Oleh: Astriani Lydia, S.S
Pasca pemilu, terdapat perubahan yang dialami para caleg. Bagi caleg yang gagal terpilih dan timses yang kecewa, perubahan yang dialami lebih kepada sisi mental. Ada yang menderita stress, bunuh diri, bahkan ada juga yang menarik Kembali ‘pemberian’ pada masyarakat. Berbagai hal tersebut menggambarkan begitu lemahnya mental para caleg atau tim suksesnya. Mereka lupa bahwa dalam ajang ini, mereka harus siap mental dalam kondisi menang atau kalah. Sehingga kondisi mereka tetap dalam kondisi yang waras. Sesuatu yang berat untuk dilakukan ketika segalanya sudah dikorbankan, tapi hasil tak sesuai harapan. Contoh, seorang calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Subang, Jawa Barat, membongkar jalan yang sebelumnya ia bangun. Hal ini dilakukan karena ia mengalami kekalahan saat Pemilu 2024.(okezone.com, 25-02-2024)
Beberapa hal yang dialami para caleg gagal semakin menunjukkan wajah pemilu saat ini dimana para calon pemimpin negeri rela habis-habisan mengorbankan sisi moril dan materil bukan murni demi menyalurkan aspirasi rakyat, akan tetapi demi timbal balik materi yang lebih besar.
Berbeda dengan Islam, dalam Islam pemilu adalah uslub untuk mencari pemimpin dan orang-orang yang duduk di majelis ummah dengan mekanisme sederhana, praktis, dan tidak berbiaya tinggi. Sehingga prosesnya pun penuh kejujuran, tanpa tipuan ataupun janji-janji, dan sesuai dengan hukum syara.
Karena Islam memandang jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah Swt. Rasulullah Saw. bersabda, “Kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun an ra’iyyatihi.” Artinya, “Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Maka para calon pemimpin adalah orang yang memiliki kepribadian Islam dan tentunya memiliki ketaatan pada Allah dan RasulNya. Sehingga sadar akan amanah kepemimpinan yang akan dihisab, bukan sekedar ajang eksistensi diri. Semoga umat segera tersadarkan bahwa demokrasi tak punya asa, yang ada hanya membuat putus asa. Hanya sistem Islam yang menghilangkan rasa putus asa, dan membuat asa menjadi luar biasa. Wallahu a'lam bishshawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar