Andalkan Perempuan sebagai Ganti Pertambangan


Oleh : Anita S.M (Aktivis Dakwah Muslimah)

PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) Lati, membuktikan keseriusannya dalam membangun iklim ekonomi mandiri di Bumi Batiwakkal. Baru-baru ini, pihaknya resmi meluncurkan gerai untuk Wifepreneur BUMA, di Lantai 2, Bandara Kalimarau. Peluncuran Outlet Wifepreneur BUMA, jawaban atas kemandirian ekonomi kaum perempuan.

Program ini memiliki tujuan untuk meningkatkan potensi lokal Kabupaten Berau menjadi peluang ekonomi kreatif bagi masyarakat sekitar. Dijelaskan, tujuan dari didorongnya bisnis mandiri para istri karyawan tersebut, agar para perempuan tidak hanya bergantung pada pendapatan yang dihasilkan suami yang bekerja di tambang.

Sebab, menurutnya aktivitas pertambangan di Berau ada masanya. Sehingga usaha kecil yang saat ini digeluti dapat menjadi penopang ekonomi keluarga dalam jangka waktu yang lama. (Berauterkini.co.id, 15/06/24)

Sejatinya perempuan secara fitrahnya adalah seorang Ibu yang memiliki fungsi mengurus rumah tangganya Perempuan sengaja dijebak oleh seruan pemberdayaan akhirnya mereka berperan ganda dan tidak sedikit abai sebagai tugas utama, isteri dan ibu. Perempuan mengambil alih peran kepala keluarga akibatnya berbagai persolan menyertainya. Berbagai dampak terjadi akibat pemahaman gender dari keretakan rumah tangga, perselingkuhan hingga perceraian. Perempuan sudah keluar dari fitrahnya, dijadikan mesin penghasil keuntungan bagi kapitalisme.

Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP) hakikatnya hanya menjadikan perempuan sebagai komoditas ekonomi. Realitasnya, seberapa pun pendapatan yang mereka peroleh dari bekerja, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, bahkan dipotong pajak. Akhirnya, perempuan tidak hanya menjadi tulang punggung keluarga, tetapi juga tulang punggung negara. 

Inilah potret buram perempuan hari ini, mereka dipaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan bahkan perempuan dari keluarga mampu pun khususnya perempuan dari isteri pekerja tambang pun diberdayakan. Artinya dua-duanya bekerja, lantas bagaimana anak? Akhirnya peran sebagai ibu teralihkan, tidak salah berdaya asal jangan dalam kacamata Kapitalis sekuler yang menumbalkan peran isteri dan ibu.

Kerusakan sendi-sendi hubungan sosial kemasyarakatan, baik di sektor privat ataupun publik, menjadi realitas yang kini dihadapi. Masyarakat dunia serempak memiliki penyakit sosial yang berawal dari pembangkangan mereka atas aturan syariah Islam kaffah. Padahal aturan syariah sungguh sederhana sekaligus kompleks dalam menjaga keharmonisan relasi sosial antar anggota masyarakat dan keluarga.

Watak liberal yang disandang Kapitalisme turut memberi andil terhadap penghancuran peran sentral setiap anggota keluarga. Persaingan ekonomi yang keras menekan perempuan untuk memasuki dunia kerja. Mereka dipaksa mengadopsi peran laki-laki sebagai pencari nafkah sekalipun jika mereka ingin tinggal di rumah dan merawat anak-anak. Peradaban kapitalis juga telah mereduksi nilai perempuan; hanya dianggap berharga bila mandiri secara finansial.

Pengistimewaan posisi perempuan dalam dunia kerja tidak jarang turut memelihara mentalitas ketidakpedulian laki-laki terhadap tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Betapa banyak perempuan depresi karena target pekerjaan sekaligus menjadi breadwinner plus bertanggung jawab mengendalikan rumah dan keluarganya. 

Wajar jika kerap terjadi perselisihan tentang tanggung jawab dalam pernikahan dan pengasuhan anak. Sebabnya, posisi laki-laki sebagai qawwam tak terjadi. Pernikahan bukan lagi untuk menjalani mitsaq[an] ghalizha. Banyak pasangan yang tak mampu melewati ujian pernikahan hingga perceraian menjadi pilihan logis. Apalagi ketika perempuan memiliki penghasilan. Hal itu cukup menjadi pembuktian bahwa dia bisa hidup tanpa laki-laki.


Solusi Islam

Dalam Islam, pemberdayaan perempuan tidak dilihat dengan pandangan materi dan ekonomi. Islam juga tidak memandang perempuan sebagai warga kelas dua yang terdiskriminasi. Islam melihat perempuan sebagai sosok yang wajib dimuliakan dan dihormati. Perannya sebagai al-umm wa rabbatul bayt (ibu dan manajer rumah tangga) bukanlah peran kaleng-kaleng. Merekalah “pabrik” untuk mencetak generasi mulia dan berkualitas. Islam telah menempatkan perempuan dalam kemuliaan dan keutamaan. Potensi perempuan yang cenderung penyayang dan lemah lembut menjadikan peran domestiknya sangatlah penting bagi lahirnya sebuah peradaban.

Islam memiliki berbagai mekanisme agar perempuan sejahtera dan tetap terjaga fitrahnya, di antaranya sebagai berikut.

Pertama, Islam memandang perempuan dengan tepat dan menempatkannya pada posisi mulia, yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Posisi ini sangat strategis sebab masa depan generasi dan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh posisi ini. Proses pendidikan pada anak yang dilakukan oleh kaum ibu menjadi kunci utama tingginya peradaban sebuah bangsa. Adapun kewajiban mencari nafkah, hanya dibebankan pada kaum laki-laki. Bukan untuk menunjukkan kekuatan laki-laki dan kelemahan perempuan. Peran ini diberikan sesuai dengan kemampuan fisik dan tanggung jawab yang diberikan Allah Swt. pada laki-laki.

Kedua, negara menjamin kebutuhan pokok setiap individu dengan kemudahan mendapatkannya, seperti layanan pendidikan dan kesehatan secara gratis. Adapun dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, negara memberikan kemudahan bagi para pencari nafkah (laki-laki) dengan menyediakan lapangan kerja, memberi bantuan modal usaha, dan membekali dengan keterampilan yang membantu mereka melakukan pekerjaan. Hal ini ditetapkan agar kewajiban mencari nafkah bagi laki-laki dapat tertunaikan.

Ketiga, dalam peran publik, perempuan boleh menjadi dokter, perawat, guru, dan lainnya dengan tetap mengutamakan peran domestiknya sebagai ibu. Laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan kedudukan yang sama dalam mengenyam pendidikan, menuntut ilmu, mengajarkan ilmu, dan berdakwah. Adapun jika terdapat ketentuan hukum yang berkaitan dengan predikatnya sebagai laki-laki dan perempuan, hal itu tidak bermakna tidak setara.

Allah Swt. memberikan diferensiasi atas peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan pernikahan dan bermasyarakat tidak didasarkan pada pengertian hierarki gender, tetapi pada apa yang diperlukan secara efektif untuk mengatur kehidupan keluarga dan masyarakat secara proporsional dan berkeadilan. Alhasil, tercipta kehidupan yang harmoni dan sinergi.

Ketiga, negara melaksanakan sistem pendidikan dan sosial masyarakat yang berbasis akidah Islam. Dengan penerapan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam akan terwujud generasi berkepribadian Islam yang tidak mudah terseret pada kemaksiatan. Begitu pun dengan sistem sosial masyarakat yang berdasarkan syariat Islam mampu membentuk ketakwaan komunal sehingga mencegah individu berbuat maksiat atau kriminal.

Keempat, negara memberlakukan sistem sanksi Islam yang berefek jera. Maraknya kriminalitas akibat sanksi yang tidak tegas. Dengan sanksi Islam akan mencegah individu bertindak kriminal. Jika terjadi pelanggaran, sanksi Islam akan membuat pelakunya tidak mengulangi perbuatannya kembali.

Demikianlah, sistem Islam kafah mampu memberi jaminan kesejahteraan dan keamanan bagi perempuan dan generasi. Hanya sistem Islam yang mampu memuliakan perempuan dan generasi.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar