Binwin Bukan Solusi Tuntas Mengentaskan Kemiskinan dan Stunting


Oleh : Desvita Ayu (Aktivis Muslimah)

Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama atau Kemenag No. 2 Tahun 2024 tentang Bimbingan Perkawinan bagi Calon Pengantin. Kemenag akan mewajibkan bimbingan perkawinan sebagai syarat bagi calon pengantin untuk melangsungkan pernikahan. 

Bagi calon pengantin yang tidak mengikuti bimbingan perkawinan tidak akan bisa mencetak buku nikahnya hingga mengikuti bimbingan terlebih dahulu. 

Kasubdit Bina Keluarga Sakinah, Agus Suryo Suripto mengatakan, "Bimbingan perkawinan akan menjadi kewajiban tanpa pengecualian bagi calon pengantin. Hal ini merupakan salah satu upaya menurunkan stunting dan meningkatkan kesejahteraan keluarga." (tempo.co, 15-4-2024)

Jika melihat fakta, stunting dan kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor, baik secara individual maupun sistemik. Apalagi sedari kemerdekaannya masalah kemiskinan makin hari makin memprihatinkan. Padahal, berbagai upaya telah dilakukan, tetapi nihil dari keberhasilan.

Kemiskinan sendiri tidak akan pernah terselesaikan dalam sistem hari ini, yaitu sistem ekonomi kapitalisme. Memusatkan materi sebagai yang utama daripada agama. Lahirnya sistem ini adalah dari buah tangan manusia. 

Setidaknya ada dua kelemahan yang menjadi permasalahan fundamental penyebab sistem ekonomi kapitalisme tidak bisa menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan stunting. 

Pertama, adanya kebebasan kepemilikan. Sistem ini meliberalisasi seluruh sumber daya, termasuk sumber daya yang menjadi hajat hidup masyarakat. Misalnya, barang tambang batu bara mayoritas dikuasai swasta. Padahal, batu bara sebagai bahan bakar sangatlah diperlukan bagi terpenuhinya kebutuhan hidup manusia. Akhirnya, tarif listrik menjadi mahal karena sebagian besar pembangkit listrik menggunakan bahan bakar batu bara. Jika sudah terkait swasta, orientasinya ada pada keuntungan perusahaan, bukan lagi pada terpenuhinya kebutuhan rakyat.

Selain itu, sebenarnya masih ada banyak yang tidak disebutkan di atas, yang seharusnya menjadi kepemilikan publik, namun telah dikuasai oleh swasta. Nyatanya, sistem kapitalisme juga menjadikan kekayaan terkonsentrasi pada segelintir elite saja. 

Mayoritas rakyat yang tidak memiliki kekuatan secara ekonomi akan tersendat kebutuhan hidupnya. Inilah sebab listrik, air, pangan, kesehatan, pendidikan, dan seluruh kebutuhan hidup menjadi sulit diakses rakyat secara merata dan adil. 

Kedua, negara korporatokrasi. Jika kita menelaah, banyaknya program yang dipetujukan untuk mengentaskan kemiskinan selalu saja menggandeng para agen swasta. Pemerintah hanya bertugas sebagai regulator, alias menetapkan kebijakan agar swasta dan rakyat mendapatkan maslahat bersama. Negara korporatokrasi hanya akan menghasilkan kebijakan yang mengarah pada kemaslahatan pengusaha, namun hanya setengah hati mengarah kepada rakyat.

Jadi jelas, sumber masalah utama terjadinya stunting bukan hanya masalah di invidu setiap keluarga atau pasangan pengantin yang hendak menikah, namun stunting merupakan persoalan sistemik yang disebabkan dari sistemnya sendiri, sehingga muncullah problem yang mengajar dari kemiskinan menuju stunting atau kurangnya gizi pada anak.

Walhasil, untuk bisa menyelesaikan masalah kemiskinan dan stunting harus adanya sistem ekonomi alternatif. Tentu, sistem ekonomi Islamlah yang bisa mengentaskan kemiskinan dan masalah stunting tersebab dua poin penting. 

Pertama, pembatasan aturan kepemilikan. Aturan ini mampu mencegah kemiskinan secara permanen sebab yang menjadi hak banyak orang terlarang dikuasai individu, sekalipun ia mampu membelinya. 

Kedua, peran negara begitu sentral dalam distribusi kekayaan. Negara wajib menjamin seluruh kebutuhan dasar umatnya. Negara akan benar-benar mensensus warganya, memastikan para kepala keluarga bisa menafkahi keluarganya, sekaligus menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar