Administrasi Merdeka Belajar Menjauhkan Peran Pendidik dan Dilemanya


Oleh : Anita 

Saat ini guru dan kepala sekolah disibukkan dengan penyusunan RHK atau Rencana Hasil Kerja dan pengisian SKP atau Sasaran Kinerja Pegawai. 

Akibatnya SKP dan RHK itu pula, guru akhirnya melupakan tugas utamanya, yakni mengajar kepada siswa-siswanya.

Yang lebih miris, guru akhirnya sibuk berburu sertifikat yang bisa dijadikan bukti dukung untuk diunggah di PMM atau Platform Merdeka Mengajar.

Sertifikat itu harus didapatkan guru dengan mengikuti pelatihan, seminar, webinar, lokakarya dan lain sebagainya. (POJOKSATU.id, 16/01/24)

Pengisian PMM menguras banyak tenaga dan waktu para guru sehingga mereka disibukkan utuk memenuhi pengisian PMM hingga tidak fokus dalam mengajar siswa.  Guru dituntut untuk memperbaiki kualitas pendidikan justru dibenturkan dengan kebijkan yg menjauhkan peran guru sebagai pendidik generasi. Kurikulum yang lahir dalam sistem sekuler tdk akan mampu mencetak generasi terbaik dan tdk akan mampu menyejahterakan guru.  

Semua setuju jika guru merupakan sosok yang perlu digugu dan ditiru. Mereka punya tugas berat karena nasib masa depan anak bangsa ada di pundaknya. Oleh karenanya, sangat wajar jika kita berterima kasih kepada mereka ‘sang pahlawan tanpa tanda jasa’.

Namun, seberat apa pun beban amanah yang ada, mereka hanya bisa mengikuti titah penguasa. Mereka menjalankan kurikulum yang diputuskan, tidak mampu menolak meskipun menjumpai banyak kesalahan

Fenomena kerusakan generasi menunjukkan bahwa pembelajaran selama ini tidak berjalan dengan baik. Setiap ganti menteri, kurikulum ikut berganti. Akan tetapi, bukannya generasi bertambah baik, yang ada justru mengalami degradasi. Sudah sepatutnya kita mengoreksi akar masalah sebenarnya.


Akar Masalah 

Kita ketahui, penguasa sekarang memegang sekularisme, konsep yang menyatakan tidak ada campur tangan Sang Pencipta dalam kehidupan bernegara. Hasilnya, semua aturan dibuat oleh akal manusia. Manusia, sebagai makhluk yang tidak pernah puas, menjadikan hawa nafsu sebagai tuntunan. Hasilnya, hanya ada keinginan untuk mendapat materi atau kepuasan dunia semata.

Oleh sebab itu, sesering apa pun negara tersebut mengganti kurikulum, selama pemimpinnya masih memakai kapitalisme dan sekularisme sebagai landasan dalam berbuat, generasi akan sulit untuk diperbaiki.


Solusi Islam 

Sistem pendidikan dalam Islam cemerlang melahirkan generasi emas. Pemerintah dalam Islam memperhatikan sarana prasarana pendidikan termasuk guru digaji lebih.

Fenomena kerusakan generasi menunjukkan bahwa pembelajaran selama ini tidak berjalan dengan baik. Setiap ganti menteri, kurikulum ikut berganti. Akan tetapi, bukannya generasi bertambah baik, yang ada justru mengalami degradasi. Sudah sepatutnya kita mengoreksi akar masalah sebenarnya.

Islam memandang generasi sebagai aset besar bagi bangsa dan negara. Mereka adalah calon pemimpin masa depan yang akan menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia. Dalam hal ini. Islam memiliki konsep khusus untuk mewujudkan generasi emas yang berkepribadian Islam.

Sistem Islam (Khilafah) akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai landasannya. Adapun tujuan dari penerapannya adalah untuk memuliakan manusia agar memiliki pola pikir dan sikap Islam. Khalifah akan membuat kurikulum sesuai dengan pandangan Islam, bukan berorientasi materi belaka.

Contohnya, pada tingkat dasar, anak-anak akan ditanamkan tentang akidah Islam agar paham mana yang benar dan salah. Pada tingkat tinggi, baru diberikan soal pendidikan yang mengandung hadharah. Ini agar pemahaman generasi dari hadharah yang bertentangan dengan Islam, dapat terjaga.

Konsep pembelajaran sistem pendidikan Islam pun jauh berbeda dengan sistem sekarang. Pembelajaran dalam Islam adalah lebih untuk diamalkan. Apa pun yang dipelajari, nantinya untuk diamalkan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Alhasil, generasi akan selalu berpikir membuat karya untuk umat, bukan untuk kepuasan akal pribadi.

Begitu pula dengan para pendidiknya, penghargaan untuk mereka tidak sekadar dengan mengadakan Hari Guru. Negara juga tidak akan membiarkan gelar ‘pahlawan tanpa tanda jasa’, melainkan akan memuliakan dan memberikan gaji yang senilai dengan kerjanya. Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya, gaji guru mencapai 15 dinar (1 dinar setara 4,25 gram emas).

Jadi, guru pun akan berupaya sebaik mungkin untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan menjalankan amanahnya dengan baik. Pada saat yang sama, Islam juga mengajarkan murid untuk menghormati guru mereka.

Pada intinya, sistem pendidikan Islam merupakan bagian dari satu kesatuan sistem Islam yang wajib diterapkan. Dengan dukungan semua sistem Islam, generasi akan terjaga dari segala kerusakan. Gambaran generasi cemerlang ini dapat kita saksikan pada Kekhalifahan Islam yang pernah tegak selama berabad-abad silam. Wallahualam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar