Stunting, Bukan Hanya Masalah Gizi


Oleh: Eliyanti

Data statistik PBB pada tahun 2020 telah mencatat lebih dari 149 juta penduduk di seluruh dunia mengalami stunting dan 6,3 juta di antaranya merupakan balita Indonesia (paudpedia.kemdikbud.go.id,  10/7/2023). Menurut UNICEF, stunting disebabkan oleh kekurangan gizi dalam 2 tahun pertama usia balita. Sedangkan yang terjadi pada ibu adalah kekurangan nutrisi pada saat kehamilan dan sanitasi yang buruk.

Kondisi prevalensi stunting di Indonesia saat ini adalah 21,6%, sementara target yang ingin dicapai adalah 14% pada 2024. Stunting menjadi wacana penting di setiap pertemuan dan sudah menjadi masalah darurat untuk diselesaikan.

Kemenkes telah bekerja sama dengan mitra-mitra dari masyarakat demi tercapainya angka 14% tersebut. Tindakan yang mereka tawarkan untuk menyelesaikan kasus ini ada 3 upaya, yang dimulai dari sang ibu. Pertama adalah pemenuhan makanan tinggi protein. Karena protein merupakan zat yang dibutuhkan dalam perkembangan janin. Kedua, rutin periksa kehamilan di posyandu, puskesma, atau rumah sakit untuk memonitoring perkembangan janin. Ketiga, rutin mengonsumsi tablet tambah darah (ayosehat.kemkes.go.id, 29/6/2023).

Anggota komisi IX DPR RI, Rahmat Handoyo, menyoroti penanganan stunting di Indonesia yang belum optimal. Rahmat menyebutkan program makanan tambahan untuk mencegah stunting di kota Depok, Jawa barat masih di bawah standar. Dengan hal itu, Ia meminta pemerintah agar melibatkan masyarakat untuk mendorong program stunting (beritasatu.com, 1/12/2023).

Sebenarnya kasus stunting pada anak-anak bukan hanya sekedar masalah gizi yang tidak tercukupi, atau telatnya para ibu kontrol kehamilannya. Ada peran keluarga dan pemerintah juga yaitu bagaimana keluarga mampu memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarganya dan bagaimana pemerintah membantu hal tersebut. Tentu berkaitan erat dengan kondisi perekonomian keluarga, tingkat pendidikan orang tua terkait hal tersebut, serta dorongan dari lingkungan supaya tercover seluruh proses kehamilan hingga kelahiran. Jika hal mendasar saja tidak terpenuhi, maka jangankan berpikir meningkatkan gizi, untuk sekedar makan yang layak saja banyak keluarga yang tidak mampu.

Kemiskinan ekstrim ini terjadi secara sistematik akibat penerapan sistem kapitalisme, karena sistem ini memposisikan negara sebagai regulator yang abai terhadap kebutuhan rakyat hingga tak sadar sedang menjadi penguasa berperangai picik yang memanfaatkan kedudukannya untuk memperkaya diri. Alhasil penguasa akan setengah hati mengurusi rakyat. Begitu pun dengan kasus stunting, tidak akan benar-benar selesai jika masyarakat tetap dipimpin oleh sistem kapitalisme.

Berbeda halnya dengan pemimpin yang menerapkan sistem Islam di negaranya. Pastilah negara itu akan sungguh-sungguh meriayah rakyatnya dan akan menyelesaikan setiap problematika hingga tuntas. Khalifah akan sangat optimal dalam meriayah rakyatnya dengan upaya terbaik. Sebagaimana mengingat Rasulullah saw yang bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya dan ia pun akan dimintai pertanggungjawaban. Seorang budak juga pemimpin atas rumah tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggungjawaban. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban." (HR. Bukhari).




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar