Menjadi Bangsa Berkelas, Butuh Hukum Berkualitas


Oleh: Yuliana Suprianti (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali) 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang juga calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD menyatakan, ketidakpastian hukum merupakan salah satu alasan terjadinya kemunduran di Indonesia. Hal ini ia sampaikan saat memberikan orasi ilmiah dalam acara Wisuda Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai secara virtual, Sabtu (6/1/2024).

Pernyataan ini, sejatinya memperjelas bahwa ada hubungan erat antara kemajuan atau kemunduran suatu bangsa dengan sistem hukum yang dijalani. Kualitas hukum menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas sebuah bangsa. Oleh karenanya dalam memperbaiki kualitas suatu negara harus juga memperbaiki kualitas hukumnya. Berbicara fakta hukum di negara ini, ada dua hal yang harus diperhatikan yakni ideologi yang melahirkan hukum tersebut dan SDM yang melegalkan hukum, menjalani dan mengawasi ditegakkannya hukum tersebut, dan mengadili setiap pelanggaran terhadap hukum. 

Ideologi yang melahirkan hukum di negara ini adalah ideologi sekulerisme (yakni sebuah pandangan hidup yang memisahkan aturan agama dari kehidupan). Ideologi ini memiliki sistem politik Demokrasi yang artinya kedaulatan ada di tangan rakyat. Rakyatlah yang memiliki hak untuk membuat hukum, mengawasi jalannya hukum, dan mengadili setiap pelanggaran hukum. 

Akibat dari sekulerisme, tidak ada lagi halal haram akan tetapi untung dan rugi menjadi pijakan dalam perbuatan termasuk dalam melegalkan hukum. Sehingga bisa kita temukan seperti hukum yang berubah-ubah. Termasuk ketika berjalannya hukum, ditegakkan oleh para penegak hukum yang standarnya kembali kepada sekulerisme dan tolak ukur manfaat maka sering kali keputusan pengadilan tidak memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. 

Hal ini berbeda dengan islam, islam memiliki sumber hukum yang datang dari Allah SWT. Zat satu-satunya yang paling memahami manusia. Hukum islam dijalankan dengan dorongan taqwa kepada Allah, sehingga setiap muslim akan taat kepada hukum islam bukan hanya dengan semangat duniawi namun juga ukhrowi. Hukum islam tegak di dalam sebuah negara yang dipimpin oleh seorang khalifah. Pemimpin yang kekuasaannya adalah jalan untuk menghamba kepada Allah bukan menghambat kepada manusia atau segelintir orang tertentu. 

Hukum islam memiliki standar yang tetap yakni apa yang Allah SWT haramkan dan apa yang telah Allah SWT halalkan dalam Al-quran, As sunnah, ijma' shahabat dan qiyas. Sehingga hukum islam tidak mudah disusupi oleh kepentingan tertentu yang berakibat pada goyahnya tatanan hukum dalam islam. Adapun jika terjadi pelanggaran maka akan ditegakkan dan diadili oleh seorang qadhi (hakim) yang punya kapasitas mengadili fakta dan mengembalikan fakta tersebut sesuai sudut pandang syari'ah. Qadhi (hakim) ini menjalankan tugasnya dengan dorongan ketaqwaan kepada Allah SWT. Disamping adanya pemberian gaji oleh khalifah sehingga kita bisa melihat keputusan pengadilan tidak akan bisa dibeli oleh pihak tertentu. Konsep ini telah berjalan sepanjang sejarah peradaban islam yakni 1400 tahun lamanya. Mengatur masyarakat baik muslim maupun non-muslim dengan sangat baik. Sehingga seorang sejarawan barat menyebutkan bahwa tidak pernah ada keharmonisan antar 3 agama kecuali saat diatur oleh islam. 

Kunci keberhasilan islam dalam menegakkan hukum ditopang oleh 3 pilar yakni ketaqwaan individu, kontrol masyarakat, dan negara yang menjalankan fungsi preventif dan kuratifnya melalui sistem-sistemnya. Karena itu, tidak ada kebaikan bagi kehidupan seorang muslim selama mereka masih mengingkari hukum-hukum Allah SWT. Tidak akan ada kebaikan akhirat jika di dunia justru kita justru berpaling dari hukum-hukum Allah SWT.  Manusia dan khususnya kaum muslimin hanya bisa maju dengan aturan dari penciptanya. Sebagaimana yang telah terbukti dalam sejarah bahwa tidak ada satupun sistem hukum yang bisa tegak selama 1400 tahun kecuali islam dengan kemajuan fisik yang masih tertinggal jejaknya hari ini, tidakkah kita rindu? Sudah saatnya kaum muslimin menjadikan islam sebagai refrensi dalam menilai fakta apapun termasuk dalam berbangsa dan bernegara. Bahwa bangsa yang maju dan berkelas pernah ada di bawah naungan hukum yang berkualitas yakni hukum Allah swt. Wallahua'lam bi showwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar