Impor Terus Berulang Jelang Lebaran


Oleh: Erni Setianingsih (Aktivis Muslimah)

Dilansir dari cnbcindonesia.com (19/03/2024), Kepala Badan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengungkapkan impor daging dan sapi hidup dalam waktu 2 sampai 3 minggu tiba. Ini merupakan bagi volume impor daging sapi yang sudah disetujui pada tahun adalah sebanyak 145.250,60 ton.

"Akan ada impor, kan yang private udah jalan, sekarang nunggu masuk minggu 2-3 puasa ini. Jumlah yang approved 145 ribu ton, bentuknya daging. Kemudian beberapa ratus ekor sapi yang hidup," kata Arief di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (19/03/2024).

Merujuk pada data Badan Pangan Dunia (FAO), angka konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia sebesar 2,57 Kg per kapita per tahun. Jadi, kebutuhan konsumsi daging sapi nasional 2024 diperkirakan 720.375 ton. Sedangkan menurut data dari Bapanas per 27 Januari 2024, produksi dalam negeri hanya 442.649 ton. (Muslimah.news, (29/03/2024).

Impor sudah menjadi tradisi di negeri ini, ketika menjelang hari raya idul fitri impor pangan kian dilakukan demi memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya daging sapi yang merupakan makanan yang diburu dihari raya karena dianggap sebagai makanan mewah yang harus hadir ketika hari yang istimewa tiba.

Memang tidak bisa dimungkiri, karena problem produksi yang terjadi di negeri ini masih menjadi persoalan besar yang belum terselesaikan. Mengapa negeri yang agraris ini tidak bisa memproduksi bahan pangannya secara mandiri? Dan kenapa kebijakan impor selalu diambil? 

Problem pangan di negeri ini memang begitu pelik dari hulu hingga hilir. Persoalan hulu (produksi), tengah (distribusi), dan hilir (kebutuhan masyarakat), itu semua harus segera dituntaskan dengan kebijakan untuk kemaslahatan rakyat. Namun nyatanya, kebijakan justru cenderung kapitalistik. Itulah realitanya, bukannya menjamin kebutuhan rakyat dengan baik, tapi membawa beban bagi rakyat. 

Seharusnya peningkatan kebutuhan pangan menjelang hari raya sudah bisa diprediksi dan diantisipasi agar tetap terwujud ketahanan harga pangan serta kedaulatan pangan di negeri ini. Tapi sayang, permintaan yang tinggi justru tidak bisa diimbangi dengan produksi. Sehingga malah impor besar-besaran menjelang hari raya dan dianggap sebagai solusi. Padahal ketergantungan pada impor akan mengancam kedaulatan negara dan menjadi bukti bahwa negara tidak bisa hidup mandiri dalam memproduksi bahan pangannya secara mandiri, apalagi negara Indonesia adalah negara yang agraris. 

Beginilah gambaran betapa rusaknya ketahanan pangan akibat Sistem Kapitalisme saat ini, peran negara dalam ekonomi kapitalisme hanya sebatas regulator, bukan untuk meriayah rakyat. Pemerintah (negara) hanya sebatas menjadi penyambung untuk kepentingan korporasi terhadap rakyat. Begitulah realitanya, tidak ada makanan gratis di siang bolong bagi para penguasa saat ini.

Dengan bentuk karakterisrik pasar ekonomi dengan sistem  kapitalisme saat ini  yang cenderung dimonopoli oleh para pedagang besar juga sangat berdampak pada penentuan stok dan harga bahan pangan. Itu terbukti saat sebelum Ramadhan, seperti produksi gula yang tinggi namun harganya selangit. 

Dalam tata kelola negara yang bercorak sistem kapitalisme tidak bisa mewujudkan ketahanan pangan untuk kepentingan rakyatnya. Karena kepentingan para pengusaha akan menjadi fokus utama bagi para penguasanya. Lihat saja bagaimana pemerintah makin memberi ruang bagi para spekulan atau pedagang besar untuk mengendalikan jumlah stok dan harga bahan pangan di pasaran. Karena pedagang besar yang memiliki akses modal dan penguasaan pasokan yang cukup besar tentu dapat dengan mudah mengendalikan harga.

Berbeda dengan sistem Islam yang mewajibkan berdaulat dan hidup mandiri, termasuk dalam masalah pangan. Dalam sistem Islam akan memberikan kebijakan semata-mata untuk kemaslahatan rakyat. Termasuk dalam membangun infrastruktur yang berkualitas, serta biaya distribusi akan murah bahkan cepat sampai dari produsen ke konsumen. Misalnya, negara akan benar-benar memperhatikan infrastruktur, baik di kota maupun di desa, agar jangan sampai kebutuhan pangan tidak sampai atau biaya yang tinggi hanya karena tidak meratanya sarana jalan.

Dalam kacamata ekonomi pasar dalam sistem Islam, mekanisme pasar menekan seminimal mungkin peranan pemerintah. Kepentingan pemerintah (negara) dalam mendistribusikan pendapatan di pasar adalah bagaimana pemerintah dapat menjamin pendapatan (barang dan jasa) untuk seluruh bangsanya. Sehingga tidak hanya beredar pada kalangan tertentu (orang kaya) saja, tetapi keadilan bagi seluruh rakyat. Sebagaimana dalam  Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: "Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu." (Al-Hasyr : 7).

Selain itu, negara dalam sistem Islam,  juga akan sangat memperhatikan rantai distribusi. Qadhi Hisbah (Hakim di pasar) akan senantiasa memantau pasar agar tidak ada yang melakukan praktik curang, penimbunan, dan berbagai macam tindakan lain yang merugikan banyak pihak.

Lebih dari itu, negara yang menerapkan aturan Islam secara sempurna akan mewujudkan kesejahteraan pada seluruh rakyatnya. Negara juga akan memberikan subsidi atau suntikan modal, serta menjamin keadilan pasar bagi mereka, Jadi, harus ada upaya penerapan sistem Islam untuk kemaslahatan umat. 

Wallahu'alam bish shawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar