ODGJ Dijadikan Calon Pemilih, Habiskah Orang yang Waras?


Oleh : Nur Hidayati (Lisma Bali Jembrana)

Menurut data KPU, telah terdaftar 8,2 juta pemilih di pemilu 2024 nanti. 61.747 pemilih diantaranya merupakan penyandang disabilitas termasuk 22.871 pemilih merupakan orang-orang dengan disabilitas mental atau ODGJ. Kondisi kesehatan pemilih disabilitas mental atau ODGJ cenderung fluktuatif sehingga harus dipastikan sehat sebelum menggunakan hak suaranya.

Tidak hanya KPU-KPU di Jakarta saja yang akan memfasilitasi para ODGJ untuk mengeluarkan hak suaranya, KPU Provinsi Jawa Tengah juga akan memfasilitasi sebanyak 43.851 pemilih disabilitas mental atau ODGJ pada pemilu 2024 mendatang. Sedangkan di Bali, ada sekitar 4.955 orang dalam gangguan jiwa, seperti yang dikatakan oleh Komisioner KPU Provinsi Bali I Gusti Ngurah Agus Darmasanjaya di Denpasar (detik.com, 19/12/2023).

Para pemilih dengan disabilitas mental atau ODGJ ini tersebar di seluruh kabupaten di Bali. Gianyar merupakan kabupaten yang menyumbang angka ODGJ terbesar di Bali yaitu sekitar 760 orang, disusul Buleleng sebanyak 703 orang, Tabanan 702 orang, Badung 653 orang, Karangasem 631 orang, Jembrana 457 orang, Bangli 372 orang dan kota Denpasar sebanyak 350 orang. Para ODGJ tersebut haruslah mendapatkan surat rekomendasi dari dokter yang menyatakan bahwa para ODGJ dalam keadaan sehat untuk datang ke TPS menggunakan hak pilihnya.

Pada awal pemilu di  negeri ini, ODGJ tidak termasuk ke dalam daftar pemilih. Dan ada undang-undang tertulis yang menyatakan tentang hal itu. Ada beberapa persyaratan untuk menjadi seorang pemilih, satu diantaranya yaitu tidak sedang terganggu jiwa dan ingatannya. Menjelang pemilu 2019, MK (Mahkamah Konstitusi) juga menegaskan bahwa syarat "tidak sedang dalam gangguan jiwa dan ingatannya" bertentangan dengan konstitusi, sepanjang frasa tersebut tidak dimaknai sebagai gangguan jiwa atau ingatan permanen, sehingga hal ini menjadi pedoman bagi KPU untuk menetapkan ODGJ sebagai pemilih (m.antaranews.com, 14/1/2023).

Tentu saja hal ini membuka peluang bagi oknum-oknum nakal untuk melicinkan usaha mereka di pemilu nanti. Mereka merangkul para ODGJ yang ingatannya tidak stabil untuk bergabung dalam kelompok mereka. Negara memiliki standar ganda dalam kebijakan-kebijakannya, seperti memberikan perlakuan yang berbeda terhadap ODGJ dalam perkara lain. 

Contoh kasus lainnya adalah ketika terjadi kriminalitas kepada para ulama yang pelakunya kebanyakan mengaku ODGJ, kemudian mereka dibebaskan dan tidak dikenakan sanksi apapun, dengan alasan mereka mengalami gangguan kejiwaan atau ODGJ.

Negara mengakui jika ODGJ tidak memahami konsekuensi atas perbuatannya. Namun, negara juga lupa kalau ODGJ banyak yang ditelantarkan hingga berkeliaran kesan kemari dan semakin parah sakitnya.

Saking parahnya, hingga orang waras pun menginginkan demikian. Berkaca dengan polemik ODGJ ini, maka masyarakat harus menyadari bahwa orang waras yang benar-benar waras telah meragukan adanya pelaksanaan pemilu. Mereka tidak lagi percaya janji-janji manis para calon penguasa hingga enggan ikut di dalam pemilu. Suara mereka seolah tak dianggap lagi seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Hasilnya di luar prediksi mereka.

Tabiat sistem demokrasi adalah menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan dan hanya menguntungkan para oligarki. Kemudian pasti menyengsarakan rakyat. Sistem demokrasi ini jelas-jelas bathil karena berasal dari hasil pemikiran manusia yang lemah dan tak layak diterapkan di dalam kehidupan masyarakat.

Berbeda dengan sistem politik Islam yang didasarkan pada Akidah yang berasal dari Allah, Al Khalik (Yang Maha Pencipta) dan Al Mudabbir (Yang Maha Pengatur). Kekuasaan tidak untuk mencari keuntungan, tetapi semata-mata untuk mengatur kehidupan umat secara syar'i. Marilah kita bersama-sama buka mata dan hati bersama-sama belajar Islam secara kaffah untuk memahami bagaimana harus bersikap.

Wallahu a'lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar