Kapitalisme Ilusi Mengatasi Kelangkaan Gas Elpiji


Oleh : Anita 

Beberapa hari terakhir tak sedikit masyarakat khususnya para Ibu Rumah Tangga (IRT) mengeluhkan sulitnya mendapat gas elpiji, jika ada pun harganya yang biasa hanya Rp 32 ribu menjadi Rp 40 ribu untuk setiap satu gas 3 kilo.

“Sudah harganya mahal, barangnya juga tidak ada,” keluh salah satu warga Jalan Padat Karya,  Anita, kepada Berau Post. TANJUNG REDEB Rabu, (3/01/24)

Dia juga meminta pemerintah daerah dapat menggandeng pihak berwajib untuk melakukan kegiatan mulai dari atas, dan dirinya pun meminta jika memang ada oknum yang melakukan hal tersebut maka bisa ditindak tegas. “Karena jika tidak ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku, maka hal ini akan terus menerus terjadi. Sehingga harus ada tindakan agar bisa memberi efek jera bagi oknum tersebut,” katanya.

Dimana menurutnya, hal tersebut harus menjadi perhatian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau untuk menangani permasalahan yang saat ini sedang terjadi. “Karena tidak sedikit masyarakat yang saat ini mengeluh terkait dengan kelangkaan gas elpiji ini,” akunya kepada Berau Post

Menurut politisi Partai NasDem ini juga, DPRD Berau pun siap untuk melakukan pengawasan atas kerja tim jika Pemkab Berau mau membentuk tim nantinya. Karena menurutnya hal tersebut juga menjadi pengawasan dari Komisi II DPRD Berau. “Kami di Komisi II siap untuk melakukan pengawasan, karena memang harus ada tindak tegas untuk hal ini,” tandasnya.

Sementara Sales Branch Manager (SBM) Rayon VI Pertamina Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimut), Gatot Subroto, belum bisa dikonfirmasi terkait hal ini.

Diwartakan sebelumnya, Kabag Ekonomi, Setkab Berau, Kamaruddin mengungkapkan, fenomena kenaikan harga tersebut belum diketahui penyebabnya. Bahkan dia mengaku baru mengetahui informasi tersebut. "Nanti kami coba cek lapangan. Terima kasih sudah berbagi informasi ke kami," katanya saat dikonfirmasi awak media ini.

Dia menyebut, saat ini khusus di wilayah Berau distribusi gas melon dijatah dalam setahun sebanyak 2,1 juta tabung. Itu sudah melalui pendataan subjek penerima tabung yang masuk dalam kategori tidak mampu alias miskin. "Yang berhak menerima gas melon itu orang yang tidak mampu. Karena memang disubsidi pemerintah untuk orang miskin," ujar dia.

Ia mengungkapkan fenomena terbalik malah terjadi di lapangan. Di mana banyak orang yang memiliki kemampuan ekonomi baik di atas rata-rata penduduk miskin di Berau, malah berebut untuk mendapatkan jatah tabung gas melon. Hal itu yang kerap menjadi penyebab kelangkaan tabung gas di Berau.

Gas langka dan mahal terjadi tidak hanya di Berau tapi juga PPU dan beberapa daerah Kaltim lainnya. Penimbunan menjadi alasan kelangkaan dan mahalnya gas, termasuk keterlambatan pengantaran distribusi. Padahal kalau dikritisi lebih tajam karena regulasi dari pemerintah dan pengurangan kuota untuk mengurangi subsidi. Gas merupakan hajat hidup primer yang seharusnya wajib disediakan oleh negara tanpa terkecuali.

Negara abai penuhi kebutuhan rakyat. Tidak tepat sasaran kerap dijadikan alasan oleh pemerintah jika terjadi kelangkaan pasokan gas elpiji. Seolah-olah selain rakyat miskin dilarang memakai elpiji 3 kg. Terlebih di tengah kehidupan yang kian sulit dan harga elpiji non subsidi terus naik apakah salah jika rakyat beralih pada elpiji subsidi 3 kg?

Adanya kelangkaan dan mahalnya elpiji 3 kg membuktikan bahwa negara abai memenuhi kebutuhan pokok rakyat di sektor energi. Salah sasaran selalu dijadikan kambing hitam tanpa melakukan antisipasi untuk atasi kelangkaan. 1001 alasan tentunya tak bisa dibenarkan sebab ini menyangkut hajat hidup rakyat.

Sayangnya, di tengah problem kelangkaan solusinya adalah impor gas. Padahal negeri ini kaya akan SDAEdan termasuk penghasil gas terbesar. Miris tentunya, negeri ini justru mengalami kelangkaan gas dan harus merogoh kocek lebih dalam alias mahal.


Akar Masalah 

Tak bisa dipungkiri, problem tersebut terjadi akibat penerapan sistem kapitalis dalam tata kelola SDAE. Sistem kapitalis menjadikan SDAE sebagai komiditas dan dikomersialisasi dari hulu sampai hilir. Dengan dalih elpiji subsidi khusus untuk masyarakat yang lebih mampu secara ekonomi. PT Pertamina Patra Niaga menyediakan alternatif lain seperti Bright Gas atau gas elpiji non-subsidi dengan ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram.

Terlebih, problem kelangkaan suatu keniscayaan dalam sistem kapitalis. Pasalnya negara tidak memastikan langsung gas elpiji terdistribusi secara merata. Negara menyerahkan pengelolaannya dan distribusinya pada swasta. Ataupun terjadi penimbunan oleh kartel-kartel. Ini makin membuktikan negara abai dalam memenuhi kebutuhan rakyat akan gas.


Solusi

Negara wajib memenuhi kebutuhan rakyat. Islam memandang SDAE termasuk dalam kepemilikan umum sehingga haram dimiliki oleh swasta dan asing. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW "Kaum muslimin berserikat pada tiga hal yakni: air, api dan padang gembala." (HR. Abu Dawud). Api yang dimaksud dalam hadis ini adalah sumber energi termasuk gas.

Gas elpiji adalah kebutuhan pokok rakyat, negara semestinya memudahkan rakyat untuk mengaksesnya. Kelangkaan kebutuhan pokok bukanlah kewajaran yang harus dimaklumi namun masalah yang harus diselesaikan. Elpiji yang murah bahkan gratis adalah hak seluruh rakyat baik kaya maupun miskin.

Pemerataan distribusi harus dikontrol oleh negara secara langsung. Jika pasokan kurang maka negara wajib mengambil dari wilayah negeri muslim yang lain penghasil gas. Indonesia negeri yang Allah limpahkan berbagai macam kekayaan alam termasuk gas. Jika dikelola dengan baik sesuai dengan syariat Islam pasti cukup dan bisa diberikan gratis pada rakyat.

Pemimpin dalam Islam sadar betul akan amanahnya mengurusi rakyat di hadapan Allah kelak dimintai pertanggungjawaban. Sehingga Ia pun takut jika lalai atau sengaja mengabaikan urusan rakyatnya. Hendaklah seorang pemimpin ingat akan hadis Rasulullah SAW "Setiap dari kalian adalah Ra'in (pemimpin) dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban." Wallahu A'lam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar