Islam Memperhatikan Hak Seorang Buruh


Oleh : Ai Sopiah

Dua orang perempuan asal Kabupaten Sumedang yang menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) pada sektor informal, nasibnya terkatung-katung di negeri Arab, Bahrain. 

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sumedang menyatakan keduanya menghadapi masalah yakni tidak mendapatkan hak berupa gaji. 

Tak menerima gaji itu telah dirasakan dua PMI tersebut sejak 2020 sampai sekarang tahun 2024. Kini, keluarga melaporkan ke Disnakertrans Sumedang untuk memfasilitasi kepulangan dan menagih majikan atas hak PMI itu. 

Diketahui, kedua PMI itu adalah Ela Laela Sari (35) warga Desa Sindangpakuwon, Kecamatan Cimanggung, dan Entin Antini (34) warga Desa Keboncau, Kecamatan Ujungjaya. Keduanya berangkat ke Bahrain secara ilegal.

Disnakertrans Sumedang telah berkunjung langung ke keluarga, namun kasus Ela, dinas hanya bertemu dengan anaknya yang tidak bisa memberikan keterangan lengkap. Kemudian pada akhir tahun 2023, sudah datang suami Ela ke dinas meminta difasilitasi.(Tribunjabar, 8/1/2024).

Dorongan perempuan untuk bekerja itu bisa dari beberapa faktor, diantaranya faktor ekonomi, perempuan memilih bekerja biasanya karena beberapa alasan berikut: (1) pendapatan suami yang relatif rendah; (2) membantu ekonomi keluarga; (3) jumlah tanggungan keluarga; dan (4) pemenuhan aneka kebutuhan dan keinginan perempuan. Di aspek sosial budaya, perempuan berkeinginan bekerja karena: (1) status sosial; (2) kompetisi dan pengembangan diri; (3) menyalurkan minat dan keahlian tertentu; dan terakhir (4) mengisi waktu luang.

Islam menghukumi perempuan untuk bekerja itu boleh-boleh saja (mubah) dengan syarat pekerjaan tersebut tidak melanggar syariat. Dibalik seorang pekerja pun baik laki-laki ataupun perempuan ada hak mereka dari orang yang telah mereka pekerjakan yaitu hak gaji yang perlu di tunaikan, karena seorang pekerja sudah menjalankan kewajiban nya sebaliknya orang yang menyuruh bekerja pun harus menjalankan kewajiban nya.

Pada zaman Rasulullah Saw pun, Rasulullah secara langsung menjamin hak-hak buruh. Pertama, saat kita mempekerjakan mereka kita tidak boleh berlaku sewenang-wenang dan zalim kepada mereka. Hal ini diungkapkan Nabi dari Abu Hurairah dalam hadits ketika Nabi berkhutbah di Madinah sebelum Nabi wafat. Salah satu pesan Nabi saat itu adalah:
وَمَنْ ظَلَمَ أَجِيرًا أُجْرَةً حَبِطَ عَمَلُهُ ، وَحُرِّمَ عَلَيْهِ رِيحُ الْجَنَّةِ
Artinya: "Siapa yang berlaku zalim terhadap upah seorang pekerja/buruh. Maka haram baginya bau surga (haram baginya surga)."

Kedua, Nabi memerintahkan agar upah buruh diberikan secara langsung tanpa ditunda-tunda terlalu lama. Sebagaimana pernyataan Nabi dalam sebuah hadits yang disampaikan oleh Abu Hurairah:
أَعْطُوا الأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ رَشْحُهُ.
Artinya: "Berikanlah upah kepada buruh sebelum keringatnya kering."

yang dimaksud dalam hadits di atas adalah tidak terlalu lama atau ditunda-tunda. 

Dalam sistem Islam yakni Khilafah, negara pun wajib memelihara dan mengatur urusan umat. Rasulullah saw. bersabda, “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.“ (HR Bukhari dan Muslim).

Pemerintah dalam Khilafah akan menyediakan lapangan pekerjaan kepada para pencari kerja secara keseluruhan. Berdasarkan aspek kewajiban mencari nafkah bagi laki-laki maka negara memudahkannya dengan menyediakan lapangan kerja yang maksimal dan menjamin setiap kepala keluarga untuk mendapatkannya. 

Dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang tersedia oleh negara akan lebih memudahkan untuk para pencari nafkah dan sudah terjamin mempunyai pekerjaan.

Khilafah juga akan meningkatkan knowledge (wawasan) dan skill (keahlian) rakyatnya mulai dari kurikulum-kurikulum semasa di sekolah sampai ke perguruan tinggi sehingga tidak ada lagi alasan kurangnya kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam negeri. Hal ini guna mencegah terjadinya solusi pamungkas negara kapitalisme yaitu merekrut TKA yang tidak hanya menjadi pekerja, bahkan tidak jarang berperan besar dalam mengelola harta milik umum, yakni pengelolaan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) negeri ini.

Selain itu, rakyat tidak mengandalkan pemasukan hanya dari gajinya bekerja. Sebelumnya negara telah mencukupi kebutuhan asasi atau dasar rakyatnya secara cuma-cuma melalui harta milik umum yang hasilnya akan dinikmati oleh pemilik sebenarnya yaitu rakyat.

Inilah bentuk tanggung jawab negara terhadap pemeliharaan dan pengaturan urusan rakyat, bukan hanya sekadar fasilitator dan regulator semata. Kini saatnya umat bangkit, kita bersama-sama ikut memperjuangkan tegaknya Khilafah sebagai perisai hakiki. Mari menatap optimis bahwa sinar Khilafah akan menerangi dunia pada masa depan.

Wallahua'lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar