Oleh: Rusmiati
Kisah tragis asisten rumah tangga (ART) terulang kembali. Lima ART kabur dari rumah majikannya karena sering mengalami penganiayaan. Lokasi kejadiannya ada di daerah Jatinegara, Jakarta Timur pada Senin (12/2/2024) lalu. Mereka nekat melarikan diri dengan memanjat pagar tinggi berkawat duri, meskipun taruhannya adalah nyawa mereka sendiri.
Seorang tetangga yang menjadi saksi mata mengungkapkan bahwa ia melihat lima ART menangis dan ketakutan. Saat berusaha kabur dari rumah majikannya dengan memanjat pagar setinggi sekitar 2 m tersebut. Dari lima ART tersebut ternyata sudah ada dua ART yang lebih dulu melarikan diri. (megapolitan.kompas.com, 14/2/2024)
Selama bekerja di rumah majikannya, salah satu korban ada yang disetrika, dipaksa memukul kepala mereka sendiri, bekerja tiada henti dan melebihi waktu pada jam kerja umumnya. Mereka mengaku kerap telat diberi makan oleh majikannya. Mirisnya lagi, selama bekerja para korban juga menyebut belum pernah mendapat bayaran Rp1,8 juta yang dijanjikan pihak penyalur kerja dan majikan.
Kasus ini hanya satu dari sekian banyak penyiksaan yang dialami ART di rumah majikannya. Peristiwa tersebut menunjukkan rusaknya hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja. Disadari atau tidak, penerapan sistem kapitalisme inilah yang menjadikan relasi kuasa sebagai alat kezaliman terhadap sesama. Tidak ada penegakan hukum yang mampu mewujudkan keadilan antara pekerja dan pemberi kerja. Pihak yang memiliki modal dan berkuasa selalu diposisikan sebagai pihak yang istimewa, sehingga bertindak zalim pun tak apa.
Selama ini kasus penganiayaan yang dilakukan oleh majikan terhadap ART-nya, juga tidak mendapatkan hukuman yang tegas dan menjerakan pelaku. Pelaku penganiayaan yang menyisakan luka fisik dan batin hanya dihukum penjara. Bahkan dalam beberapa kasus pembunuhan yang dilakukan terhadap ART-nya hanya divonis puluhan tahun penjara.
Di sisi lain, kemiskinan dan rendahnya pendidikan membuat seseorang tidak memiliki nilai tawar. Hal tersebut menambah potensi terjadinya kezaliman pekerja oleh pemberi kerja.
Faktanya masih banyak penduduk negeri ini yang hidup dalam kemiskinan dan pendidikan yang rendah, bahkan terjadi secara sistemik. Tak heran kalau pekerjaan sebagai ART diminati masyarakat negeri ini. Mereka rela dikirim sebagai TKW di negeri orang demi memenuhi kebutuhan hidup. Mereka menganggap pekerjaan ART lah cara sederhana untuk mendapatkan pekerjaan. Hanya mengandalkan kemampuan rumah tangga saja.
Selain gagal menjamin kesejahteraan rakyatnya, penerapan sistem demokrasi kapitalisme juga tidak mampu memberikan perlindungan pada ART. RUU P-PRT yang digadang-gadang mampu memberikan perlindungan hingga jaminan ketenagakerjaan terhadap ART selama 20 tahun lebih, belum disahkan juga. Kalaupun disahkan, negara dipastikan tidak akan mampu memberikan perlindungan hakiki. Mengingat pembuatan undang-undang dalam sistem demokrasi hanya formalitas, tidak menyentuh akar masalah.
Perlindungan pekerja seperti ART hanya akan terealisasi dalam penerapan aturan Islam kaffah, di bawah institusi Khilafah Islam. Islam memandang bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah. Hanya ketakwaan lah yang membedakannya. Islam memandang transaksi ijarah antara pekerja dan pemberi kerja adalah hubungan yang terikat dengan aturan Allah dan Rasul-Nya.
Paradigma ini akan membuat ART terhindar dari kezaliman. Dalam Islam, upah ditentukan berdasarkan manfaat yang diberikan pekerja pada pemberi kerja. Baik manfaat itu lebih besar atau lebih kecil daripada kebutuhan hidupnya. Penetapan upah merupakan kesepakatan antara pihak pekerja dan pemberi kerja di awal perjanjian supaya tidak ada yang merasa dirugikan.
Bukan hanya besaran upah, ketentuan jenis pekerjaan, waktu bekerja, tempat bekerja dan waktu pembayaran upah juga harus jelas dalam kesepakatan awal. Jenis pekerjaan dan lain-lain bukan sesuatu yang samar dan berpotensi memunculkan tindakan zalim.
Negara wajib turun tangan untuk menyelesaikan perselisihan antara pekerja dan pemberi kerja. Negara tidak boleh berpihak kepada salah satu pihak, akan tetapi negara harus menimbang dan menyelesaikan permasalahan kedua pihak secara adil, sesuai dengan ketentuan syariah Islam.
Jika dalam perjalanannya, ada salah satu pihak yang menganggap besarannya tidak sesuai dengan manfaat yang diberikan pekerja, maka kodi akan turun tangan dan mengembalikan besaran upah sesuai pendapat ahli ketenagakerjaan, yang disesuaikan dengan harga pasar tenaga kerja. Apalagi negara juga memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan bagi para pelaku kezaliman. Khilafah memiliki tanggung jawab menciptakan kesejahteraan seluruh rakyatnya, sebagimana sabda Rasulullah SAW ; "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya" (HR. al Bukhari). Wallahu A'lam Bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar