LUMBUNG PADI NASIONAL ATAU LUMBUNG TAMBANG NASIONAL?


Oleh: Isadiningtyas SEI.

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur berkomitmen menjadikan daerah ini lumbung pangan Ibu Kota Nusantara (IKN) dibuktikan dengan telah menetapkan lima kawasan pertanian ditambah upaya secara gencar membantu petani dan nelayan. Untuk tanaman pangan, antara lain produksi padi Kutai Kartanegara selalu tertinggi di Kaltim, seperti pada 2022 petani setempat menghasilkan 106.117,23 ton gabah kering giling (GKG). Pada 2023, khususnya periode Januari-September produksi padi di daerah itu telah mencapai 106.410 ton GKG, disusul Kabupaten Penajam Paser Utara 44.120 ton, dan Kabupaten Paser 26.370 ton GKG.

Untuk mewujudkan daerah setempat sebagai lumbung pangan IKN maka pembangunan pertanian dalam arti luas berbasis kawasan dan program hilirisasi produk pertanian menjadi perhatian. Pihaknya telah menetapkan lahan seluas 8.093,06 hektare (ha) untuk pengembangan padi sawah di lima kawasan. Sebanyak lima kawasan ini, yakni Muara Kaman-Sebulu seluas 1.520,63 ha, Marangkayu-Loa Kulu 1.216,71 ha, Marangkayu 1.082,16 ha, Marangkayu 1 seluas 1.650,05 ha, dan Marangkayu 2 seluas 2.166,71 ha. 

Harapan pemerintah kabupaten Kutai Kartanegara tampaknya tak seiring dengan realitas yang terjadi di lapangan di mana menyebutkan bahwa Kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas dampak kegiatan pertambangan tahun 2013 mengungkapkan, kerugian yang dialami akibat pertambangan di sejumlah daerah mencapai ribuan triliun. Khusus Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, nilai kerugiannya mencapai Rp581,43 triliun. KPK menemukan, ada 3.826 IUP batubara yang dimiliki oleh 3.066 perusahaan. Dari jumlah korporasi itu, sebanyak lebih dari 23 persen atau 724 perusahaan tidak terdeteksi nomor pokok wajib pajaknya (NPWP). Ketua Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Sektor Mineral dan Batubara KPK Dian Patria mengatakan, angka itu menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan antara eksploitasi dengan upaya menghijaukan kembali lahan pascatambang.

Bahkan dari data yang dimiliki oleh Pemkab Kutai Kartanegara sekitar 50 persen wilayah Samboja masuk dalam kawasan IUP. Dari luas IUP sekitar 500 km2 itu, sekitar 20 persen sudah dieksploitasi, sekitar 50 persen diantaranya masuk dalam tahap eksplorasi dan 30 persen berstatus penyelidikan umum. Tak heran jika Samboja dalam 5 tahun terakhir kerap mengalami banjir. Disamping karena alih fungsi hutan akibat serbuan tambang, beberapa kasus banjir Samboja disebabkan tanggul tambang batubara yang jebol. Pemukiman, lahan pertanian, fasilitas pendidikan tak pelak menjadi korban bencana. Banjir tidak hanya membuat kerugian materi, sejumlah warga bahkan harus kehilangan nyawa karena terseret arus banjir. 

Nampaknya jauh panggang dari api keinginan pemerintah kabupaten Kutai karena liberalisasi dalam pengelolaan sumber daya alam menjadikan wilayah Kutai Kartanegara tereksploitasi dengan wilayah pertambangan. Berbagai kerusakan alam yang disebabkan dari pertambangan sudah banyak dikeluhkan dan dirasakan oleh masyarakat mulai dari menurunnya jumlah air, menurutnya kualitas air bersih peningkatan suhu udara hilangnya hutan dan efek banjir yang terjadi di mana-mana. Meskipun demikian masih ada harapan bagi pemerintah kabupaten untuk menjadikan Kutai Kartanegara sebagai lumbung padi nasional dan pemerintahan harus bekerja ekstra dengan merelokasi atau mereboisasi x tambang untuk diremajakan kembali. Jikalau kebijakan ini akan diambil maka dibutuhkan penanganan dan biaya yang luar biasa besar dikarenakan x tambang membutuhkan penanganan yang berbiaya tinggi. 

Idealnya lingkungan di sekitar kita bisa memberikan efek kesejahteraan, kemakmuran bagi masyarakat kita tidak membutuhkan bahan pangan dari luar daerah karena tanah yang melimpah memberikan kesempatan kepada para petani dan masyarakat untuk bercocok tanam. Pengelolaan sumber daya alam berupa eksploitasi tambang seharusnya beriringan dengan kebijakan peremajaan yang membutuhkan kontrol langsung dari pemerintah selaku penguasa yang mengizinkan para pengusaha untuk menambang. Sehingga masyarakat tidak mendapatkan efek buruk dari eksploitasi tersebut. Inilah sistem sekuler kapitalisme di mana kekayaan yang telah dititipkan oleh Allah agar dikelola manusia dibuat undang-undang yang memudahkan para kaum kapital untuk mengeksploitasinya akan tetapi mereka tidak memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki hasil dari kerusakan yang telah diperbuat. Kapitalisme membawa efek buruk bagi individu lingkungan dan juga sosial kemasyarakatan.
 
Di sinilah Islam menjadi sumber segala hukum atas manusia di mana pengelolaan alam yang telah diberikan oleh Allah berefek baik dan mensejahterakan masyarakat. Kekayaan melimpah yang diberikan oleh Allah dipergunakan untuk kemakmuran rakyat agar masyarakat bisa hidup dengan mudah terpenuhi seluruh kebutuhannya. 

Wallahualam bishawab





Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar