Minoritas yang Selalu Disalahkan


Oleh: Maryam Aprilia

Bali, pulau Dewata pulau yang indah dengan beranekaragam budaya dan adat istiadatnya. Bali juga memiliki banyak pantai yang indah. Inilah salah satu alasan turis-turis asing maupun domestik memilih pulau Bali sebagai destinasi liburannya.

Di Bali mayoritas penduduknya beragama Hindu. Muslim di Bali sekitar 40 persen dan merupakan minoritas di pulau ini. Banyak aturan-aturan yang sekiranya dapat mengusik akidah kita sebagai seorang muslim di Bali. Diantaranya, di dunia pendidikan.

Di sekolah-sekolah umum, setiap hari Kamis para siswa dan siswi diharuskan mengenakan pakaian adat Hindu yang tentu saja hal ini bertentangan dengan akidah kita sebagai seorang muslim. Seperti sabda Rasulullah Saw "Barangsiapa mengikuti suatu kaum maka ia termasuk bagian dari kaum tersebut".

Bahkan ada seorang pejabat di Bali yang pernyataannya selalu menentang muslim di Bali. Mulai dari pernyataan tentang keberadaan olahan babi di sekolah-sekolah umum sampai larangan berhijab di instansi pemerintahan. Suara mayoritas apalagi seorang pejabat pasti selalu dibenarkan walaupun jelas-jelas hal itu salah. Tetapi, giliran kaum minoritas yang membuka suara tak ada yang pernah benar malah dibilang intoleran. Inikah yang disebut toleransi penduduk Bali yang selalu digembar-gemborkan jika di Bali toleransinya tinggi?

Tak hanya itu, Nyepi tahun ini bersamaan dengan awal Ramadhan. Masyarakat muslim dianjurkan untuk menjalankan ibadah sholat tarawih di rumah saja. Padahal, ketika siang hari di bulan Ramadhan masyarakat non muslim bebas makan dan minum di tempat umum tanpa menghiraukan apakah itu di tempat warga muslim ataukah non muslim. 

Di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, bentuk toleransi sangatlah tegas. Tidak hanya sebatas kami dan kalian. Khalifah Umar bin Khattab bahkan menghadirkan sikap demokratis dengan menerima perjanjian damai dari kaum non muslim di Yerusalem. Umar tidak mau membisukan kaum minoritas yang pada saat itu yang beragama Nasrani. Umar bin Khattab menghormati kebebasan beragama di Yerusalem. Antar muslim dan non muslim hidup berdampingan dengan damai.

Islam tak pernah membedakan hak-hak warganya, baik muslim maupun non muslim mereka mendapatkan perlakuan yang sama. Masyarakat diberikan kebebasan untuk melakukan kegiatan keagamaannya selama itu dilaksanakan di ranah mereka sendiri bukan ditempat umum. Tentu saja hal ini berbanding terbalik dengan apa yang kita rasakan di Bali saat ini. Ritual keagamaan kaum mayoritas bebas dilaksanakan dimanapun dan kapanpun mereka mau. Sementara agama minoritas selalu akan diawasi dan dibatasi ruang geraknya.

Wallahu a'lam bishowab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar