupakan konsekuensi keimanan seorang Muslim. Intinya, seorang Muslim harus memiliki dua aspek yang fundamental, yaitu pola pikir (‘aqliyyah) dan pola jiwa (nafsiyyah) yang berpijak pada akidah Islam.

Kedua, menguasai tsaqafah Islam. Islam telah mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu.

Ketiga, menguasai ilmu kehidupan (IPTEK). Menguasai IPTEK diperlukan agar umat Islam mampu mencapai kemajuan material sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi dengan baik. Islam menetapkan penguasaan sains sebagai fardu kifayah, yaitu jika ilmu-ilmu tersebut sangat diperlukan umat, seperti kedokteran, kimia, fisika, industri penerbangan, biologi, teknik, dll.

Keempat, memiliki keterampilan yang memadai. Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT. Sebagaimana penguasaan IPTEK, Islam juga menjadikan penguasaan keterampilan sebagai fardu kifayah, yaitu jika keterampilan tersebut sangat dibutuhkan umat, seperti rekayasa industri, penerbangan, pertukangan, dan lainnya.

Agar keluaran pendidikan menghasilkan SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah sistem pendidikan yang terpadu. Artinya, pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada satu aspek saja. Sistem pendidikan yang ada harus memadukan seluruh unsur pembentuk sistem pendidikan yang unggul yaitu sinergi antara sekolah, masyarakat, keluarga, kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi serta yang paling penting berorientasi pada pembentukan tsaqofah Islam, kepribadian Islam, dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan. 

Sebagai agama yang sempurna Islam menjadi solusi berbagai problematika yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras dengan fitrah manusia. Dalam konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan dan mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda:  "Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Untuk itu marilah kita bergegas membangun sistem pendidikan Islam, yang akan melahirkan generasi yang berkepribadian Islam. Generasi inilah yang akan mampu mewujudkan kemakmuran dan kemuliaan peradaban manusia di seluruh dunia.

Wallahu alam bisshowwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar