Pilih Pemimpin yang Bagaimana?


Oleh: Maria Ulfa, S.S (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali)

Kampanye menuju hari pilpres sudah dimulai. Para kontestan bersaing merebut perhatian massa dengan segala macam cara, bahkan termasuk pencitraan, black campaign, dll. Kondisi ini rawan menimbulkan terjadinya perselisihan dan konflik di tengah masyarakat.

Walaupun tata tertib kampanye dan pemilu sudah dibuat, rakyat tetap harus waspada jangan sampai terpecah belah apalagi bertengkar dengan saudara atau teman hanya karena beda pilihan. Sedangkan para calon presiden dan wakilnya jika sudah terpilih nanti belum tentu amanah dengan janjinya pada saat kampanye.

Belum lagi, dalam proses kampanye yang sudah berjalan sejak 28/11/2023 lalu, sudah bermunculan isu kecurangan. Dimulai kekhawatirannya sendiri oleh Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, ia mewanti-wanti potensi kecurangan dalam rangka pemilu 2024. (BBC.com 15/11/2023)

"Rakyat jangan diintimidasi seperti dulu lagi. Jangan biarkan kecurangan pemilu yang akhir ini terlihat sudah mulai terlihat akan terjadi lagi," ujar Megawati dalam pesan video yang diunggah di YouTube resmi PDIP pada Senin (13/11).

Menkopolhukam, Mahfud MD , yang juga merupakan cawapres mengaku menerima laporan mengenai kecurangan pemilu di Jakarta, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara. (BBC.com 15/11/2023)

Ada informasi penurunan baliho pasangan capres-cawapres yang diusung oleh PDIP, yakni Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, di Bali beberapa waktu lalu. Penurunan baliho ini dinilai dapat menguatkan dugaan keberpihakan aparat dalam pilpres 2024, terutama karena Presiden Jokowi dianggap memiliki kepentingan, karena putranya, Gibran Rakabuming Raka, juga turut menjadi cawapres untuk Prabowo Subianto. (BBC.com 15/11/2023)

Secara tidak langsung Megawati menunjukkan bahwa ada kecurangan di pemilu yang sebelum-sebelumnya. Tercium pula ketidak konsistenan pada ucapan para politikus, demi mengamankan diri dan kepentingan pribadi. Hal ini menguatkan bahwa sistem pemilu demokrasi penuh dengan intrik, tipu-tipu, dll. Yang dulu merupakan kawan, sekarang menjadi lawan adalah sesuatu yang lumrah terjadi dalam perpolitikan demokrasi.

Sehingga rakyat jangan mudah tergiur dengan iming-iming janji kampanye para calon penguasa, karena politik dalam demokrasi syarat dengan kepentingan para politikus dan para pengusaha besar yang menjadi supporter parpol yang berebut kekuasaan.


Bagaimana Islam Memandang Kepemimpinan dan Jabatan?

Islam memandang kepemimpinan dan jabatan sebagai amanah yang akan dipertanggung jawaban di hadapan Allah Subhanahu Wata'ala. 

Islam memiliki mekanisme pemilihan pemimpin terbaik. Dengan asas akidah Islam, pelaksanaan akan tertib, tidak mahal seperti dalam pesta demokrasi, penuh kebaikan, termasuk dalam interaksi warga.

Dalam Islam, hakikat dari kekuasaan adalah amanah. Kekuasaan itu kelak berat hisabnya, terutama bagi penguasa yang dzalim. Rasulullah bersabda, "Kepemimpinan itu awalnya bisa mendatangkan cacian, kedua bisa berubah menjadi penyesalan dan ketiga bisa mengundang azab dari Allah pada Hari Kiamat; kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil". (HR ath-Thabarani).

Maka menjadi kerugian yang nyata bagi para pemimpin yang memimpin hanya karena ambisi kekuasaan dunia dan bersikap dzalim, dan hanya para pemimpin yang memimpin dengan kasih sayang dan adil yang akan selamat di hari penghisaban kelak.

Kasih sayang seorang pemimpin wujudnya adalah dalam mengurusi rakyat, ia selalu memberikan kemudahan, bukan justru mempersulit. Adil dalam memimpin maksudnya adalah mampu meletakkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Mampu meletakkan syari'at dalam aturan perundang-undangannya, dan hukum persanksiannya. Bukan justru membelakanginya dan lebih memilih menerapkan aturan buatan manusia untuk mengurusi rakyatnya. Hukum siapa yang lebih baik, dari hukum Allah Subhanahu Wata'ala? Berharap keadilan hukum kepada sistem aturan buatan manusia hanya akan mendatangkan penyesalan. Siapapun pemimpinnya, jika saat berkuasa ia tidak menjalankan pemerintahannya dengan syariah Islam, maka ia berpotensi menjadi pemimpin yang dzalim dan fasik. 

Allah berfirman;
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim (TQS. Al-Maidah: 45).

وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik (TQS. Al-Maidah: 47).

Rasulullah pun berpesan kepada para pemimpin agar tidak menjadi penguasa ataupun pejabat yang menipu dan menyusahkan rakyat.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا رَاعٍ اسْتُرْعِيَ رَعِيَّةً فَغَشَّهَا فَهُوَ فِي النَّارِ

Rasulullah SAW bersabda, "Pemimpin mana saja yang dipercaya memimpin rakyat, lalu ia menipu mereka (rakyat), maka ia akan masuk neraka" (HR Imam Ahmad).

Bahkan beliau juga mendoakan para pemimpin yang tidak amanah, dan menyusahkan rakyat, sebagai mana berikut;
 اَللّٰهُمَّ! مَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِمْ، فَاشْقُقْ عَلَيْهِ. وَمَنْ وَلِىَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ
Artinya; "Ya Allah! Barangsiapa yang memegang urusan (menjabat) suatu urusan umatku lalu dipersulitnya urusan mereka, maka persulit pulalah orang itu! Dan barangsiapa yan memegang urusan suatu urusan umatku lalu mereka berlaku lembut (mempermudah) kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada orang itu." (HR Muslim)

Maka bagi yang menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik, yang bisa mendatangkan keberkahan dari Allah Subhanahu Wata'ala adalah dengan memilih pemimpin yang mau menegakkan aturan yang bersumber dari perintah dan larangan Allah Subhanahu Wata'ala, atau syari'at Islam, dalam seluruh aspek kehidupan. Karena tidaklah Allah memerintah kepada para pemimpin kecuali dengan memimpin dengan kasih sayang dan keadilan, Islam bukan hanya agama yang memuat aspek spiritual melainkan juga memuat aspek politis. 

Rasulullah dulu, di samping sebagai Nabi dan Rasul, beliau juga merupakan kepala negara. Dengan apa beliau memerintah, jika bukan dengan Islam? Siapakah teladan terbaik termasuk dalam hal kepemimpinan, selain beliau dan para sahabat radhiyallahu anhu?

Wallahua'lam bishawwab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar