Kekerasan Pada Anak Meningkat, Gagalnya Negara dalam Perlindungannya


Oleh : Halimatus Sa'diah S.Pd

Seakan tidak ada habisnya kasus kekerasan kembali lagi meningkat, di tengah kondisi masyarakat saat ini dengan keadaan yang sangat memprihatinkan dengan kehidupan yang sulit dan terhimpit beban ekonomi yang semakin hari semakin tidak mudah. Terlebih kepada anak sebagai generasi penerus peradaban dan perempuan.

Dilansir dari kaltimtoday.co(27/03/2024), Kasus kekerasan di Kalimantan Timur (Kaltim) menunjukkan tren peningkatan yang memprihatinkan dalam lima tahun terakhir. Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), terjadi lonjakan kasus hingga 77% dari 623 kasus di tahun 2019 menjadi 1.108 kasus di tahun 2023. Berdasarkan data Februari 2024, Kota Samarinda menjadi wilayah dengan kasus kekerasan terbanyak, yakni mencapai 57 kasus. Dari total 196 korban, mayoritas adalah perempuan, dengan 127 anak-anak dan 69 orang dewasa.

Analisis data menunjukkan bahwa 38,8% (83 orang) mengalami kekerasan seksual, 30,8% (66 orang) mengalami kekerasan fisik, dan 15,4% (33 orang) mengalami kekerasan psikis. Mirisnya, 70 kasus kekerasan terjadi di dalam rumah tangga. Kota Samarinda kembali menjadi wilayah dengan kasus KDRT terbanyak, dengan 18 kasus dan 21 korban.

Berdasarkan hubungan dengan korban, pacar/teman menjadi pelaku terbanyak dengan 33 orang. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi permasalahan ini, di antaranya dengan membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Puspaga berfokus pada pemberian layanan edukasi dan konseling bagi anak, orang tua, dan wali, sedangkan UPTD PPA menangani kasus-kasus kekerasan, diskriminasi, dan permasalahan lainnya yang dihadapi perempuan dan anak. Upaya pemerintah perlu diiringi dengan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk aparat penegak hukum, organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat luas. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan juga menjadi kunci utama dalam menekan angka kasus ini.

Keluarga memang memiliki peran inti dalam mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual anak. Namun,  pencegahan ini sejatinya tidaklah cukup hanya dari keluarga, tetapi butuh peran nyata negara dan masyarakat. Apalagi persoalan yang mendasar adalah diterapkannya sistem rusak kapitalisme sekuler yang jelas-jelas membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak.

Sistem kapitalisme sekuler tidak mengenal halal dan haram apalagi pahala dan siksa, yang ada adalah melihat peluang untuk mendapatkan materi dan kesenangan. Dari sini keluarga terkhusus orang tua akan menjadi minim memiliki pemahaman akan agama apalagi untuk mengajarkan agama pada anak-anaknya karena tersibukkan bekerja untuk mengejar materi semata. Baik untuk memenuhi kebutuhan hidup karena memang sulitnya perekonomian keluarga ataupun hanya untuk memenuhi gaya hidup. 

Kondisi ini memang tercipta secara alami , dimana kapitalisme melahirkan banyak pemahaman yang rusak, seperti liberalisme dan hedonisme. Dari sisi ekonomi liberalisme menjadikan Sumber Daya Alam (SDA) mampu dengan bebasnya dikuasai asing dan swasta sedang rakyat sebagai pemilik malah justru tidak mendapatkan apa-apa serta tidak mampu menuntut apapun. 

Selanjutnya, hedonisme akan menyesatkan para orang tua untuk hanya fokus pada pemberian materi belaka pada anak. Di sistem ini mereka digiring bahwa pemberian dan penjagaan anak yang terbaik adalah dengan memberikan dan menyiapkan materi sebanyak-banyaknya bagi mereka. Hingga masa depan dan cita-cita mereka akan tercapai. Tentu masa depan dan cita-cita ini tidak lepas dari standar  materi juga. 

Begitu pula pemikiran masyarakat yang diracuni dengan tayangan-tayangan porno, pergaulan bebas dan permisif yang menormalisasi perzinaan. Menjadikan perbuatan zina dan maksiat tampak subur ditengah-tengah masyarakat yang tentu merambah dan merusak dunia remaja dan anak-anak.

Selanjutnya, sistem saksi yang dijalankan oleh negara pun tidak tegas. Tidak sedikit korban kekerasan seksual yang tidak mendapatkan keadilan yang sesuai ataupun jaminan keamanan akan identitasnya. Yang ada justru aib mereka akan terbuka di khalayak umum. Tentu hal ini akan menambah beban hidup dan trauma yang mendalam bagi anak.

Tak dapat dipungkiri berbagai faktor penyebab maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini, akibat kegagalan sistem kapitalisme sekuler. Telah tampak kerusakan dan kegagalan sistem buatan manusia ini di segala lini kehidupan, kita butuh sistem kehidupan lain yang lebih melindungi, mengayomi dan meminimalkan bahkan menihilkan kasus kekerasan, khususnya terhadap perempuan dan anak. 

Berbeda dengan sistem Islam, Di dalam pandangan Islam anak adalah bagian dari masyarakat yang harus dipenuhi segala haknya secara utuh. Sebab Islam memandang negara adalah pengatur urusan seluruh rakyat termasuk anak dan perempuan. Rasulullah saw bersabda: “Imam/khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan solusi untuk menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, yaitu:

Pertama, menanamkan akidah Islam yang kuat terhadap masyarakat Islam, dengan menerapkan kurikulum Islam dalam setiap jenjang pendidikan, sehingga terbangun kepribadian Islam. Sehingga seorang laki-laki mengetahui hak dan kewajibannya. Dan juga mampu memperlakukan orang lain dengan baik termasuk terhadap perempuan dan anak, karena itu bagian dari kebaikan Islam seseorang.

Kedua, Islam mewajibkan aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar yaitu saling menasehati pada kebaikan dan mencegah pada kemungkaran di tengah-tengah masyarakat. Hal ini akan menumbuhkan kesadaran untuk saling kontrol satu sama lain di dalam kehidupan masyarakat.

Ketiga, negara mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dengan memberlakukan sistem pergaulan Islami, yaitu menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan. Tidak dibolehkan interaksi non-mahrom kecuali pada empat hal, yaitu pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan persaksian. Bagi wanita muslimah wajib mengenakan pakaian syar’i ketika keluar rumah. Bagi laki-laki dan perempuan, wajib menundukkan pandangan dari hal-hal yang diharamkan oleh Islam.

Keempat, negara menjadi pelindung perempuan dan anak, melindungi dengan menerapkan aturan yang tegas kepada pelaku kejahatan seksual. Pelaku mendapatkan hukuman sesuai dengan kadar kejahatannya untuk menimbulkan efek jera.

Begitulah Islam memberikan perlindungan hakiki kepada anak dan perempuan. Dengan pengaturan dan penerapan Islam secara keseluruhan, perlindungan terhadap anak bukanlah mimpi yang sulit untuk diwujudkan. Bahkan anak dan perempuan akan merasakan keamanan dan kesejahteraan yang sesungguhnya saat hidup di bawah naungan Islam. Sudah saatnya kita meninggalkan sistem yang rusak ini kepada sistem yang akan membawa keberkahan dan keselamatan bagi seluruh alam yaitu Sistem Islam.

Wallahu a’lam bish shawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar