Pendidikan Tinggi Bukan Untuk Pandai Korupsi


Oleh : Ni’mah Fadeli (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Mencuri dan korupsi. Dua hal yang hampir sama. Sama-sama mengambil yang bukan haknya, sama-sama merugikan dan sama-sama dilarang dalam semua norma. Namun jika kita telusuri lebih dalam, korupsi tentu memiliki efek yang jauh lebih dahsyat. Mencuri hanya akan merugikan seorang individu, keluarga atau dalam lingkup masyarakat kecil saja namun korupsi akan menimbulkan kerugian dalam skala negara, karenanya tak heran jika korupsi disebut sebagai kejahatan luar biasa. 

Pelaku kejahatan luar biasa tentulah bukan orang biasa, diperlukan “kecerdasan dan keberanian” orang-orang pintar sehingga korupsi dapat terjadi. Koruptor juga tak mungkin sendiri, diperlukan “toleransi dan kerjasama” tingkat tinggi sehingga suatu korupsi dapat terjadi berulang kali. Maka bukanlah sesuatu yang mengagetkan ketika Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan yang sekaligus Calon Wakil Presiden nomor urut tiga, Mahfud MD mengungkapkan bahwa 84 persen koruptor yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lulusan perguruan tunggi. (jateng.tribunnews.com,27/12/2023).

Pendidikan tinggi ternyata memang tak selalu berbanding lurus dengan kejujuran yang dimiliki. Demi ambisi pribadi para koruptor menghalalkan harta yang bukan haknya. Dari mulai korupsi kecil yang biasa disebut _petty corruption_ hingga korupsi kelas kakap atau _grand corruption_. Korupsi dapat berupa suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, gratifikasi dan sebagainya yang bisa dilakukan dari tataran rendah hingga posisi jabatan tinggi di pemerintahan.  

Derasnya arus kehidupan sekularisme saat ini memang menjadikan seseorang semakin jauh dari agama. Agama adalah satu hal dan kehidupan yang dijalani adalah hal yang lain. Itulah sebabnya ketika melakukan sesuatu yang menjadi landasan bukanlah halal haram namun bagaimana memuaskan nafsu pribadi. Agama hanya akan digunakan pada momen tertentu seperti pernikahan, hari raya dan ketika ada kematian. Demikian pula dalam mencari penghidupan, aturan agama pun dikesampingkan. Maka tak heran semakin hari semakin banyak koruptor meski penghasilan yang didapatkan sebenarnya sudah sangat layak untuk memenuhi segala kebutuhan.

Kehidupan dalam sistem kapitalisme yang mengagungkan materi menjadikan semua orang berlomba memperkaya diri dan negara juga sangat memfasilitasi hal tersebut terjadi. Sistem pendidikan saat ini mendorong agar pelajar dan mahasiswa memiliki kesadaran berbisnis sejak dini. Porsi agama di sekolah atau universitas sangat minim. Pendidikan lebih didominasi bagaimana menjadi pekerja atau pebisnis handal. Setiap orang menjadi terpacu dalam kehidupan dunia dan mengabaikan agama. Hasilnya tentu banyak manusia-manusia pintar namun jauh dari tuntunan agama maka tak heran jika korupsi terjadi dimana-mana. Sistem hukum juga lemah dalam memberi efek jera kepada para koruptor. Belum lagi begitu mudah hukum diutak-atik sesuai dengan keinginan pihak tertentu.

Islam sebagai sistem lengkap yang pernah memimpin sepertiga bagian dunia  berbeda jauh dengan kapitalisme. Islam menjadikan syariat Allah sebagai landasan sehingga materi bukanlah tujuan utama dalam kehidupan. Pendidikan dalam sistem Islam mengutamakan akidah sehingga terbentuklah individu-individu dengan kepribadian Islam. Pemahaman akidah yang benar akan membangun kesadaran bahwa Allah mengawasi setiap tingkah laku sehingga seseorang akan berpikir ribuan kali ketika melakukan suatu kejahatan apalagi korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa. 

Sistem sanksi tegas kepada koruptor diberlakukan berdasarkan ijtihad pemimpin (khalifah) atau ditentukan oleh hakim (qadi). Hukuman dipastikan memberi efek jera sehingga meminimalkan kejahatan serupa. Sanksi dapat berupa penyitaan, ekspose (tasyir), penjara hingga hukuman mati. Hukum yang dijalankan adalah sesuai yang Allah telah atur dan tak dapat diutak atik sesuai pesanan pihak tertentu. Setiap  pengambil keputusan sangat menyadari bahwa amanah yang dijalankan kelak akan diminta pertanggungjawaban.

Begitulah demikian detail Islam mengatur sehingga setiap permasalahan dapat diminimalisir dan jika terjadi kasus pun telah disediakan solusi. Bukan hanya pada kasus korupsi namun pada semua sisi kehidupan. Jelas sudah bahwa Islam memang hadir sebagai suatu kebaikan dari Allah untuk membawa kesejahteraan dan keberkahan bagi seluruh alam.  

Wallahu a’lam bishawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar