Beban Pajak THR Pegawai Swasta


Oleh : Elly Waluyo (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Sistem kapitalis mengambil sumber pendapatan dari pajak, sehingga bukanlah hal aneh jika segala aspek yang berhubungan dengan uang dalam negeri bersistem kapitalis ditarik pajak. Sistem yang memandang kesuksesan dari materi ini tak akan mau mengeksplor sumber daya alamnya maupun sumber daya manusianya untuk meningkatkan kesejahteraan negerinya dan lebih memilih menyerahkan pengelolaan ekonominya pada para kapital.

Pemerintah telah memberlakukan pajak pada tunjangan hari raya (THR) milik pekerja swasta sebagai pajak penghasilan (PPH) sesuai pasal 21 sejak 1 Januari 2024. Pajak yang dipotongkan langsung oleh perusahaan dan kemudian disetorkan ke kas negara ini dengan menggunakan mekanisme tarif efektif rata-rata (TER). TER terdiri dari tarif efektif bulanan dan harian. Tarif efektif bulanan dikenakan pada pegawai tetap berdasarkan pada besaran penghasilan tidak kena pajak disesuaikan dengan status perkawinan dan jumlah tanggungan wajib pajak di tahun awal pajak sedangkan tarif efektif harian dikenakan bagi pegawai tidak tetap. (https://www.detik.com : 28 Maret 2024)

Kabar potongan pajak tersebut menimbulkan keluhan di masyarakat. Mereka mengeluhkan jumlah gaji dan THR yang tidak seberapa namun masih dikenai pajak. Hal tersebut dikeluhkan oleh pekerja swasta karena pemotongan pajak melalui mekanisme baru TER tersebut dinilai terlalu besar. Karena dengan metode ini selain menjumlahkan gaji dan THR yang didapat, juga dikalikan dengan tarif yang tertera di label TER. (https://tirto.id : 28 Maret 2024)

Metode TER tidak diterapkan di bulan Desember, karena perusahaan-perusahaan melakukan pemotongan pajak menggunakan metode lama dalam menghitung jumlah pajak penghasilan (PPh) selama setahun yang wajib dibayarkan, dan kemudian hasilnya dikurangi jumlah pajak terpotong dengan metode TER dari Januari hingga November. Dan bila angkanya minus pada PPH Desember sebagai hasil pengurangan terakhir, maka perusahaan harus segera mengembalikannya pada karyawan. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dwi Astuti menyatakan bahwa pada akhirnya beban pajak komulatif individu akan tetap sama dalam setahun. Hal itu berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 58/2023 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 168/2023 yang mendasari penerapan metode TER. Reaksi negatif akan pemotongan pajak dengan metode TER tersebut menurut Fajry Akbar selaku pengamat pajak dan manajer riset Center for Indonesia Taxation (CITA) adalah karena kurang komunikatifnya pemerintah. Namun pihaknya juga mempertanyakan kegunaan perubahan skema jika berakhir beban pajak yang sama setahunnya meski pemerintah mengaku berulangkali mengatakan bahwa Skema TER diterapkan untuk mempermudah perhitungan PPh pasal 21. (https://www.bbc.com : 29 Maret 2024)

Pemotongan pajak dalam negara bersistem kufur kapitalis merupakan hal yang wajar karena memang dari pajaklah sumber pendapatannya. Oleh karenanya sistem ini merupakan sistem yang bathil, berbahaya dan zalim jika diterapkan. Sistem yang hanya mementingkan keuntungan materi tersebut telah menjadikan negara pengusungnya sebagai pemalak terhadap rakyatnya sendiri bukan sebagai pelayan, sehingga tak mengherankan jika banyak didapati kebijakan-kebijakan yang melegalkan pemungutan pajak.

Berbeda halnya dengan negara penerap sistem Islam. Keuangan dalam sistem Islam diatur oleh baitul maal dengan sumber pendapatan sangat besar dan mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sumber pendapatan yang dibagi dalam tiga pos yakni pos kepemilikan umum dimana sumber pendapatannya merupakan pemasukan tetap negara yang berasal dari ghanimah, fa’i, kharaj, jizyah, usyur, rhikaz, ghulul, dan sejenisnya.

Sedangkan Pos kepemilikan umum, sumber pendapatannya berasal dari pengelolaan sumber daya alam dan pos zakat, sumber pendapatannya berasal kaum muslimin yaitu dari zakat fitrah, zakat maal, wakaf, infaq, dan shadaqah. Dalam Islam terdapat juga mekanisme pajak yang disebut dengan dharibah. Namun mekanismenya berbeda jauh dengan mekanisme pemungutan pajak dalam sistem kapitalis. Dharibah  bersifat tidak tetap yakni ketika kas baitul maal dalam kondisi menipis atau kosong, sedangkan negara harus memenuhi kebutuhan rakyat. Namun ketika kas baitul maal sudah mencukupi maka pajak tersebut dihentikan.

Pemungutan dharibah dibebankan pada kaum muslim yang memiliki kelebihan harta, kebutuhan dirinya dan keluarganya sudah tercukupi secara makruf. Negara memberikan jaminan secara tidak langsung dengan kemudahan lapangan pekerjaan pada laki-laki agar dapat memenuhi kebutuhan terkait sandang, pangan dan papan, selain itu negara juga memberikan jaminan secara langsung berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan yang dapat diakses dengan mutu terbaik, mudah bahkan gratis. 

Demikian gambaran sistem Islam dalam mengatur sumber pemasukan negara dan jaminan kesejahteraan bagi rakyatnya.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar