DBD Mewabah, Masyarakat Kudu Waspada


Oleh: Eliyanti

Setelah kita lewati kemarau panjang, maka tibalah musim hujan. Musim hujan ini adalah sebuah rahmat yang turun dari langit untuk semua mahluk, seperti kata RA. Kartini dalam bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Begitupun dengan musim yang silih berganti, setelah musim gugur akan datang musim semi.

Namun curah hujan yang tinggi dan kelembaban akan menambah perkembangbiakan nyamuk karena banyaknya genangan air yang memicu perkembangan nyamuk. Dengan begitu, perkembangbiakan nyamuk semakin pesat. Padahal nyamuk adalah salah satu binatang yang menjadi sumber penularan penyakit (DBD) yang berbahaya bahkan bisa berujung kematian. Fakta inilah yang membuat masyarakat sangat khawatir. 

Seperti kasus DBD yang melanda Bali, dari sorotan Tribun-Bali.com menunjukkan maraknya kasus DBD yang terjadi di Bali kian hari kian bertambah hingga menimpa salah satu wanita wisatawan asing asal Australia, yang terdiagnosis demam berdarah dalam 10 hari kunjungannya ke Bali. Nah ini akan semakin menambah kekhawatiran masyarakat, pasalnya kasus DBD ini tidak hanya menimpa Bali saja, tetapi beberapa wilayah di Indonesia juga yang mengakibatkan banyaknya korban berjatuhan. 

Ini membuktikan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani penyakit ini, karena pengendalian penyakit tersebut tidak bisa diserahkan kepada masyarakat semata, akan tetapi dibutuhkan peran negara untuk melakukan pencegahan secara terstruktur dan terpadu untuk memutus rantai penyebaran. Begitu pula dengan upaya penanganan (kuratif) harus dilakukan sebaik mungkin saat kasus DBD ditemukan pertama kali untuk meminimalisir bahaya pada yang terinfeksi.


Oleh karena itu, upaya penanggulangan harusnya difokuskan pada kegiatan pemberantasan sarang nyamuk, penyelidikan epidemologi, fogging, dan penanganan penderita DBD. Hanya saja, berjalannya pemerintahan yang berasaskan kapitalisme membuat sulit terwujudnya penanganan terbaik dan tuntas. Karena sistem kapitalisme menciptakan masyarakat miskin secara sistemik, karena kemiskinan menjadi salah satu faktor sulitnya pemberantasan DBD. Kemiskinan menyebabkan masyarakat sulit memiliki tempat tinggal yang bersih dan sehat, terlebih lagi kemiskinan mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi untuk menunjang daya tahan tubuhnya. Meskipun ada upaya dari pemerintah untuk mencegah penyebaran DBD, namun upaya tersebut tidak menyentuh akar persoalan.

Kondisi berbeda akan kita temukan dalam negara yang menerapkan sistem Islam Kaffah di bawah insitusi Khilafah. Aturan yang akan diterapkan di negeri ini adalah aturan terbaik karena berasal dari Allah Subhanahu wa taala. Salah satu kesempurnaan Islam bisa dilihat dari pengaturannya dalam seluruh aspek kehidupan. Karena kesehatan adalah salah satu aspek vital. 

Rasulullah bersabda, "Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya." (HR. Al -Bukhari). Oleh karena itu, Khilafah memandang kesehatan sebagai tanggung jawab bukan ladang bisnis. Negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan kesehatan seluruh rakyatnya tanpa terkecuali. Jaminan kesejahteraan masyarakat juga akan mencegah penularan penyakit ini. Negara akan membangun sarana dan prasarana perkotaan hingga terwujud lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini karena Islam mewajibkan negara untuk menjamin fasilitas pelayanan kesehatan untuk publik tanpa pungutan biaya. Inilah sedikit gambaran saat sistem Islam diterapkan secara kaffah.
 
Wallahu alam Bishawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar