Hukum Sekuler Memberikan Efek Jera Pada Pelaku Kejahatan?


Oleh : Siti Rohmah, S. Ak (Pemerhati Kebijakan Publik)

Setiap tahun narapidana di Indonesia mempunyai hak mendapatkan remisi. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan Remisi Khusus (RK) bagi narapidana dan Pengurangan Masa Pidana (PMP) Khusus bagi Anak Binaan yang beragama Islam.

Pada Lebaran 2024 ini total penerima RK dan PMP khusus berjumlah 159.557 orang. Secara rinci, sebanyak 158.343 narapidana menerima Remisi Khusus. Jumlah total RK I (pengurangan sebagian) 157.366 sedangkan yang mendapatkan RK II (langsung bebas) sebanyak 977. Sementara itu, sebanyak 1.214 anak Binaan mendapatkan PMP Khusus dengan rincian 1.195 orang mendapat PMP I (pengurangan sebagian) dan 19 orang mendapat PMP II (langsung bebas). (Tirto.id, (10-01-2024)).

Di sisi lain, mantan ketua DPR RI Setya Novanto terpidana kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik e-KTP pada IdulFitri 1445 Hijriah atau lebaran tahun ini kembali mendapatkan remisi. Tidak hanya Setya Novanto yang mendapat diskon masa tahanan, sebanyak 240 narapidana lainnya di Lembaga  Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, mendapatkan remisi lebaran. (Tempo.com, (14-04-2024)).


Sistem Sanksi Tidak Menjerakan

Remisi pada momen tertentu menunjukkan sistem sanksi yang tidak menjerakan. Bertambahnya kejahatan dengan bentuk yang makin beragam menjadi bukti tidak adanya efek jera. Hal ini akan berakibat hilangnya rasa takut sehingga melakukan kejahatan lebih besar. Fakta menunjukkan setiap tahun pelaku kriminalitas makin meningkat, bahkan ada pelaku yang berulang kali keluar masuk sel tahanan.

Di sisi lain banyaknya  para koruptor yang kian hari makin menjamur di kalangan pejabat negara, mulai dari jajaran daerah sampai pemerintah pusat. Tidak heran, pelaku kejahatan dan koruptor makin merajalela saat ini. Hal ini disebabkan karena hukum yang ditetapkan tidak memberikan efek jera. Begitulah ketika sistem hukum yang ditetapkan bukan bersumber dari hukum Allah. 

Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini membuat setiap individu hanya memikirkan keuntungan, selain itu sistem ekonomi yang diterapkan membuat orang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehingga melakukan kejahatan. Begitu pula hukum yang berlaku, sistem pidana yang dijadikan rujukan tidak baku, mudah berubah, karena aturan manusia, dan mudah disalahgunakan.

 
Hukum Islam Harus Diterapkan

Kesejahteraan masyarakat dalam naungan Khilafah dijamin oleh negara, baik jaminan langsung maupun tidak langsung.  Hal ini akan mengurangi faktor risiko terjadinya kejahatan. Demikian pula sistem pendidikan Islam mampu mencetak individu yang beriman sehingga jauh dari  kemaksiatan. Dengan penanaman akidah yang kuat setiap individu akan sadar dan takut untuk melakukan kejahatan, begitupun dengan para pejabat sangat minim untuk melakukan korupsi.

Islam memiliki sistem sanksi yang khas, tegas dan menjerakan, yang berfungsi sebagai jawabir dan zawajir ketika diterapkan dalam kehidupan. Di saat ada pelaku kejahatan maka negara akan memberikan sanksi yang tegas, adil dan memberikan efek jera. Pelaku kejahatan akan ditahzir sesuai apa yang dilakukannya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَ لَـكُمْ فِى الْقِصَا صِ حَيٰوةٌ يّٰۤـاُولِى الْاَ لْبَا بِ لَعَلَّکُمْ تَتَّقُوْنَ
"Dan dalam qisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah : 179)

Pejabat yang melakukan korupsi dana umat tentu akan dihukumi dengan hukum yang tegas, yaitu hudud. Alhasil pejabat yang lain akan takut untuk mencoba mengikuti pejabat yang korup. Dengan demikian, minim sekali akan ada pelaku kejahatan yang berulang kali melanggar hukum syara. Maka, hanya dengan hukum Allah yang diterapkan di muka bumi ini segala permasalahan akan teratasi. Allahu a'alam bisshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar