Agama Untuk Dimuliakan Bukan Untuk Dipermainkan


Oleh : Ai Sopiah 

Kembali terjadi penistaan agama dalam sebuah video seorang pria menginjak Al-Qur'an saat bersumpah di hadapan istrinya. Pria yang mengenakan sarung tersebut membantah berselingkuh dan melakukan sumpah dengan Al-Qur'an agar istrinya percaya.

Setelah ditelusuri, pria yang ada dalam video adalah pejabat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang bertugas sebagai Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah X Merauke.

Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Cecep Kurniawan, menyatakan sebelum dilaporkan atas kasus penistaan agama, Asep Kosasih juga dilaporkan atas kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Asep Kosasih telah dibebastugaskan sementara sejak terlibat kasus KDRT. "Kami sangat menyesalkan kasus kekerasan rumah tangga yang melibatkan Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah X Asep Kosasih. Saat ini yang bersangkutan telah dibebastugaskan guna memudahkan penyelidikan lebih lanjut," ungkapnya, Kamis (16/6/2024).

Kasus dugaan penistaan agama dilaporkan istri Asep Kosasih, Vany, kepada Polda Metro Jaya. (TRIBUNNEWS online, 18/5/2024).

Penistaan agama makin kerap dalam ruang hidup sekularisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini juga diadopsi oleh negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia. 

Sekularisme ditopang oleh empat pilar kebebasan dalam sistem pemerintahan demokrasi, yakni kebebasan beragama, bertingkah laku, berekspresi, dan berpendapat. Kehidupan sekuler telah menjadikan agama Islam sebatas ibadah ritual semata. Kemuliaannya makin terkikis oleh gaya hidup liberal dan hedonisme yang dijajakan Barat. Agama tidak lagi menjadi standar hidup yang sakral yang harus dijaga dan dihargai.

Kehidupan sekuler menjadikan seseorang memiliki pandangan yang berbeda tentang agama. Sebagian mereka tidak lagi menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Ada pula yang berpandangan bahwa orang yang taat beragama itu kolot, primitif, dan tidak maju. Sudut pandang semacam inilah yang memunculkan anggapan bahwa agama tidak lagi penting dan bukan lagi sesuatu yang suci dan harus dihormati. Akibatnya, agama kerap menjadi bahan lelucon, sindiran, olok-olokan, narasi kebencian, hingga penistaan. 

Bercermin pada kasus penistaan agama yang pernah terjadi, korban agama yang paling banyak mendapat perlakuan tersebut adalah Islam. Ini terjadi sebagai dampak paham kebebasan yang diterapkan. UU Penodaan Agama yang dijadikan dasar menjaga agama, nyatanya masih tumpul dalam menangkal penistaan terhadap agama.

Allah SWT berfirman,
قُلْ اِنْ كَانَ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَ اَمْوَالُ ٱِقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَ مَسٰكِنُ تَرْضَوْنَهَاۤ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَ جِهَادٍ فِىْ سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِىَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
Katakanlah, "Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (Q.S At-taubah : 24).

Tidaklah seseorang menyukai sesuatu secara berlebihan melebihi kecintaan nya kepada Allah dan Rasulullah, karena pada sistem kapitalisme ini menjadikan sesuatu tertuju pada materi semata dan bertindak melanggar syariat yang mana seperti kasus seorang suami rela menginjak Al-Qur'an saat bersumpah dihadapan istrinya bahwa dia tidak benar-benar selingkuh, tanpa ada rasa bersalah pada diri mereka.

Atas nama liberalisme, kebebasan berekspresi dan berpendapat selalu menjadi pembenar bagi mereka yang menista. Kalaulah ada unsur khilaf atau tidak sengaja, ini menandakan bahwa masyarakat kita masih belum memahami cara beragama yang benar dan seharusnya. Andaikan yang dilakukan pejabat Asep itu adalah ketidaktahuannya bahwa bersumpah tidak boleh dilakukan dengan cara menginjak Al-Qur’an, artinya ia tidak paham tentang Islam dan cara memperlakukan kitab suci umat Islam dengan benar dan tepat.

Penistaan agama yang terjadi kesekian kalinya sejatinya menandakan bahwa perangkat hukum yang ada tidak berefek jera bagi pelaku. Berkaca dari kasus penistaan agama yang sudah pernah terjadi, negara cenderung pasif. Terkadang, pihak aparat baru menindak jika kasus tersebut viral dan menjadi perbincangan publik.

Apalagi posisi umat Islam serba salah. Jika ada muslim yang melaporkan penistaan agama, sebagian pihak menangkisnya dengan dalih umat Islam tidak boleh terprovokasi dan terpancing. Jika penistaan agama dibiarkan, perbuatan tersebut berpotensi kembali berulang dengan pelaku yang berbeda-beda. Jika Islam dihina dan menjadi bahan olok-olokan, umat Islam yang kerap diminta sabar dan tidak tersulut amarah. Melapor dipersalahkan, tidak melapor juga salah.

Sejauh ini juga, hukuman yang ada belum berefek jera bagi pelaku. Terkadang, para penista yang menebar kebencian terhadap Islam hanya cukup meminta maaf secara tertulis atau melalui media elektronik. Sudah banyak kasus penistaan yang mengandung ujaran kebencian hanya berakhir dengan permintaan maaf. 

Dalam KUHP ayat 156 a, seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan penistaan agama di Indonesia dapat dikenakan hukum pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun jika perbuatan dilakukan di muka umum atau selama-lamanya 6 (enam) tahun jika penghinaan dilakukan secara tertulis atau melalui media elektronik. Apakah hukum seperti ini mampu memberi keadilan hukum dan melindungi agama dari penistaan?

Dalam Islam, agama adalah sesuatu yang wajib dijaga dan dimuliakan. Salah satu tujuan diterapkannya syariat Islam adalah memelihara dan melindungi agama. Di dalam sistem Islam, negara tidak akan membiarkan para penista berlangsung terus menerus melakukan hal yang demikian. Sebaliknya, negara akan menerapkan sanksi tegas terhadap para pelaku agar bisa berefek jera bagi yang lainnya.

Ketegasan Islam terhadap penista agama bisa kita lihat dari sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespons pelecehan kepada Rasulullah Saw. Saat itu, beliau memanggil duta besar Prancis meminta penjelasan atas niat mereka yang akan menggelar teater yang melecehkan Nabi Muhammad Saw. Beliau pun berkata kepada duta Prancis, “Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukkan tersebut!”

Itulah sikap pemimpin kaum muslim, yakni tegas dan berwibawa. Umat akan terus terhina karena tidak ada yang menjaga agama ini dengan lantang dan berani. Hanya dengan tegaknya syariat Islam secara kaffah, agama ini terlindungi. 

Oleh karena itu, seruan penegakan syariat Islam harus terus disuarakan agar umat memahami bahwa satu-satunya pilihan hidup terbaik saat ini dan seterusnya adalah diterapkannya syariat Islam di segala aspek kehidupan. Hal yang tidak kalah penting ialah keberadaan Khilafah yang menerapkan syariat Islam kaffah sehingga kaum muslim dapat terlindungi dari kesalahan beribadah, penyimpangan, serta penistaan agama. Untuk mencapai tujuan tersebut marilah kita bersama-sama berjuang dan mengkaji Islam secara kaffah agar sistem Islam tegak kembali.

Wallahua'lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar