UMKM sebagai Debitur Bank, Cara Licik Penjerat Utang


Oleh : Lisa Izzate

Rabu, 6 Maret 2024 lalu PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali mulai meluncurkan salah satu programnya yaitu Kredit Pembiayaan Sektor Prioritas Pertanian (KPSP) dan Kredit Modal bagi UMKM Disabilitas Bali Nadi Jayanti. Acara tersebut bertempat di Gedung Mendopo Kesari Negara, Kabupaten Jembrana. Program tersebut tentu disambut baik oleh Bupati Jembrana, I Nengah Tamba, karena dipercaya akan mampu mendongkrak usaha rakyat di bidang pertanian dan UMKM.

Program tersebut juga dinilai sebagai bentuk kepedulian dan perhatian BPD terhadap usaha rakyat untuk turut menyambut Jembrana Emas tahun 2026 mendatang.

Sampai dengan saat ini, BPD telah mampu mengumpulkan dan menyalurkan kredit sebanyak 560 rekening dengan nominal Rp74,9 miliar atau 5,57% dari keseluruhan penyaluran kredit di Bank BPD Bali Cabang Jembrana, terkhusus pada Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan di wilayah Kabupaten Jembrana.

Di negara yang mengadopsi kapitalisme, sudah menjadi sebuah kewajaran untuk memberikan bantuan berupa kredit pinjaman modal kepada masyarakat tentunya dengan bunga pinjaman yang telah ditentukan. Maka masyarakat yang telah memenuhi persyaratan pinjaman akan mendapatkan pinjaman tersebut dan berkewajiban untuk mengembalikannya berikut bunganya sesuai dengan kesepakatan yang berlaku. 

Namun dengan kesepakatan ini banyak juga dari debitur yang akhirnya terlilit utang karena tidak mampu mengembalikan dana tersebut. Entah karena usaha yang dikelolanya kurang berhasil ataupun karena tekanan biaya kehidupan yang terlalu tinggi. Alhasil, bukannya tertolong malah menambah beban baru bagi masyarakat.

Di dalam Islam, pinjaman dengan bunga termasuk dalam kategori riba, maka hal tersebut dilarang dan diharamkan.

Allah berfirman di dalam surat Al Baqoroh ayat 275: "Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya."

Maka jelaslah suatu Negara yang menerapkan aturan Islam atau yang biasa kita kenal dengan negara Khilafah tidak akan pernah memberikan bantuan modal dengan berbasis riba. Di dalam negara Khilafah, pemimpin adalah pelayan umat. 

Rasulullah SAW bersabda, ‘Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.’ (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim). 

Maka dalam hal ini negara Khilafah akan membantu permodalan yang dibutuhkan masyarakat secara cuma-cuma tanpa mewajibkan untuk mengembalikan modal tersebut. Bahkan negara Khilafah menjamin setiap laki-laki sebagai pencari nafkah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mampu bertanggung jawab terhadap keluarga yang dinafkahinya.

Allahualam bi shawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar