Oleh : Nia amalia
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan Indonesia membutuhkan impor beras karena sulit untuk mencapai swasembada. Terlebih jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah dan mereka butuh beras.
"Yang kita harapkan adalah kita ini ingin tidak impor beras lagi, tapi itu dalam prakteknya sangat sulit karena produksinya gak mencapai karena setiap tahun. Kita bertambah yang harus diberikan makan," kata Jokowi di acara Pembinaan Petani Jawa Tengah, Di Banyumas, Selasa (2/1/2024)
Kemampuan swasembada pangan dicapai ketika Indonesia mampu mencukupi kebutuhan pangan sendiri. Bila Indonesia belum bisa mencapai swasembada, berarti masih mengandalkan import untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan kebutuhan beras Indonesia pada 2024 mencapai 31,2 juta ton. Ini berdasarkan prognosa neraca pangan nasional periode Januari hingga Desember 2024.
Jika mengacu pada angka konversi GKG ke beras yang ditetapkan BPS pada tahun 2018 lalu yang sebesar 64,02%, maka produksi beras nasional pada bulan Januari-Maret 2024 berturut-turut adalah 1,01 juta ton, naik ke 1,54 juta ton, dan melonjak ke 3,90 juta ton. Artinya, dengan estimasi konsumsi beras nasional secara bulanan sekitar 2,5 juta ton, Indonesia akan mengalami defisit pada bulan Januari-Februari, namun pada bulan Maret akan terjadi surplus.
Sementara untuk produksi beras Indonesia, menurut Hasil Kerangka Sampel Area (KSA) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Desember 2023 menunjukkan, produksi gabah pada bulan Januari akan mencapai sekitar 1,58 juta ton gabah kering giling (GKG), lalu naik ke 2,42 juta ton GKG pada bulan Februari.
Namun kenyataannya harga beras mulai naik sejak februari 2024. Lonjakan harga beras yang ugal-ugalan ini membuat bingung masyarakat. Kenaikan harga beras diduga karena adanya perubahan cuaca ekstrim di masyarakat. Kekeringan yang terjadi di beberapa tempat, menjadikan bergesernya musim tanam.
Koordinator Koalisi Kedaulatan Pangan (KRKP), Ayip Said Abdullah, sependapat. Hanya saja dia menilai ada faktor lain yang turut mengerek kenaikan harga beras yakni kebijakan pemerintah yang jor-joran menggelontorkan bantuan sosial (bansos) saat masa kampanye kemarin.
Menurut Hidayatullah dari fraksi PKS, faktor harga beras yang tinggi saat ini disebabkan dominasi pasar beras di dalam negeri dikuasai oleh sekelompok konglomerat, yang semestinya dikuasai oleh negara lewat Perum Bulog.
Kenaikan harga beras merupakan salah satu wujud krisis ekonomi yang berulang. Supply dan demand bukan satu-satunya penentu harga. Pembentuk harga, menurut Erwin Permana adalah adanya Paper Tradding. di pasar sekuritas. Faktor utama pembentuk paper trading adalah persepsi. Persepsi tentang geopolotik dan peristiwa-peristiwa ke depan sangat menentukan proses pembentukan harga. Dalam hal ini impor pangan dan energi bukanlah pilihan yang bijak untuk suatu negara yang ingin tumbuh kuat.
Import pangan menunjukkan Indonesia tidak cukup kuat dalam mencukupi kebutuhannya. Padahal sumber daya Alam Indonesia sangat mumpuni untuk menyokong kebutuhannya secara mandiri. Faktor yang menjadi penghalang swasembada pangan adalah sistem kapitalisme dengan berbagai jeratnya. Beras adalah komoditi yang mudah dikembangkan dalam kondisi se-ekstrem apapun di Indonesia. Asalkan ada support sistem yang mendukung. Pemerintah seharusnya mengalokasikan dana pengairan lebih banyak, sebagai antisipasi kemarau panjang, misalnya.
Masalah yang lebih besar dari itu adalah membuat sistem distribusi pangan yang bebas dari pengaruh kelompok tertentu. Jangan sampai beras dikuasai oleh sekelompok pemodal, sehingga rakyat kesulitan untuk membelinya. Lebih buruk lagi, fenomena menghilangnya komoditi tertentu di pasar, karena "disembunyikan" oknum tertentu untuk meraih keuntungan.
Khatimah
Penyelesaian masalah pangan harus diberi perhatian serius oleh pemerintah. Bukan hanya menguatkan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian saja. Pemotongan jalur distribusi sangat penting dilakukan. Pengusaha yang bermain dalam jalur distribusi kebutuhan pokok harus ditindak tegas. Hal ini semua harus dituangkan dalam perundang-undangan yang jelas. Pelanggaran terhadap undang-undang tersebut akan diberi sangsi yang tegas.
Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar