Rasulullah Saw. Suri Teladan Terbaik dalam Toleransi


Oleh: Imas Royani, S.Pd.

Tidak terasa kita berada di penghujung Ramadhan. Sebentar lagi kita akan ditinggalkan oleh bulan penuh kemuliaan, bulan penuh barokah, rahmat, dan ampunan-Nya. Terkenang keindahan yang tidak biasa, bahkan luar biasa di awal-awal Ramadhan terutama di negeri kita tercinta, Indonesia. Keindahan ala-ala manusia akhir jaman.

Di media sempat viral terjadinya "War Takjil" dimana muslim dan non muslim (nonis) berburu takjil di setiap gerai takjil terutama di kota-kota besar. Bahkan ada yang antri dari jam dua siang, karena takut gak kebagian. Ada juga yang sudah memesan kepada penjualnya agar nanti tinggal mengambil dan disisakan oleh penjualnya. Para nonis dalam berburu tidak kalah semangat, bahkan lebih gencar. Ada yang sampai bela-belain mengubah penampilan dengan berbaju muslim agar perbedaanya tidak terlalu mencolok. 

Berbagai alasan yang mereka lontarkan, ada yang berburu memang karena doyan dengan makanan enak yang hanya ada di bulan Ramadhan, ada yang sekedar ikut-ikutan, ada juga yang sengaja membelinya untuk kemudian dibagikan kepada muslim yang berpuasa. Dan kegiatan berburu tersebut disemangati oleh pastur-pastur di gereja.  Tidak heran bila ada biarawati yang ikut serta berburu takjil, bahkan ada diantaranya yang membuka gerai takjil.

Ada lagi yang tidak kalah viral yaitu kegiatan yang dilakukan oleh istri Presiden Republik Indonesia keempat KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Sinta Nuriyah yang berbuka bersama dengan umat lintas agama, difabel, dan kaum marjinal di Kompleks Gereja Santa Maria Bunda Penasihat Baik Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 21 Maret 2024. Dalam acara tersebut digelar kesenian hasil kolaborasi biarawan dan biarawati, jajaran Polri, serta santriwan dan santriwati. (ANTARA, 22/03/2024). 

Sebelumnya pun beliau menggelar acara bertajuk “Menemukan Cahaya Toleransi dalam Sahur Keliling Bersama Ibu Shinta” di Gereja Bunda Maria Cirebon, pada 15 Maret 2024. Kegiatan ini dihadiri oleh para tokoh lintas agama, masyarakat, para pemuda-pemudi, serta ratusan masyarakat Cirebon dari berbagai agama. Ada yang dari Islam, Nasrani, Hindu, Buddha, Katolik, Jemaat Ahmadiyah, dan beberapa penganut kepercayaan lainnya.

Di tempat yang berbeda, Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia juga menggelar buka puasa bersama tokoh lintas agama bertema Bineka Rasa, Satu Persaudaraan. Agenda ini adalah salah satu yang digawangi langsung oleh tokoh dan pejabat negara. Turut hadir salah satu pendiri dan anggota MHM Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.Ag.; Menag 2014—2019; Dr. (HC) Lukman Hakim Saifuddin; Anggota Komite Eksekutif MHM Dr. TGB M. Zainul Majdi, M.A.; perwakilan Kedutaan Besar Mesir dan Malaysia, Staf Ahli Mendikbudristek Prof. Dr. Adlin Sila; serta puluhan tokoh agama lainnya. Turut hadir utusan dari kantor pusat MHM Dr. Omar Obeidat (Direktur Kantor-Kantor Cabang Luar Negeri MHM) dan Saeed Khattab, M.A. (Koordinator Kantor-kantor Cabang Luar Negeri MHM). Acara diawali dengan doa bersama yang dibacakan perwakilan dari seluruh agama, termasuk penghayat kepercayaan. Semua pembaca doa adalah perempuan. Mereka melangitkan harapan untuk makin kukuhnya rasa persaudaraan dan toleransi umat beragama di Indonesia. 

Memang benar, jika dilihat dari kacamata toleransi kapitalisme hal ini sesuai dengan semboyan Indonesia yaitu bhineka tunggal ika, berbeda-beda namun satu jua. Berbeda-beda suku bangsa, berbeda-beda agama/kepercayaan tetapi satu jua, satu negara, satu bendera negara. Semua saling menghormati, saling menghargai tanpa diskriminasi. Kerukunan dan toleransi terus diaruskan di berbagai daerah di negeri ini. Toleransi dan moderasi ini kemudian diklaim sebagai solusi bagi masalah keberagaman di tengah masyarakat.

Padahal sebagai seorang muslim, jika memang menginginkan toleransi yang sebenarnya, Rasulullah Muhammad Saw. telah memberikan suri teladan terbaik dalam toleransi. Suri teladan tersebut dilestarikan oleh para sahabat dan pemimpin-pemimpin di negara Islam yang senantiasa menjaga dan mengajak penduduknya untuk bersama-sama memelihara kerukunan sehingga rahmat Islam dapat menguasai hampir dua per tiga dunia.

Penduduk di dalam negara Islam tidak hanya muslim, ada juga non muslim. Islam memberikan kebebasan kepada non muslim untuk beribadah sesuai agamanya masing-masing tanpa saling mengganggu. 
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
قُلْ يٰۤاَ يُّهَا الْكٰفِرُوْنَ 
لَاۤ اَعْبُدُ مَا تَعْبُدُوْنَ 
وَلَاۤ اَنْـتُمْ عٰبِدُوْنَ مَاۤ اَعْبُدُ 
وَلَاۤ اَنَاۡ عَا بِدٌ مَّا عَبَدْ تُّمْ 
وَ لَاۤ اَنْـتُمْ عٰبِدُوْنَ مَاۤ اَعْبُدُ 
لَـكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
"Katakanlah (Muhammad), Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah,dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku." (QS. Al-Kafirun: 1-6).

Toleransi dalam Islam bukan dengan ikut campur dalam peribadatan. Muslim menghormati dan membiarkan non muslim yang sedang merayakan atau beribadah di tempat peribadatannya, begitu juga non muslim melakukan hal yang sama. Mereka berinteraksi dan bermuamalah di luar peribadatan.

Muslim dan non muslim memiliki hak mendapatkan keadilan, kesejahteraan, dan keamanan yang sama yang kesemuanya dipenuhi dan dijamin oleh negara. Jaminan tersebut tidak didapatkan oleh penduduk di luar negara Islam, meskipun dia muslim. Itulah gambaran indahnya toleransi yang sebenar-benarnya.

Sayangnya saat ini tidak ada satu negara pun yang menerapkan sistem Islam sehingga kekacauan terjadi dimana-mana. Toleransi diartikan secara kebablasan, tanpa peduli melanggar akidah. Asal baik menurut hawa nafsu manusia.

Namun, ada secercah harapan akan janji Allah SWT. bahwa Islam akan kembali tegak untuk menyebarkan rahmat bagi seluruh alam termasuk muslim dan non muslim. Mari kita bersiap-siap menyambutnya dengan penyambutan terbaik, yaitu dengan menerapkan Islam dalam semua aspek kehidupan oleh individu, masyarakat, dan negara.

Wallahu'alam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar