Jalan Adalah Fasilitas Bukan Komoditas


Oleh : Ni’mah Fadeli (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Wilayah yang sangat luas adalah salah satu kelebihan Indonesia. Puluhan propinsi dengan luas beragam yang terdiri dari ratusan kota dan kabupaten menjadi bagian negara kita. Sebagai penghubung antar wilayah maka jalan menjadi bagian yang sangat penting. Perjalanan panjangpun akan menjadi menyenangkan dan tak terasa ketika jalan dapat dilalui dengan lancar. Jarak tempuh yang lama karena luasnya wilayah menjadikan jalan tol sebagai pilihan alternatif yang sering kali dipilih meski harus mengeluarkan uang lebih karena adanya biaya untuk melewatinya. Apalagi ada wacana naiknya tarif tol pada awal tahun 2024 ini.

Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Miftachul Munir menyebutkan akan ada penyesuaian tarif pada tiga belas ruas tol di kuartal I-2024. Ruas tol tersebut adalah; 1) Surabaya-Gresik, 2) Kertosono-Mojokerto, 3) Bali-Mandara, 4) Serpong-Cinere, 5) Ciawi-Sukabumi, 6) Pasuruan-Probolinggo 7) Makasar Seksi 4, 8) Dalam Kota Jakarta, 9) Gempol-Pandaan, 10) Surabaya-Mojokerto, 11) Cikampek-Palimanan, 12) Cibitung-Cilincing Seksi 1, 13) Jakarta-Tangerang dan Tangerang-Merak.

Penyesuaian tarif jalan tol ini telah tertulis dalam pasal 48 ayat 3 di UU Jalan No. 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan yaitu bahwa penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Menurut Munir, penyesuaian tarif tol juga dibutuhkan untuk memastikan iklim investasi jalan tol yang kondusif, menjaga kepercayaan investor dan pelaku pasar terhadap industri jalan tol yang prospektif di Indonesia. (kompas.com,15/01/2024).

Jalan sebagai bagian utama dalam transportasi semestinya menjadi fasilitas yang disediakan negara untuk rakyat, entah itu jalan raya atau jalan tol. Fungsi utamanya adalah untuk mempermudah dan memperlancar perjalanan yang dilakukan rakyat. Namun karena berbiaya tinggi dalam pengadaan jalan tol maka negara perlu menggandeng investor swasta dalam pembangunannya, hal inilah yang menyebabkan ada tarif jalan tol yang bahkan telah ada UU terkait penyesuaian harganya setiap dua tahun sekali.

Begitulah ketika dunia dikuasai oleh sistem kapitalis, dimana semua bidang harus menguntungkan secara materi. Negara yang seharusnya mengurus rakyat pun masih butuh peran swasta yang tentu saja ingin mendapatkan keuntungan dari tiap investasi yang telah dilakukan. Hal ini menunjukkan lemahnya negara mengurus rakyat. Sistem kapitalisme membuat negara pada akhirnya akan mendahulukan korporat dibanding rakyat. Segala kebijakan yang dibuat bersifat materi dan tentu saja tercapainya kesejahteraan rakyat bukanlah tujuan utama di sistem ini. UU dibuat bukan untuk memudahkan dan melindungi rakyat namun untuk menguatkan korporat.

Rasulullah bersabda, “Seorang pemimpin adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). 

Berdasarkan hadist tersebut maka pemimpin dalam Islam akan menyadari betul bahwa tugas pemimpin adalah mengurus rakyat yang dipimpinnya. Maka setiap kebijakan yang diambil oleh pemimpin dalam sistem Islam akan bertolak belakang dengan yang kebijakan pemimpin dalam sistem kapitalisme saat ini. Syariat yang digunakan adalah berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya juga atas kesepakatan para ulama berdasarkan qiyas atau ijtima'. Rakyat akan benar-benar diupayakan untuk sejahtera di semua bidang kehidupan karena kelak seorang pemimpin akan diminta pertangunggawabannya oleh Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. 

Begitu juga dalam pengadaan transportasi yang merupakan salah satu bagian pelayanan negara untuk rakyatnya. Jalan adalah fasilitas yang harus disediakan negara dan tak sepatutnya menjadi komoditas yang bernilai materi sehingga hanya rakyat tertentu yang dapat menikmati. Islam tidak mengizinkan swasta berperan dalam pengelolaan fasilitas negara sehingga rakyat tak perlu membayar untuk pelayanan yang memang menjadi hak mereka. Keuangan negara berdasar sistem Islam yang tidak mengenal riba sehingga hanya harta halal yang menjadi sumber pemasukan negara. Sumber daya alam yang telah Allah sediakan dikelola dengan maksimal tanpa campur tangan swasta apalagi asing yang pemanfaatannya untuk kesejahteraan rakyat. 

Islam pernah memimpin peradaban selama tiga belas abad lamanya. Kesejahteraan rakyat ketika itu bukanlah suatu impian namun nyata adanya dan semua berangsur-angsur hilang ketika kapitalisme menggantikan Islam. Tegaknya Islam kembali merupakan mimpi buruk bagi bangsa barat maka serangkaian cara digencarkan agar umat Islam tetap “tidur” dan terbelenggu dalam sistem kapitalisme ini. Maka sudah saatnya bagi kita umat Islam bersatu agar Islam kembali memimpin sehingga fungsi Islam sebagai rahmat bagi semesta alam dapat kita nikmati kembali dan keberkahan pun kita dapatkan.

Wallahu a’lam bishawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar