Oleh : Nurhayati Hakim (Aktivis Muslimah Mataram)
Bulan Rajab yang mulia telah tiba, namun duka dan air mata Palestina belum juga sirna. Sudah lebih dari 100 hari sejak Sabtu (7/10/2023) lalu, Palestina makin berdarah akibat genosida entitas Zionis. Serangan Zionis di Jalur Gaza pun kian memanas. Pasukan Zionis telah mengintensifkan serangan pesawat tak berawak dan serangan darat di Tepi Barat yang diduduki, sehingga semakin banyak korban berjatuhan.
Data Kementerian Kesehatan Gaza pada Rabu (17/1) menyebut, serangan Israel di Gaza telah menewaskan 163 orang dan melukai 350 lainnya hanya dalam 24 jam. Dalam sebuah unggahan di Telegram, kementerian tersebut mengatakan banyak korban masih terjebak di bawah reruntuhan dan tidak dapat dijangkau oleh tim penyelamat.
Serangan terbaru ini menjadikan jumlah korban jiwa secara keseluruhan di Gaza menjadi 24.448 orang tewas dan 61.504 orang terluka sejak 7 Oktober. Sementara di Tepi Barat ada 354 korban tewas dan lebih dari 4.000 luka-luka. Kemudian tercatat, 93 jurnalis telah terbunuh sejak perang Israel-Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023 lalu (cnbcindonesia.com, 17/1/2024).
Selain itu, situasi masyarakat sipil di Jalur Gaza juga semakin kesulitan dalam mendapatkan makanan, seiring dengan meningkatnya intensitas serangan Israel. Pakar Hak Asasi Manusia PBB bahkan menyebut setiap orang di Gaza kelaparan.
Derita Berkepanjangan
Bangsa Yahudi bukanlah penduduk asli Palestina. Kaum Zionis Yahudi mengarang propaganda Palestina sebagai tanah air mereka, kemudian mencari legitimasi bahwa agresi militer yang dilakukan adalah bentuk pembelaan diri dari serangan milisi Palestina.
Pendudukan kaum Zionis atas tanah Palestina bermula ketika Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour pada tahun 1917 yang dibuat oleh Menteri Luar Negeri Inggris kala itu, Arthur Balfour. Inggris melalui deklarasi tersebut, telah memberikan restu kepada kaum Zionis Yahudi di Eropa untuk bermukim di wilayah Palestina dan mendukung rencana Zionis mendirikan negara Yahudi Raya di Palestina. Pendirian negara Yahudi Raya tidak lain adalah untuk mendapatkan dukungan dari para pengusaha kaya Yahudi dan bertujuan untuk melemahkan dunia Islam dengan menciptakan konflik berkepanjangan di Timur Tengah.
Mengawal impian itu, doktor pemikir Zionis yakni Theodore Herzl pun mendatangi khalifah Sultan Abdul Hamid II selaku pemimpin kaum muslimin saat itu. Dia berusaha menyuap khalifah dengan uang sebesar 150 juta poundsterling (setara Rp 3 triliun) untuk mendapatkan tanah Palestina yang ada dalam pangkuan Khilafah Utsmani. Tegas, Sultan Abdul Hamid II pun menolak.
Pakar sejarah islam Salman Iskandar menyebut, penolakan Sultan Abdul Hamid II telah mengubah langkah strategis Herzl dan pemerintah Inggris menjadi melenyapkan institusi Khilafahan Utsmani terlebih dahulu sebelum mendirikan negara Yahudi Raya. (Tasqif Pesantren Digital, 17/11/2023, “Freemasonry : Biang Kerok Negara Zionis Yahudi !”, YouTube).
Setelah Khilafah Utsmani runtuh, maka berbondong-bondonglah warga Yahudi mendatangi Palestina, merampas tanahnya sambil membunuhi warganya. Akhirnya, pada tahun 14 Mei 1948 berdirilah negara Israel dan diakui secara luas oleh banyak negara di dunia. Inilah awal mula petaka itu muncul.
Penjajahan sekaligus pendudukan Palestina oleh Zionis Yahudi sudah berlangsung lebih dari 70 tahun. Sejak saat itu, hingga kini, tragedi demi tragedi yang dialami kaum Muslim Palestina terus terjadi. Derita Palestina terus berulang. Ribuan bahkan ratusan ribu korban terus berjatuhan. Hal itu terus berlangsung sejak awal pendudukan hingga sekarang.
Ironisnya bukan membela saudara seiman dan melenyapkan penjajahan, sebagian negeri muslim malah mengakui keberadaan negara Zionis dan menjalin hubungan diplomatik dengannya. Sebutlah Mesir, Yordania, UEA, Maroko, Bahrain, Sudan, bahkan Turki.
Palestina Tanah Air Kaum Muslimin
Palestina termasuk Suriah,Yordania dan Libanon adalah wilayah Syam yang penuh berkah. Keberkahan Palestina yang didalamnya berdiri Al-Aqsa, bahkan telah di mention secara langsung oleh Allah dalam kalam-Nya yang mulia, “Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (TQS. Al-Isra [17] : 1)
Mengenai keutamaan Masjidil Aqsa atau Baitul Maqdis yang pernah menjadi kiblat pertama kaum muslimin, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Shalatlah di dalamnya karena sesungguhnya shalat di dalamnya seperti seribu kali shalat di tempat lain.” (HR Ahmad)
Dari dalil tersebut, telah jelas bahwa Palestina, termasuk Yerusalem dan al-Aqsha adalah bagian dari Islam dan kaum Muslim. Palestina adalah tanah air kaum Muslim yang sudah berbilang abad menjadi bagian dari wilayah Islam.
Wilayah Palestina telah menjadi bagian dari negeri Islam sejak masa Kekhilafahan Umar bin al-Khaththab Ra. pada tahun 637 M. Kaum Muslim juga terikat dengan kaum Nasrani Yerusalem untuk melindungi negeri tersebut lewat Perjanjian Umariyyah. Perjanjian ini mengikat kaum muslimin hingga akhir zaman.
Bertarunglah Wahai Keturunan Shalahuddin !
Terdapat fakta menarik, pasukan Zionis yang konon terkuat dengan alutsista canggih sokongan negara adidaya, ternyata di buat kalang-kabut dengan “Taufan Al-Aqsa” milik milisi Hamas. Serangan 7 Oktober 2023 lalu mematahkan mitos Israel tak terkalahkan.
Tentu jika dibandingkan dengan pasukan kaum muslimin, pasukan popok zionis itu tidak ada apa-apanya. Andai para penguasa dunia islam mau mengerahkan pasukan kaum muslimin melalui jihad fii sabilillah membebaskan Palestina. Namun sayang, cinta jabatan dan ingat posisi AS sebagai penyokong zionis nomor wahid, ternyata lebih menakuti mereka daripada kemurkaan Allah di akhirat sana.
Sementara itu di media, perang antara opini islam dengan kebatilan juga tengah berkecamuk berebut pengaruh untuk menentukan arah pandang dan sikap kaum muslim. Faham imajiner nasionalisme rupanya masih nampak menarik untuk menyelesaikan persoalan Palestina dengan solusi semangka nya. Umat lupa atau mungkin belum menyadari bahwa Baratlah yang melahirkan faham nasionalisme, yang juga membidani lahirnya negara zionis.
Faham sekulerisme Barat telah sukses membuat umat memandang kerdil agamanya. Sehingga persoalan saudaranya diserahkan diatas meja PBB maupun mahkamah internasional yang notabene dikangkangi AS serta negara-negara Eropa dan bukan pada syariat agamanya.
Sudah saatnya melakukan scanning terhadap diri kita dan menghapuskan berbagai pemikiran barat yang selama ini telah menjajah dan menghalangi kita dari kemerdekaan yang sesungguhnya.
Bertarunglah dengan bersungguh-sungguh mengkaji islam, mengasah empati terhadap seluruh muslim melampaui batas-batas teritori, mengedukasi generasi dengan tsaqafah islam dan terus berdakwah menyerukan penyatuan umat agar tidak lagi terpecah belah. Hingga kelak kita bisa membebaskan Palestina dalam makna yang sebenarnya dengan jihad dibawah kepemimpinan yang menyatukan seluruh dunia islam dengan syariat Allah yang mulia. Wallahu’alam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar