Mahasiswa Global Bersuara, Saatnya Islam Memimpin Dunia


Oleh : Vida Ummu Ammar

Gelombang protes pro Palestina dari para Akademisi Intelektual Universitas terkemuka terus meluas di seluruh Amerika, Eropa, hingga Asia. Protes di awali sejak 17 april lalu di universitas columbia akibat serangan brutal israel atas warga Gaza yang kemudian di ikuti oleh 22 kampus di seluruh Amerika termasuk kampus ternama Harvard University. Kali ini mahasiswa menuntut secara spesifik terhadap perguruan tinggi dan pemerintah. Diantaranya yaitu menghentikan pasokan senjata terhadap israel, gencata senjata permanen dan divestasi dana abadi dari perusahaan yang bekerja sama mendukung Zionist. Protes berlangsung dengan mendirikan tenda-tenda untuk menginap di wilayah kampus. Para rektor banyak memberi dukungan dengan ikut bergabung bersama barisan mahasiswa. Menanggapi hal ini, pihak kampus dan pemerintah mengirim pasukan kepolisian dalam jumlah besar untuk membubarkan barisan para mahasiswa yang tengah berorasi. Polisi menangkap hingga 2200 mahasiswa aksi damai dari total keselurahan kampus. (CNBCindonesia, 11/05/24)  

Al-jazera menangkap video-video heroik aksi penangkapan polisi dengan mengikat kedua tangan para mahasiswa menggunakan kawat plastik, membekuk layaknya tindak kriminalisasi, menggeledah secara paksa, termasuk membuka kerudung seorang muslimah di depan publik. Di Universitas Virginia, para pendemo di anggap melanggar beberapa kebijakan Universitas. Bahkan 1 polisi tidak sengaja menembakkan peluru di dalam gedung administrasi Universitas Columbia Newyork.

Dukungan yang terus meluas di kalangan mahasiswa merupakan gambaran betapa kemanusiaan tengah berada di titik nadir. Sekaligus masih tingginya solidaritas nilai- nilai kemanusiaan atas warga Gaza. Mahasiswa tampak antusias dan berani meskipun di hadang oleh petugas kepolisian setempat. Slogan pernyataan "antisemit tidak sama dengan antizionist" ada di antara riuh yel-yel "free Palestine".

Protes makin besar akibat dukungan penuh pemerintah kepada pihak penjajah. Fitrah kemanusiaan dalam diri mereka berperan sebagai bahan bakar utama mendukung hak- hak kemanusiaan di gaza, mengingat sebagian besar pendemo adalah mahasiswa non- muslim. Nurani mereka terusik dengan genocida brutal zionist sehingga 37.000 lebih nyawa melayang tanpa ada sanksi sedikitpun kepada Israel. Peserta demo merupakan para intelektual yang begitu memahami apa itu penjajahan dan genosida. Meskipun pemerintahan berusaha keras membangun framing baik di media-media konvensional selama agresi. Namun fakta melalui media sosial tersebar begitu masiv ke seluruh dunia hingga mampu membuka tabir wajah asli kebusukan para pemimpin barat.

Negara berbasis kapitalisme liberal selama ini bermulut besar dengan sebutan demokratis. Nyatanya mereka hipokrit, di depan publik menuduh para mahasiswa tidak mengedepankan kedamaian namun di balik itu bertindak kekerasan terhadap mereka yang menyerukan kebenaran. Bahkan di belanda polisi sampai menggunakan buldoser untuk mengusir para pendemo, sungguh sangat kontra dengan pernyataan damai para pejabat. Dengan semakin meluasnya protes para pendemo maka pemerintah Amerika sebenarnya telah sangat gagal memimpin peradabannya sendiri. Ini memalukan, di tengah sikap mereka yang seolah- olah humanis. Paling keras meneriakkan kebebasan berpendapat dan berekspresi, namun reaksi brutal justru di pakai untuk membungkam pendapat para akttivis mahasiswa.

Inilah gambaran asli negara demokrasi kapitalis. Pembungkaman kerap di lakukan rezim jika tidak sesuai dengan kepentingan penguasa.Lalu mengapa masih berharap besar pada kapitalisme? Padahal ideologi tersebut telah memunculkan polarisasi antara pihak pemerintah dengan rakyat.

Sudah saatnya kaum intelektual melihat secara cemerlang bahwa kapitalisme tidak layak memimpin peradaban. Bahwa solusi hakiki tidak di ambil dari segi parsial di saja namun justru melupakan akar masalah yaitu sistem negara itu sendiri. Apakah benar dengan divestasi dana abadi sanggup menghentikan penjajahan? Bahkan ketika pihak universitas brown menyepakati divestasi dengan di lakukan voting, tetapi penanganannya masih tergolong lambat. Apakah harus menunggu korban lebih banyak lagi hingga Oktober mendatang? Bagaimana mungkin berharap solusi kepada pemerintah yang menjadi sekutu "intim" zionisme? Barat hanya akan meredam suara mahasiswa maupun sipil, baik dengan cara halus maupun kekerasan. Dari sini, opini para intelektual muslim sangat di butuhkan di tengah eskalasi protes yang terus berlangsung hingga kini. Mereka harus berusaha membangun kesadaran penuh di tengah-tengah intelektual dunia, bahwa islam adalah solusi bagi masalah kolonialisme di Palestina. Islam lah satu- satunya jalan hidup yang menyamakan visi dan misi antara negara, pemimpin dan rakyat. Negara islam mengayomi semua golongan agama, tanpa mengambil hak salah satunya. 

Namun semua itu hanya bisa di capai dengan contoh terbaik umat berupa persatuan. Umat islam harus menjadikan ukhuwah islamiyah di atas segalanya sehingga pertolongan Allah semakin dekat. Umat terbaik pantas menjadi model kebangkitan dunia yang baru. Dengan islam umat akan mencapai kemandirian. Sejarah keemasan islam telah mencatat. Betapa islam sanggup memimpin lebih dari sepertiga dunia dengan penuh damai selama kurang lebih 13 abad lamanya. Futuhat Islam mengedepankan kedamaian tanpa genocida atas bangsa manapun. Wallahu a'lam bi az-sahwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar