Ironi Potret Pergaulan Generasi


Oleh: Nindy

Ironi potret pergaulan generasi terus bergulir dengan penambahan kasus-kasus yang tidak mengenakkan telinga mendengarnya. Beragam kasus tersebut memberikan gambaran bahwa upaya penyelamatan generasi dari pergaulan bebas masih “jauh panggang dari api”. Sebagaimana kabar lokal dari Kota Samarinda, Kalimantan Timur yakni seorang wanita berinisial AVI (22) diringkus polisi atas kasus pembunuhan. Ia tega membunuh buah hatinya sendiri yang baru dilahirkannya lantaran malu melahirkan seorang anak dari hubungan di luar nikah. AVI membunuh bayi tersebut lalu dimasukkan ke dalam termos nasi. (tribunnews.com/21/12/2023)

Beberapa bulan sebelumnya, masih di kota yang sama, kasus serupa juga terjadi oleh remaja berusia 16 tahun. Ia rela menggorok bayi yang baru dilahirkannya di dalam toilet. Diduga, remaja tersebut melakukan hal demikian karena takut orang tuanya mengetahui kehamilannya dan melahirkan bayi hasil dari hubungan terlarang. (headlinekaltim.co/12/09)

Demikianlah fakta kasus pergaulan bebas yang menjangkiti generasi hari ini. Tidak pernah ada kata selesai dari permasalahan tersebut. Diawali dengan “cinta” yang kemudian berbuah malapetaka menjadi sebuah lingkaran setan yang menyelimuti kehidupan pergaulan generasi. Hal tersebut wajar terus terjadi karena memang asas kehidupan yang berkembang di tengah masyarakat adalah bersandar pada pemahaman yang memisahkan antara agama dengan kehidupan (sekulerisme). Dengan pandangan hidup tersebut, manusia cenderung memiliki pemikiran liberal atau bebas nilai dalam menghukumi sesuatu. 

Sebagai contoh fenomena pacaran yang merebak di kalangan pemuda. Hari ini pacaran dianggap suatu hal yang biasa, sehingga ketika laki-laki dan perempuan memadu kasih tanpa ada ikatan pernikahan adalah hal yang wajar. Ini adalah buah dari pemahaman liberal tadi. Cinta yang seharusnya menghasilkan pahala yang besar lewat rumah tangga namun akibat disalurkan lewat pacaran dan pergaulan bebas mengakibatkan malapetaka, salah satunya aborsi/pembunuhan bayi. 

Selain itu, pemahaman sekuler ini juga turut mempengaruhi potret kehidupan dalam era digital hari ini. Media sosial berkembang pesat, kalangan pemuda bahkan anak-anak sudah sangat akrab dengan penggunaan gadget di tangan mereka masing-masing. Sayangnya, konten-konten yang berkembang pun justru turut menyeret mereka ke dalam kubangan arus kebebasan. Konten-konten negatif tersebut mempengaruhi pemikiran pemuda dan dijadikan sebuah standar atau mode mereka dalam berperilaku. Kita bisa melihat bagaimana rujukan trend fashion hari ini, gaya berpacaran, makanan yang viral, dsb. Penggunaan media sosial tidak dapat dipungkiri memiliki andil pula dalam terjadinya dekadensi moral. Tentu, negara memiliki PR besar dalam melindungi remaja yang sudah tidak dapat dibendung lagi kerusakannya. Semua ini akibat penerapan sekularisme liberal yang menjauhkan pemuda dari aturan Islam.

Islam tidak menafikan bahwa setiap manusia memang memiliki naluri yang manifestasinya berbentuk ketertarikan terhadap lawan jenis. Itu adalah hal yang wajar. Namun, pemuasan naluri tersebut hanya bisa disalurkan melalui jalan pernikahan yang sah. Cinta atau gharizah nawu' dalam Islam hanya diwujudkan dalam pernikahan hubungan suami isteri. Diluar dari jalur itu, segala bentuk interaksi intim antara laki-laki dan perempuan adalah haram. 

Oleh karena itu, di dalam Islam dikenal bagaimana langkah preventif dalam memberantas pergaulan bebas di kalangan remaja. Diantaranya, dengan membangun ketakwaan pada diri individu manusia itu sendiri. Dengan ketakwaan tersebut akan menjadi rem bagi anak agar tidak terjerumus ke dalam lingkungan dan pergaulan yang salah. Karena ia memiliki pemahaman utuh tentang syariat Islam yang mencakup pergaulan dan batasannya. Dari ketaatannya pada aturan Allah tersebut akan mewujudkan suatu tingginya akhlak dalam potret kehidupan generasi. Islam secara tegas melarang laki-laki dan perempuan berdua-duaan ataupun berperilaku mendekati zina lainnya, melarang melakukan zina, mengharamkan laki-laki dan perempuan melakukan hal yang merusak masyarakat seperti pornografi dan pornoaksi.

Para pemuda tersibukkan dengan kegiatan positif karena memahami konsekuensi dari akidah yang diyakininya yaitu segala sesuatu yang ia perbuat akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak sehingga lingkungan yang kondusif dan komunitas yang baik adalah hal yang alamiah akan terwujud. Karena islam memang mewajibkan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.

Dunia digital yang sebelumnya juga sarat dengan konten-konten yang campur aduk, antara yang baik dan buruk, maka akan diatur sesuai dengan syara’. Segala fasilitas yang mendukung interaksi pergaulan bebas seperti tempat-tempat prostitusi, diskotik akan ditiadakan. 

Adapun langkah kuratifnya adalah dengan memberikan nasihat tentang tobat nasuha yang seharusnya para pelaku kemaksiatan lakukan agar mereka berhenti dari melakukan perilaku beresikonya, juga memberikan hak mereka untuk membersihkan diri dengan dijatuhi hukuman, yaitu rajam bagi para pezina yang sudah menikah dan cambuk 100 kali dan diasingkan 1 tahun bagi yang belum menikah.

Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk menjadikan masyarakat dan negara sebagai pengemban nilai-nilai dan aturan Islam agar benteng pertahanan menjaga generasi menjadi optimal. Upaya ini hanya dapat dilakukan dengan dakwah menyeru pada Islam, mengajak seluruh lapisan masyarakat termasuk para penguasa agar menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk juga dalam aturan sosialnya, dengan memberikan sanksi atau hukum yang tegas terhadap semua bentuk pelanggaran pergaulan. 





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar