Tingginya Beban Hidup Mematikan Fitrah Keibuan


Oleh : Ayu Annisa Azzahro (Aktivis Dakwah Muslimah)

Tak sanggup membiayai hidup, seorang ibu di Bangka Belitung tega membunuh bayinya sendiri dengan menenggelamkannya ke dalam ember. Sungguh miris bukan? Rohwana, wanita berusia 38 tahun ini bekerja sebagai buruh. Setelah ditangkap polisi Rohwana atau sapaan akrabnya adalah Wana mengaku alasan dibalik pembunuhan tersebut adalah tidak menginginkan kelahiran bayi tersebut sebab tidak adanya biaya untuk membesarkannya.

Kronologi kejadiannya adalah Wana yang baru saja melahirkan kala itu di dalam toilet rumahnya, menceburkan bayinya ke dalam ember. Setelah dipastikan meninggal, Wana mengambil lalu membungkusnya dengan kain. Berikutnya, ia membuangnya di semak-semak dalam kebun milik warga sekitar.

"Ibu ini ada dua anaknya, semua sudah besar. Dan anak ketiga ini (korban) dibunuh karena alasannya faktor ekonomi. Dia tidak kehendaki anak itu," ujar AKP Deki Marizaldi selaku kasat Reskrim Polres Belitung.

Akibat perbuatannya, Rohwana dijerat Pasal 338 KUHP atau Pasal 305 KUHP Jo Pasal 306 Ayat 2 KUHP atau Pasal 308 KUHP.
Tingginya beban hidup telah mematikan fitrah keibuannya. Kasus ini merupakan puncak dari berbagai persoalan yang terjadi dalam kehidupan. Dari mulai jurang kemiskinan yang semakin melebar dan dalam. Bahan-bahan pokok yang kian naik membuat rakyat tak mampu untuk memenuhi bahan pokok kesehariannya. Adanya berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat membuat yang miskin semakin miskin serta yang kaya semakin kaya. 

Kesejahteraan semakin sulit dirasakan dikarenakan sistem sekulerisme kapitalisme ini hanya berpihak pada kepentingan segelintir orang saja, yaitu para pemilik modal dan justru abai dengan kondisi masyarakat. Membiarkan para investor asing bercokol di negeri kaya akan Sumber Daya Alam ini dan membuat berbagai kebijakan yang membebaskan mereka mengeruk SDA negeri khatulistiwa ini.

Tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi. Terkadang para suami yang bekerja dengan upah sedikit atau bahkan malas untuk bekerja memaksa para istri turut menjadi tulang punggung. Keluarga yang jauh dari agama membuat mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak benar. Jika ada masalah mereka lepas kontrol, emosi tidak terjaga, nafsu pun menjadi landasannya. sehingga menimbulkan kekerasan hingga pembunuhan. Ketimpangan sosial yang ada di tengah masyarakat seperti di atas, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin pun menjadi sebab. 

Kehancuran dalam keluarga juga akan berpengaruh terhadap kehancuran masyarakat. Rapuhnya tatanan masyarakat dipengaruhi oleh rapuhnya institusi-institusi keluarga di dalamnya. 

Kepedulian antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya amat lemah. Karena hidup dibawah naungan kapitalisme ini membuat mereka berpikiran menjadi manusia-manusia yang memiliki pemahaman individualisme. Yang artinya adalah hanya peduli dengan urusan pribadi semata, tidak dengan urusan tetangganya.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya, "Dari Abdullah bin Amr ra, bahwa Nabi Saw bersabda, "Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang paling baik kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah mereka yang paling baik kepada tetangganya." (HR at-Tirmidzi).

Dari hadist ini memahamkan kepada kita untuk saling peduli dengan sesama tetangga atau dalam bermasyarakat. Sayangnya hal itu tidak akan terjadi ketika hidup dengan standar sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Faktor utama dari beberapa faktor di atas adalah lemahnya iman sebab pemisahan agama tadi dari kehidupan. Standarnya dalam berbuat tidak lain demi memuaskan nafsu semata, demi mendapatkan materi saja.

Keimanan seseorang tentu akan berpengaruh terhadap perbuatannya. Keimanannya yang lemah, tidak mengetahui mana tindakan yang benar dan mana pula yang salah menjadikan mereka berbuat sesukanya. 

Negara di dalam islam akan menjamin keimanan yang kokoh sehingga membentuk fungsi keluarga yang benar dan tentu hal itu akan membentuk masyarakat yang peduli akan sesama. Masyarakat tidak akan diam ketika mendapati saudaranya dalam keadaan kelaparan, lemah, tak berdaya, tertindas hingga terdzalimi.

Islam mewajibkan menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui berbagai mekanisme baik dengan jalur penafkahan. Negara akan membuka lapangan pekerjaan bagi para laki-laki yang bertugas menafkahi keluarga. Menjamin kebutuhan sandang, pangan dan papan yang dapat dijangkau oleh rakyat sehingga mereka tidak terbebani dengan harga kebutuhan yang mahal. Kalau pun suami sudah meninggal lalu istri dan anak tidak punya sanak keluarga yang mampu menafkahinya maka, negara akan menjamin terpenuhinya kehidupan mereka. 

Kebijakan-kebijakan yang tidak akan berpihak pada segelintir orang saja mampu diterapkan dikarenakan negara dalam islam memahami betul sistem politik yang dimana memiliki arti peri'ayahan atau mengurusi umat. 

Demikianlah islam telah mengatur dengan rinci bagaimana cara agar fungsi keluarga tetap terjaga dan masyarakat aman sentosa. Fitrah keibuan pun tak terelakan lagi. Para ibu akan merasa tenang untuk membesarkan anak-anaknya. Oleh karena itu di bawah naungan sistem islam semuanya akan terjamin dari mulai meringankan beban orangtua, menyediakan pendidikan yang islami, menjamin sandang, pangan dan papan terpenuhi serta membentuk masyarakat yang peduli. 

Mari sama-sama kita bergandeng tangan bersama demi mengembalikan tegaknya aturan islam di tengah-tengah masyarakat sehingga tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan yang hakiki.

Wallahu a'alam bishowwab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar