Islam Solusi Tuntas Masalah Rohingya


Oleh : Anita 

Menyambut tahun baru 2023, ribuan warga kota Balikpapan, Kalimantan Timur, memadati kawasan Lapangan Merdeka Balikpapan, Minggu (1/1/2023) dinihari WIB. Balikpapan, BeritaSatu.Com

Pesta kembang api yang digelar secara swadaya oleh masyarakat membuat suasana malam pergantian tahun di Lapangan Merdeka Balikpapan, berlangsung semakin meriah.

Antrean kendaraan dan kemacetan panjang terjadi hingga mengular sejauh 2 kilometer (km) di kawasan Jalan Jendral Sudirman Balikpapan.

Tingginya antusiasme masyarakat pada perayaan malam pergantian tahun baru ini, membuat kawasan Lapangan Merdeka Balikpapan, penuh sesak akibat membludaknya pengunjung.

Mereka sengaja datang, lantaran ingin merasakan euforia perayaan tahun baru 2023 tanpa adanya pembatasan.

Salah satu pengunjung, Dewi mengatakan kondisi pengunjung di Lapangan Merdeka Balikpapan cukup ramai, karena masyarakat akhirnya bisa merayakan malam pergantian tahun baru 2023 dengan sedikit leluasa setelah 2 tahun berada di masa pandemi covid-19.

"Ramai ya mas, karena 2 tahun berada di masa pandemi, semua dibatasi, termasuk perayaan malam tahun baru. Tetapi dengan kondisi sekarang, di mana PPKM telah dicabut pemerintah, kita akhirnya bisa merayakan tahun baru," kata Dewi kepada BTV, di kawasan Lapangan Merdeka Balikpapan, Minggu (1/1/2022) dinihari.

Dewi mengaku sengaja datang ke Lapangan Merdeka Balikpapan untuk menyaksikan langsung pesta kembang api yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Tingginya antusiasme masyarakat, membuat suasana malam pergantian tahun di Kota Balikpapan terasa meriah.

Tadi saya datang kesini dari jam 9 malam mas, biar tidak kena macet, karena antusiasme masyarakat cukup tinggi jadi terasa lebih meriah beda dengan 2 tahun yang lalu," tambahnya.

Ini adalah sekelumit fakta kondisi umat Islam di Balikpapan, belum di daerah-daerah lainnya yang pasti ikut merayakan malam tahun Baru. Padahal sejatinya perayaan tahun Baru paradoks dengan  nasib saudara-saudara muslim di belahan bumi lainnya, seharusnya mereka juga bisa merasakan tahun baru dengan rasa aman dan bahagia.

Lalu bagaimana nasib saudara kita di Palestina Laporan Reuters dari informasi otoritas Hamas mengatakan bombardir Israel menewaskan 165 orang di Gaza selama 24 jam terakhir, dikutip Ahad,(31/12/2023). Selain itu, ada 250 orang yang mengalami luka parah.

Lalu apa kabar saudara muslim kita di Rohingnya Sebelumnya, ia mengungsi ke Bangladesh karena terjadi pembantaian besar-besaran yang terjadi di kampung halaman, di Myanmar pada 2017. Kelompok masyarakat sipil mengecam aksi pemindahan paksa pengungsi Rohingya di Aceh yang dilakukan gerombolan mahasiswa, di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (MBA), Banda Aceh, Rabu (27/12).

Penolakan masyarakat dan oknum mahasiswa di Aceh atas muslim Rohingya beberapa waktu lalu, direspons oleh Ditjen HAM Kemenkumham Dhahana Putra. Ia meminta semua pihak untuk mengedepankan kemanusiaan dan dapat menahan diri dari berbagai tindakan provokatif agar tidak menimbulkan kondisi yang tidak kondusif di Aceh dalam penanganan para pengungsi Rohingya. Aspek kemanusiaan yang bersifat universal ia nilai harus diutamakan dengan tetap mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal. (CNN Indonesia, 2-1-2024).

Salah seorang aktivis terkenal Rohingya yang bermukim di London, Nay San Lwin, menjelaskan kondisi muslim Rohingya dalam wawancaranya bersama wartawan Tribun Dhaka. Ia mengatakan bahwa orang-orang Rohingya telah menjadi subjek diskriminasi rasial sejak kudeta militer 1962. Pada 1978, dilancarkan operasi besar-besaran ‘Dragon King’ untuk mengusir orang-orang Rohingya, mengakibatkan lebih dari 250 ribu orang melarikan diri ke Bangladesh. Sejak itu, orang-orang Rohingya kehilangan banyak hak dasar mereka.

Selanjutnya pada 1982, orang-orang Rohingya kehilangan kewarganegaraan mereka di negaranya sendiri setelah pemberlakuan undang-undang kependudukan yang baru. Kemudian pada 1992, junta militer menerapkan pembatasan-pembatasan keras terhadap mereka, memaksa mereka hidup di penjara-penjara terbuka.

Oleh sebab itu, sungguh memprihatinkan tatkala kita menyaksikan sebagian kalangan yang mengaku intelektual (mahasiswa) di Aceh melontarkan kalimat pada pengungsi Rohingya, “Pulang sana ke negara kalian!” padahal mereka tidak memiliki kewarganegaraan. Nyatanya, muslim Rohingya hidup menjadi manusia yang terombang-ambing di lautan, ditolak oleh negeri-negeri muslim lainnya.

Muslim Rohingya akhirnya terpaksa berjuang sendiri. Negara tujuan (negara penerima) pengungsi—yang meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol Pengungsi 1967—pun masih belum menerima Rohingya. Di antaranya Australia, Selandia Baru, Jepang, sejumlah negara Timur Tengah, sedikit negara di Asia Tenggara, negara-negara di Eropa, hingga Kanada. Pertanyaannya, benarkah Rohingya adalah beban terutama beban ekonomi bagi negara mereka?


Di sisi lain, seiring waktu, sikap umat mulai kendor dalam menyuarakan pembelaan terhadap palestina, juga pemboikotan produk mulai melonggar. Umat juga terpecah dalam menyikapi muslim Rohingya. Apalagi makin kuatnya pembungkaman oleh Meta pada akun yang menunjukkan pembelaan terhadap Palestina. Ini lah buah Nasionalisme yang memupus ukhuwah
 

Akar Masalah 

Nasionalisme telah menjadi tembok besar yang tinggi dan kokoh hingga penguasa negeri muslim tidak bisa menolong muslim Rohingya. Sistem nasionalistis pun memandang Rohingya sebagai beban ekonomi dan mengusir mereka yang putus asa dari wilayah pantai setiap negeri muslim.

Jika ada yang menerima, itu pun dengan terpaksa dan menempatkan Rohingya di kamp-kamp yang tidak layak, bahkan menolak hak-hak dasar mereka. Rohingya akhirnya berada dalam lingkaran setan geopolitik yang melibatkan banyak kekuatan, baik regional maupun internasional.

Lebih mengiris hati lagi, para penguasa muslim seluruh dunia tidak berbuat banyak untuk membantu penderitaan Rohingya. Sudahlah ditindas karena menjadi muslim, demi menyelamatkan agama dan diri, mereka justru dihujat dengan perkataan yang menyakitkan. Sedangkan Rasulullah saw. telah bersabda, “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak (boleh) menzaliminya dan tidak (boleh) mengabaikannya.” (HR Muslim).

Selain itu, permintaan Ditjen HAM agar menangani muslim Rohingya dengan mengedepankan kemanusiaan, justru merupakan hal yang sulit terwujud dalam sistem sekuler demokrasi. Sistem demokrasi nyatanya melahirkan para penguasa yang minim empat dan malah bebas mengambil hak-hak dasar masyarakat lewat kebijakan. Sedangkan sistem sekuler terbukti melahirkan banyak orang yang individualistis.


 Solusi 

Umat butuh Khilafah untuk menjaga agar setiap muslim tepat dalam bersikap mengamalkan hadis Nabi tersebut. Hanya Khilafah yang mampu menyelamatkan kaum muslim yang tertindas di bumi manapun.

Ketiadaan sistem Islam (Khilafah) menyebabkan hilangnya sebagian negeri-negeri Islam, seperti Andalusia, Asia Tengah, Timur Jauh, Kosovo, Bosnia, Rohingya, bahkan Palestina. Ini menyebabkan adanya jutaan imigran, serta gelombang pengungsi dan deportasi. Kaum muslim dipaksa menghadapi ancaman hidup dengan kesengsaraan permanen di bawah status pengungsi.

Sementara, dalam Khilafah, negara akan memberikan hak kewarganegaraan yang sama bagi semua orang yang hidup di bawah pemerintahannya, terlepas dari agama, ras, ataupun etnisnya. Khilafah akan menyambut terbuka orang-orang yang mencari suaka ke wilayahnya dan menghukum orang-orang yang menganiaya mereka. Khilafah pun akan menyatukan dan menciptakan keselarasan antara masyarakat yang beragam melalui kebijakan dalam negerinya. Inilah lambang kemanusiaan yang sebenar-benarnya.

Seorang penulis Inggris H.G. Wells sampai menulis tentang Khilafah, “Mereka membangun tradisi toleransi yang adil. Mereka menginspirasi orang-orang dengan semangat kemurahan hati dan toleransi. Mereka berbelas kasih dan bersungguh-sungguh. Mereka menciptakan sebuah masyarakat yang manusiawi yang jarang terjadi kekejaman dan ketidakadilan sosial, tidak seperti masyarakat yang ada sebelumnya.” 

Selain itu, Khilafah akan menolak dan menghilangkan sekat nasionalisme. Rasulullah saw. bersabda, “Bukan dari kami orang yang mengajak kepada golongan, bukan dari kami orang yang berperang karena golongan dan bukan dari kami orang yang mati karena golongan.” (HR Abu Daud). 

Sungguh, kebutuhan atas Khilafah sudah begitu mendesak. Sudah saatnya umat Islam memastikan diri agar bisyarah Rasulullah berikut dapat terealisasi, “… Kemudian akan ada Khilafah yang sesuai dengan minhaj kenabian.…” (HR Ahmad). Wallahualam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar