Oleh : Ayu Annisa Azzahro (Aktivis Dakwah Muslimah Mataram)
Sejumlah rumah sakit menyiapkan ruangan khusus untuk mengantisipasi Calon Legislatif (Caleg) mengalami stres atau gangguan jiwa akibat gagal dalam pemilu pada tahun 2024 ini. Rumah Sakit Oto Iskandar Dinata, Soreang, Bandung Jawa Barat, misalnya, salah satu rumah sakit yang menyiapkan ruangan khusus untuk caleg yang mengalami gangguan mental. Tidak hanya itu, pihak RS Oto Iskandar Dinata juga menyiapkan dokter spesialis jiwa dan bagi calon legislatif yang stres usai mengikuti kontestasi Pemilu 2024.
Tidak hanya di RS Oto Iskandar Dinata, RSUD dr. Abdoer Rahiem Situbondo, Jawa Timur juga sedang menyiapkan ruangan khusus rawat inap. Direktur RSUD dr Abdoer Rahiem, Roekmy Prabarini mengatakan saat ini pihaknya sedang membangun ruang rawat inap jiwa untuk pasien dengan gangguan mental psikologis seperti caleg yang stres.
Berkaca dari fenomena ini yang pernah terjadi juga pada pemilu-pemilu sebelumnya menyadarkan kita bahwa sejatinya demokrasi itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit alias fantastis. Sehingga membutuhkan perjuangan dengan mengerahkan segala macam cara demi mencapai kemenangan yang mereka idam-idamkan. Karena zaman sekarang menjadi pemangku jabatan merupakan sebuah impian yang dapat menaikkan harga diri mereka.
Menurut LPM FE UI, modal menjadi caleg cukup variatif. Modal caleg untuk menjadi anggota DPR RI paling besar dibandingkan menjadi caleg DPRD atau DPRD kabupaten/kota. Calon anggota DPR RI: Rp 1,15 miliar - Rp 4,6 miliar. Calon anggota DPRD Provinsi: Rp 250 juta - Rp 500 juta. Calon anggota DPRD kabupaten/kota: Rp 250 juta - Rp 300 juta.
Modal caleg digunakan untuk berbagai macam hal, salah satunya untuk akomodasi ke daerah pemilihan. Selama masa kampanye, setidaknya caleg mengunjungi daerah pemilihan minimal 1 bulan sebanyak 2 kali. Selama kegiatan tersebut, caleg akan mengeluarkan banyak biaya untuk kebutuhan transportasi, penginapan, makan, dan lain-lain yang jumlahnya bisa melebihi perencanaan pertama.
Selain untuk akomodasi, modal caleg biasanya digunakan untuk biaya kampanye seperti menyiapkan atribut; kaos, umbul-umbul, iklan, baliho, maupun logistik. Tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan branding si caleg. Hal lainnya dipergunakan untuk tim sukses, bantuan sosial, biaya pengumpulan massa, hingga biaya saksi. Kemudian ada sejumlah faktor juga yang mempengaruhi modal caleg, seperti ukuran dan karakteristik dapil, kebijakan dan mekanisme parpol, hingga strategi dan gaya kampanye caleg.
Pemilu dalam demokrasi yang membutuhkan biaya fantastis bukan hal baru dimata kita. Para caleg akan mengerahkan berbagai macam cara untuk bisa mendapatkan modal meski harus dengan cara berhutang dan mencari sponsor.
Bagaimana hal ini tidak membuat para caleg stres apabila mereka mengalami kegagalan sampai masuk Rumah Sakit Jiwa? Pasalnya mereka harus membayar kembali hutang-hutang yang sudah mereka keluarkan untuk kampanye sebelumnya. Masih untung jika menang. Itu pun jika menang mereka tetap harus mengembalikan modal yang nantinya bisa jadi dengan jalan korupsi dan tak menjadikan rakyat menjadi prioritas utama lagi kala kampanye telah usai.
Tujuan para caleg ini tidak lain seperti yang sudah disebutkan di atas adalah demi harga diri dan popularitas. Menunggang kekuasaan demi mencapai materi semata. Tidak dipungkiri memang beberapa ada yang tulus ikhlas dengan tujuan lurus ingin membangun negara dan rakyat lebih baik lagi. Sayangnya, dari sekian yang jujur dan ikhlas masih jauh panggang dari api dibandingkan dengan yang karena materi dan menggunakan cara curang. Sehingga yang tulus akan tertimbun.
Sebab demokrasi mengumpulkan para petarung yang tak paham akan agama. Mereka sangat jauh dari agama karena agama dipisahkan dari kehidupan atau biasa disebut sekuler. Masyarakat sekuler tentu tidak akan memahami hakikat kehidupan serta apa yang menjadi tujuan hidup mereka. Mereka hanya memikirkan materi semata dan kebahagiaan dunia. Sehingga sangat wajar orang-orang mengidam-idamkan menjadi pemangku jabatan tadi guna keuntungan materi dan fasilitas hidup yang mumpuni.
Kemudian sangat wajar pula orang-orang yang menjadi caleg ketika mereka gagal, mereka akan menjadi depresi karena tujuannya tidak hakiki. Bukan tujuan yang benar untuk kemaslahatan negara dan juga rakyat melainkan demi kepentingan sendiri.
Slogan demokrasi, "Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat." Hanya lah slogan tanpa makna. Buktinya segala kebijakan tetap berpihak kepada para oligarki yang sama sekali tak ada kata rakyat di tengah-tengah mereka. Rakyat hanya dimanfaatkan untuk mendulang suara kala pesta demokrasi berlangsung. Jika pesta sudah kelar maka rakyat akan dibuang. Ibarat seperti mendorong mobil yang mogok. Ketika mobil sudah bisa jalan, maka si pendorong akan ditinggal.
Oleh karena itu siapapun pemimpinnya, siapapun anggota parlemennya tetap tidak akan berpihak pada rakyat. Rakyat hanya boneka bagi mereka. Dimainkan ketika mereka butuh. Jika sudah tak butuh maka akan dibuang.
Ini berbeda dengan kekuasaan dalam islam. Kekuasaan dalam islam merupakan sebuah tanggungjawab besar di hadapan Allah swt. Sebab kekuasaannya dilandaskan berdasarkan keimanan bukan semata-mata mengejar dunia.
Siapapun yang mencalonkan diri sebagai pemangku jabatan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan pencipta karena urusannya bukan mengurus ranah pribadi saja melainkan rakyat dan juga negara. Bagi mereka yang tidak amanah maka, neraka akan menjadi balasannya.
"Barangsiapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, lalu mati dalam keadaan menipu rakyat. Niscaya, Allah mengharamkan surga atasnya." (HR. Muslim)
Ketaatan kepada Allah dan juga Rasul-Nya menjadi landasan sehingga siapapun yang menjadi pemimpin maka harus yang paham agama. Karena jika tidak ia akan merusak diri, rakyat hingga negaranya. Kampanye di dalam islam pun tidak akan memakan biaya yang fantastis. Sebab tujuan tertinggi mereka menjadi pemegang jabatan semata karena ingin meraih ridho Allah swt. bukanlah ridho manusia. Sehingga ketika kalah maka mereka tidak akan kecewa bahkan menyebabkan gangguan mental.
Dengan keimanan yang mereka miliki baik kemenangan maupun kekalahan adalah hal yang harus mereka terima dengan berlapang dada penuh syukur. Untuk itu, mari kita sama-sama kembali kepada sistem politik islam yang benar lagi lurus agar kehidupan umat manusia sejahtera dan mulia.
Wallahu a'lam bishowwab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar