Waspadai, Pecah Belah Umat di Masa Kampanye


Oleh : Hani Iskandar (Ibu Pemerhati Umat)

Pesta rakyat lima tahunan akan segera kembali digelar. Tahun 2024 nanti, akan menjadi tahun pagelaran kontestasi para politikus. Yang terpilih, kemudian akan memimpin negeri untuk lima tahun mendatang. Hal yang biasa dalam dunia demokrasi, sebelum pemilihan, kampanye menjadi aktivitas wajib yang dilakukan oleh para pasangan calon penguasa, untuk bersaing mengambil simpati dan perhatian rakyat, guna memuluskan jalannya menuju tampuk kepemimpinan RI 1. 

Berbagai upaya dilakukan, mulai dari pencitraan, black campaign, bakti sosial, dan lain sebagainya. Dalam perjalanannya, kampanye secara insidental mampu menjaring para pendukung, simpatisan dari kalangan masyarakat, dan memunculkan rasa fanatisme terhadap partai dan golongan. 

Berbedanya partai yang didukung, berbeda pula calon yang diusung, seringnya menyebabkan bentrokan antarmasyarakat. Pecah belah umat terjadi karena beda pilihan. Sungguh klise, tetapi inilah kenyataan.

Tahapan kampanye peserta Pemilu 2024 sudah dimulai sejak Selasa (23/11/2023). Salah satunya, Bawaslu Provinsi Jambi telah mempersilakan peserta pemilu baik partai politik termasuk calon anggota legislatif (caleg) di dalamnya dan juga DPD melakukan kampanye. 

Namun dalam pelaksanaan kampanye ini, Bawaslu mengingatkan agar peserta pemilu untuk menaati peraturan yang berlaku dalam melakukan kampanye. 

Sesuai dengan UU 7/2017 dan PKPU 15/2023 tentang kampanye. Selain itu, Ketua Bawaslu Provinsi Jambi, Wein Arifin mengimbau, dalam pelaksanaan kampanye ini, untuk menghindari black campaign atau kampanye hitam, dengan menyebar berita hoaks atau bohong dan yang mengandung unsur SARA.(jambi.bawaslu.go.id, 27/11/2023)

Bukan rahasia lagi, jika tak sepenuhnya aturan pelaksanaan kampanye yang dititahkan ditaati dan dilaksanakan dengan amanah oleh para kontestan dan tim suksesnya, pada faktanya kebanyakan aktivitas kampanye sering dilakukan di luar koridor aturan yang yang ditetapkan. Ada yang mencuri start lebih dulu, atau melakukan serangan fajar, atau upaya-upaya lainnya yang sudah menjadi wajar dan biasa serta tak lagi tabu di tengah masyarakat, bukan sesuatu yang terlarang atau tercela. Semua semata-mata untuk memenangkan partai dan calon yang diusung.

Bukan hanya itu, secara sadar maupun tidak, selama masa kampanye masyarakat sering terjebak dalam pusaran demokrasi, terkotak-kotak, bahkan selalu berpotensi terpecah belah karena beda pilihan, beda tujuan, beda partai. Hal ini sering menumbuhkan antipati dan permusuhan bahkan sampai pada ruang lingkup persahabatan maupun antar anggota keluarga. Sikap ashabiyah atau fanatisme golongan kerap kali muncul secara tiba-tiba dalam diri masyarakat.


Kampanye bukanlah ajang kompetisi untuk meraih kekuasaan.

Memilih dan dipilih dalam sebuah pergantian kekuasaan adalah hal yang biasa. Namun, tetap harus dipahami bahwa tujuan dari dipilihnya seorang pemimpin adalah untuk mencari orang yang tepat untuk memegang amanah berupa tampuk kepemimpinan dalam waktu yang lama. Setiap gerak-geriknya, ucapannya, dan keputusannya akan berpengaruh luar biasa terhadap masa depan umat. Jika pemimpin terpilih adalah yang amanah, yang saleh, dan mengerti hakikat kekuasaan yang ada di tangannya adalah tanggung jawab maka kehidupan rakyat senantiasa akan terjaga dan adil di bawah kepemimpinannya. Namun jika salah dalam memilih pemimpin maka yang terjadi adalah kesengsaraan bagi masyarakat.

Kampanye merupakan salah satu media untuk memperkenalkan calon-calon pemimpin kepada umat, tentunya harus dengan membawa visi dan misi yang terbaik yakni untuk menjadi pemimpin, pengurus, sekaligus pelindung bagi umat. Dalam perjalanannya setiap calon pemimpin harus memahami konsekuensi dari sikap pengajuan dan kesediaan dirinya untuk dicalonkan sebagai pemimpin yang nantinya akan dipilih umat. Bahwasannya ia berani mengemban amanah besar yang kemudian hari akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt atas kepemimpinannya. 

Sehingga saat ia menyatakan dirinya siap untuk menjadi pemimpin, adalah karena dilandasi sikap amanah, wara (berhati-hati), serta jauh dari kata haus kekuasaan ataupun tujuan material. Karena dalam hal pemilihan pemimpin, tidak ada istilah menang atau kalah, tidak ada istilah bersaing atau berkompetisi demi kepentingan pribadi atau kelompok, tetapi berpikir bagaimana menjadi pemimpin umat, pemimpin rakyat yang terbaik. Siapa pun pemimpinnya, ketika ia memiliki kapabilitas yang mumpuni, maka siapapun wajib mendukungnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Sesungguhnya imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah “Azza Wa Jalla, dan adil, maka dengannya ia akan mendapatkan pahala. Tetapi jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya." (HR. Bukhari dan Muslim)


Umat Harus Bersatu Memilih Pemimpin Yang Menerapkan Sistem Islam secara Kafah

Terpecah belahnya suara umat di setiap masa kampanye hingga pemilu, boleh jadi karena umat belum memahami standar dan kualifikasi sosok yang semestinya menjadi pemimpin, juga karena umat belum memahami visi dan misi serta sistem yang semestinya diterapkan oleh seorang pemimpin tersebut, karena umat hari ini, secara cepat diarahkan untuk memilih sosok-sosok yang tetiba muncul, dan diviralkan oleh media, digiring secara emosional untuk memilih calon-calon yang sudah dibatasi jumlahnya tanpa tahu apa dan bagaimana para calon tersebut.

Terbukti sudah, bahwa hanya dengan pergantian rezim saja, tak kan pernah membawa umat ini menjadi sejahtera dan mulia karena sistem aturan yang diterapkan adalah sistem buatan manusia yang terbatas dan banyak kelemahan. Sehingga melahirkan pemimpin-pemimpin yang tak mampu memberikan solusi bagi kehidupan rakyat. 

Sudah saatnya suara umat harus diarahkan untuk tujuan yang satu yaitu memilih pemimpin yang akan menerapkan hukum Allah Swt secara kafah dalam kehidupan. Sebagaimana gambaran masa kepemimpinan Rasulullah Saw, kepemimpinan sahabat, kepemimpinan para khalifah yang mampu menyejahterakan umat selama berabad-abad dalam sistem Islam yang kafah.

Umat tak boleh disibukkan dengan saling sikut untuk memenangkan calon yang diusungnya karena siapa pun pemimpinnya selama masih menerapkan sistem demokrasi sekuler dan kapitalisme maka umat akan tetap jauh dari kesejahteraan dan kemuliaan hidup. Umat harus bersatu untuk memilih pemimpin yang bertakwa kepada Allah Swt. sesuai standar hukum syara'. 

Umat pun harus bersatu untuk menegakkan sistem Islam yang kafah dalam mengatur kehidupan bersama pemimpin yang adil dan amanah tersebut. 

Sebagaimana firman Allah swt dalam surat Al-A’raf ayat 96. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi ….”

Wallahualam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar