Harga Listrik Naik, Rakyat Makin Menjerit


Oleh : Nur Hidayati

Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin peribahasa ini adalah gambaran bagi rakyat Indonesia saat ini. Bagaimana tidak, saat harga sembako terus merayap ke atas, harga listrik pun ikut naik. Menurut hariankompas.com, PT PLN telah menetapkan tarif dasar listrik untuk bulan Maret 2024. Tarif listrik di bulan Maret ditetapkan bersamaan dengan pengumuman tarif listrik triwulan pertama pada bulan Januari-Maret 2024.

Disampaikan juga oleh Jisman P. Hutajulu bahwa pemerintah punya pertimbangan dalam menetapkan tarif dasar listrik di bulan Januari-Maret 2024. Kebijakan untuk tidak mengubah tarif listrik pada bulan Januari-Maret 2024 berlaku bagi 13 golongan pelanggan nonsubsidi dan 25 golongan pelanggan bersubsidi. Penetapan kenaikan tarif listrik ini sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM nomor 8 tahun 2023.

Tentu saja hal ini membuat rakyat semakin sengsara. Seharusnya listrik diberikan dengan harga murah, tetapi dalam sistem ekonomi kapitalisme yang digunakan saat ini, hal itu hanyalah isapan jempol belaka. Walaupun negeri ini kaya akan sumber daya alam, harga listrik terus meningkat, maka kekayaan SDA itu tak ada artinya. Sebab penerapan sistem ekonomi di negeri ini menggunakan sistem ekonomi kapitalisme yang melanggengkan adanya liberalisasi penguasaan SDA.

Negara kapitalisme adalah negara yang abai akan rakyatnya dan membiarkan rakyat berjuang sendiri untuk mempertahankan hidupnya. Maka ingatlah peringatan Allah dalam Al Qur'an surat Thaha ayat 124, "Dan barangsiapa berpaling dari peringatanKu, maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Ayat ini adalah gambaran kita saat ini, dimana banyak orang-orang yang enggan bahkan mengenyampingkan aturan-aturan Allah.

Rasulullah juga mengingatkan, "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al Bukhari). Jadi, kewajiban Negara lah yang menyediakan sumber energi listrik yang murah bahkan gratis untuk rakyatnya.

Dalam Islam, jika jumlah SDA tidak terbatas, maka kekayaan tersebut adalah milik rakyat dan hukumnya haram jika dimonopoli. Seperti sabda Rasulullah Saw, "Kaum muslim berserikat dalam 3 hal yaitu air, padang rumput, dan api dan harganya adalah haram." (HR. Ibnu Majah). Itulah konsep pengelolaan SDA menurut Islam, pihak yang bertanggung jawab adalah negara. Syariat membebankannya kepada negara sebagai wakil rakyat. Pengelolaan semua sumber energi listrik akan berada di bawah pengaturan negara. Mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pemurnian, pengolahan hingga menjadi barang yang siap didistribusikan.

Islam memiliki mekanisme yang wajib ditaati oleh semua kalangan. Ada 2 mekanisme distribusi dalam Islam. Pertama, distribusi secara langsung. Negara memberikan subsidi sumber energi secara gratis sehingga rakyat tak perlu merasakan penderitaan beban hidup akibat kenaikan listrik. Subsidi dalam Islam adalah bentuk pelayanan oleh negara dan hal ini tidaklah merupakan suatu beban bagi negara. 

Pasti, ketentuan ini sangat bertolakbelakang dengan konsep negara kapitalisme yang menganggap bantuan-bantuan yang diberikan adalah beban bagi negara. Islam membolehkan mengambil biaya distribusi. Biaya yang ditentukan adalah biaya produksi. Harganya tetap terjangkau. Negara boleh menjual listrik kepada industri dalam negeri dengan mengambil keuntungan minimum, dan keuntungan ini masuk ke Baitul mal. Negara juga diperbolehkan menjual sumber listrik, minyak, dan gas kepada negara lain dengan mengambil keuntungan maksimal dan keuntungan tersebut akan masuk ke Baitul mal.

Kedua, distribusi secara tidak langsung. Negara mengalokasikan keuntungan dari pos kepemilikan umum, membiayai semua fasilitas publik dan kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. Fasilitas publik seperti tol, jembatan, jalan raya, dan masjid dibangun dengan kualitas terbaik.

Beginilah ketika Islam mengatur tata kelola sumber energi listrik, rakyat akan mudah mendapatkan kebutuhan publiknya berupa energi listrik. Negara memiliki bargaining position dan power. Semua ini dapat terwujud jika kita mengambil Islam sebagai ideologi, secara praktis diterapkan dalam Daulah Khilafah.

Wallahu a'lam bishowab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar