Oleh : Ulianafia (Ummu Taqiyuddin)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto menyatakan, pihaknya bakal membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menangani permasalahan pornografi secara online yang membuat anak-anak di bawah umur menjadi korban.
Permasalahan ini sangat serius, korbannya dari disabilitas anak-anak SD, SMP, dan SMA bahkan PAUD jadi korban," kata Hadi (nasional.sindonews, 28/4/2024)
Selanjutnya kalau kita lihat dari laporan yang dihimpun dari National Centre for Missing Exploited Children bahwa temuan konten kasus pornografi anak di Indonesia selama 4 tahun sebanyak 5.566.015 juta kasus. Indonesia masuk peringkat empat secara internasional dan peringkat dua dalam regional ASEAN.
Akar Masalah
Sungguh suatu kondisi yang mengerikan, pornografi yang biasanya nampak dilakukan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan semata, ternyata telah bermetamorfosa menjadi jalan untuk menghasilkan uang dan bahkan nampak terbudayakan.
Tentu ini bukan lagi masalah ada satgas atau tidaknya melainkan ada akar yang lebih menghujam kuat sehingga nampak pornografi seperti banjir yang tidak bisa dibendung. Kalau mau jujur sebagimana sistem demokrasi kapitalis sekuler yang diterapkan di negeri inilah yang membuat orientasi pada kemaksiatan berkembang subur.
Demokrasi yang menjadikan kedaulatan ditangan rakyat yang diwakilkan pada wakil rakyat (DPR), inilah yang menjadikan seluruh hukum ditentukan oleh wakil rakyat (manusia). Sehingga, nampak halal-haram pun masih diperdebatkan dalam arti Tuhan tidak berhak menentukan aturan kehidupan. Yang ujung-ujungnya agama dinafikan dari kehidupan (sekuler).
Akhirnya tiada berbeda dengan aturan-aturan yang lahir darinya termasuk saksi dalam pencegahan tindak pornografi dan kriminalitas lainnya adalah lemah dan tidak memberikan efek jera. Sebab, semua kebijakan dalam perdebatan manusia yang tentu hanya sesuai pada kepentingan masing-masing pihak bukan untuk kemaslahatan kehidupan. Dalam arti para wakil rakyat sudah sama-sama mengetahui peran pornografi ini pada pemasukan negara. Yang tentu inipun akan menumpulkan hukum yang diterapkan.
Selanjutnya, kapitalisme yang berorientasi pada materi (keuntungan) semata menafikan nilai-nilai agama. Yang tentu hal ini nampak umum dengan pemahaman sekulerisme yang telah menghujam pemikiran manusia zaman ini. Sehingga, sebagaimana dalam sistem perekonomian kapitalisme, selama ada permintaan, kapitalisme akan memproduksi meski merusak generasi, termasuk pornografi yang kemudian menjadi sesuatu yang legal.
Apalagi dalam kapitalisme, produksi pornografi termasuk shadow economy. Jadi dipastikan dibiarkan bahkan dipiara. Faktanya, pendapatan total industri pornografi sedunia bukan main-main. Pada tahun 2006 saja industri pornografi sedunia mencapai 97,6 miliar dollar AS.
Total pendapatan industri pornografi tersebut, menurut pantauan toptenreviews.com lebih besar dibandingkan total pendapatan delapan perusahaan teknologi informasi terbesar di dunia seperti Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahoo, Apple, Netflik dan EarthLink. Selanjutnya, Umum Asosiasi Warung Internet Indonesia (Awari) Irwin Day mengungkapkan, jumlah uang yang beredar untuk belanja pornografi mencapai US$ 3,075 juta per detik.
Dengan demikian, pornografi bukan permasalahan baru namun ia adalah persoalan yang memang dilahirkan secara sistemik. Sehingga selama sistem demokrasi kapitalisme sekuler yang digunakan dalam menjalankan roda kehidupan tentu pornografi akan semakin subur merusak kehidupan dan generasi kedepan.
Solusi Hakiki
Pornografi sudah bukan masalah perorangan ataupun oknum, namun sudah menjadi aktivitas yang dilancarkan secara sistemik. Yang tentu pemberantasannya ataupun pencegahannya tidak akan mampu hanya dengan pembentukan satgas ataupun pembentukan aturan-aturan saksinya. Namun, harus merubah dari sistem yang lemah kepada sistem yang hakiki, yaitu sistem Islam.
Sebab,sistem Islam ialah sistem yang berasal dari Allah SWT semata. Sang pencipta alam semesta beserta aturan-aturan untuk menjalankan kehidupan didalamnya.
Islam tidak menyerahkan semua urusan kehidupan ini hanya kepada manusia semata, sebab manusia memiliki kelemahan dan keterbatasan. Maka, disinilah Islam membagi dalam tiga tingkatan dimana manusia bisa mengatur atau tidak.
Pertama, jika berkaitan dengan benar dan salah termasuk halal-haram, maka harus dikembalikan sesuai aturan Sang Pencipta, Allah SWT. Seperti, halnya pornografi, riba, pencurian dan termasuk berbagai sanksi yang harus diterapkan.
Kedua, jika berkaitan dengan baik dan buruk, maka harus dikembalikan kepada para ahlinya. Misalnya, masalah kedokteran dan pertanian. Maka, disini para ahlinyalah yang lebih berwenang dalam memberikan kebijakan dan menentukan kebaikan terkait berbagai masalah didalamnya.
Ketiga, jika berkaitan dengan malasah suka dan tidak suka, maka dikembalikan kepada semua individu. Dalam arti semua individu bisa menentukan sendiri masalah ini. Seperti, masalah selera makan, hobi, warna pakaian dan semisalnya. Yang tentu pada bagian yang kedua dan ketiga masih dalam batasan syara'. Sehingga ,Islam akan menutup berbagai perbuatan yang keji dan merusak termasuk pornografi dari pembentukan lingkungan yang islami serta memberikan sanksi yang memberikan efek jera bagi pelaku. Wallahu' alam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar