ISLAM MELAHIRKAN PEMIMPIN-PEMIMPIN RABBANI


Oleh : Ibnu Rusdi

Tugas kepemimpinan dibebankan Allah swt kepada siapapun orang beriman. Berlaku terhadap kaum laki-laki maupun perempuan. Pada setiap segmen, sejak penguasa negara hingga pekerja harian. Pada seluruh golongan usia mukallaf. Sejak umur belasan tahun hingga lanjut usia. Beban kepemimpinan pada setiap ruang dan tingkatan.

Rasulullah saw menggambarkan qiyadah ini dengan lanskap yang amat luas. Sebuah hadits menegaskan: "Kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya." (HR Bukhari dan Muslim).

Karena kepemimpinan merupakan taklif atas semua personal Muslim --termasuk posisi sosial paling lemah pun dikenai beban hukum menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri-- maka hadir konsekwensi penyertanya. Karakter utama "lahir tanpa mengetahui sesuatupun" melekat sebagai bagian dari fitrah penciptaan. Seorang Muslim dalam memimpin dirinya dan orang lain yang di bawah tanggungannya, tentu tidak boleh dibiarkan tanpa pedoman. Menyerahkan orang-orang tertanggungkan pada kendali masing-masing pemimpinnya tanpa dibekali haluan, sama artinya dengan mengumpulkan lautan massa di suatu lapangan luas. Lalu mereka dibiarkan saling bertarung secara bebas dan liar. Siapa yang lebih kuat, dia yang menang.

Kebutuhan akan efektifnya kepemimpinan dijelaskan dalam konsepsi Islam. Umat manusia wajib dipimpin agar mendiami, mengelola, dan memanfaatkan bumi dengan kategori terbaiknya. Sebuah metode pengaturan yang melahirkan para pemimpin "rabbani". Alquran mencirikan profil kepemimpinan kualitatif ini: "Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami, dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah." (TQS al-Anbiyaa' : 73)

Deskripsi pemimpin "Rabbani" pada ayat di atas memiliki dedikasi utama yang khas Islam. Yakni implementasi tugas paling profesional berupa, "Pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami". Akhirnya mudah dipahami, bahwa haluan seorang karyawan dalam memimpin dirinya menyelesaikan tugas dari majikannya adalah pedoman Syariah. Demikian pula penguasa negara dalam memimpin dirinya dan seluruh rakyatnya, juga dengan Syariah itu pula pedoman satu-satunya.

Catatan cetak biru dari narasi di atas bertumpu pada kewajiban penerapan Syariat Islam. Turunnya perintah terhadap karyawan hingga pemimpin negara untuk melangsungkan kepemimpinan atas dirinya dan orang lain, memastikan hal itu. Rakyat hidup dalam pengaturan Syariah. Para penguasa menjalankan pemerintahan dengan pedoman Syariah.

Untuk mewujudkan profil negara dengan konsepsi Islam, kaum Muslimin memang telah terekatkan kuat pada agamanya. Mereka tidak mempunyai pilihan selain harus memformat negaranya dengan formalisasi Alquran dan Assunnah sebagai asas pengaturan rakyatnya. Predikat pemerintahan dengan konstitusi full Syariah, secara syar'i dikenal dengan sebutan Khilafah Islamiyah.@
••••••••••••




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar