Dari Ibadah Haji Menuju Persatuan Sejati


Oleh : Anita S.M. (Aktivis Dakwah Muslimah)

Saat ini lebih dari tiga juta kaum Muslim dari segenap penjuru dunia berkumpul di Tanah Suci. Tentu untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji tentu terkait erat dengan kegiatan jamaah haji wukuf di Arafah atau Hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah). Sebabnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
الْحَجُّ عَرَفَةُ
(Inti) ibadah haji adalah wukuf di Arafah (HR at-Tirmidzi).

Penentuan Hari Arafah tentu terkait dengan penentuan awal Bulan Dzulhijjah. Sebagaimana perintah Rasulullah saw., penentuan awal bulan Dzulhijjah seharusnya tidak diputuskan berdasarkan otoritas masing-masing pemimpin negeri kaum Muslim, tetapi wajib berdasarkan pengumuman Amir Makkah. Husayn bin Harits al-Jadali telah menyatakan: Amir Makkah, al-Harits bin Hatib, telah menyampaikan khutbah kepada kami, seraya berkata:
عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ أَنْ ‌نَنْسُكَ ‌لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ لَمْ نَرَهُ، وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا
Kami telah diperintahkan oleh Rasulullah saw. untuk mengerjakan manasik (ibadah haji) karena melihat hilal (Bulan Dzulhijjah). Jika kami tidak melihat hilal, lalu ada dua orang saksi yang adil melihat hilal, maka kami pun akan mengerjakan manasik haji berdasarkan kesaksian mereka berdua (HR Abu Dawud dan ad-Daraquthni).

Sudah seharusnya kaum Muslim bersatu dalam pelaksanaan Idul Adha nanti, sebagaimana mereka bersatu dalam pelaksanaan ibadah haji. Demikian seperti yang pernah terwujud pada masa Nabi saw. dan Khulafaur-Rasyidin.

Ibadah haji adalah salah satu melting point atau titik lebur kaum Muslim. Semua Muslim dari berbagai penjuru dunia, dari segala suku bangsa, bahasa dan warna kulit menyatu dalam suasana penuh keharuan dan kekhusyukan di hadapan Allah Yang Maha Perkasa. Tidak tampak lagi perbedaan, termasuk strata sosial dan ekonomi, dalam pelaksanaan ibadah haji. Semua berbusana kain ihram. Semua melantunkan kalimat talbiyah. Semua mengharap ridha Allah SWT. Semua sama-sama menggemakan keagungan syiar-syiar Allah SWT.

Syaikh Mutawalli asy-Sya’rawi, ulama dari Mesir dan seorang mufasir, mengatakan:
وَفِي جَلاَلِ هَذِهِ الْوَحْدَةِ، تَنْصَهَرُ الْأَجْنَاسُ وَالْأَلْوَانُ وَاللُّغَاتُ، فَلَا نَسَبَ اِلَّا اِلىَ الْاِسْلَامِ وَلَا حَسَبَ اِلَّا اِلَى الْاِيْمَانِ
“Di tengah-tengah persatuan (ibadah haji) ini berbagai suku bangsa, warna kulit dan bahasa manusia melebur (menjadi satu). Karena itu tidak ada yang pantas untuk dijadikan atribut (identitas) selain Islam dan tidak ada yang perlu diperhitungkan kecuali iman.”

Demikianlah. Tidak ada satu pun agama dan ideologi yang sukses melebur umat manusia dalam sebuah wadah pemersatu selain Islam. Agama ini telah berhasil mengikat manusia selama belasan abad dalam sebuah ikatan mulia: ukhuwah islamiyah. Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara… (TQS al-Hujurat [49]: 10).

Sungguh indah perumpamaan kebersamaan kaum Mukmin. Mereka digambarkan oleh Baginda Nabi saw. laksana satu tubuh. Sabda beliau:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan kaum Mukmin itu dalam hal saling mengasihi, mencintai dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan demam (turut merasakan sakitnya) (HR al-Bukhari dan Muslim).

Karena itu sungguh ironi jika seorang Muslim tidak mau merasakan penderitaan yang tengah menimpa nasib sesama Muslim. Mungkinkah otak tidak merasakan apa-apa ketika sekujur tubuhnya berdarah-darah penuh luka menganga? Padahal di antara tanda keimanan seseorang adalah mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri. Nabi saw. bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri (HR Muttafaq ’alayh).

Patut direnungkan: Apakah umat Islam hari ini sudah semisal satu tubuh dalam persatuan mereka? Ataukah kebersamaan dan persatuan mereka semu belaka?

Kita menyaksikan lebih dari tiga juga Muslim dari segenap penjuru berkumpul bersama di Tanah Suci menunaikan ibadah yang sama, menuju keridhaan Tuhan yang juga sama. Namun, tatkala perhelatan ibadah haji selesai, masih tersisakah persatuan umat ini? Apakah kaum Muslim di seluruh dunia hari ini bersatu dan saling membantu saudaranya yang menderita? Sayangnya tidak.

Saat ini kita menyaksikan saudara-saudara kita di berbagai tempat ditimpa kemalangan luar biasa. Kaum Muslim di Palestina, misalnya, terus berada dalam ancaman genosida zionis Yahudi. Gaza dan Rafah sudah menjadi ladang pembantaian kaum Muslim. Jenazah-jenazah bergelimpangan di jalan-jalan atau terkubur dalam reruntuhan gedung. Sebagian lagi hancur berkeping-keping. Mereka menjadi korban kebiadaban zionis Yahudi. Lebih dari 36 ribu warga Gaza tewas akibat serangan biadab militer zionis. Semua fasilitas kesehatan hancur. Penduduk Gaza terancam kelaparan yang diciptakan zionis Yahudi.

Yang lebih menyedihkan lagi adalah sikap para penguasa Dunia Islam. Mereka hanya diam menyaksikan pembantaian demi pembantaian di Gaza. Sebagian dari mereka malah bersekutu dengan zionis Yahudi dengan membuka hubungan diplomatik dan perdagangan. Dunia menyaksikan bagaimana penguasa Mesir, misalnya, bukan saja menolak kehadiran pengungsi Gaza, tetapi juga menolak membuka gerbang perbatasan agar kaum Muslim bisa memberikan bantuan kepada saudara seiman. Lebih menyedihkan lagi sebagian para pemimpin Dunia Islam justru melarang aksi dukungan terhadap Palestina dan menangkapi mereka. Padahal Nabi saw. telah mengingatkan ancaman terhadap para pemimpin seperti itu:
مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ النَّاسِ شَيْئًا , فَاحْتَجَبَ عَنْ أُولِي الضَّعَفَةِ وَالْحَاجَةِ , احْتَجَبَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Siapa saja yang Allah takdirkan untuk menjadi pemimpin yang mengemban urusan orang banyak, lalu dia menutup diri dari orang yang lemah dan yang membutuhkan, Allah pasti akan menutup diri dari pemimpin tersebut pada Hari Kiamat (HR Ahmad).

Para pemimpin Dunia Islam rata-rata hanya berpura-pura. Di depan rakyat mendukung Palestina lewat politik retorika berupa kutukan dan kecaman. Namun, sedikit pun mereka enggan menggerakkan pasukan militer mereka untuk melindungi kaum Muslim Palestina dan menyerang kaum Yahudi. Mereka malah menyandarkan pertolongan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Padahal mereka tahu bahwa badan internasional itu nyata berada dalam ketiak negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, pendukung utama Zionis Yahudi.

Penyebab terkoyaknya umat hari ini adalah karena paham nasionalisme dan konsep negara-bangsa (nation-state). Inilah yang telah mengerat-ngerat persatuan kaum Muslim dan menghapuskan ukhuwah islamiyah. Setiap penguasa negeri Muslim tidak peduli dengan urusan negeri Muslim lainnya. Pantaslah jika Rasulullah saw. menggolongkan kebanggaan terhadap suku/bangsa dan golongan sebagai slogan-slogan jahiliyah yang sangat hina. Beliau bersabda:
 إِذَا الرَّجُلُ تَعَزَّى بِعَزَاءِ الْجَاهِلِيَّةِ، ‌فَأَعِضُّوهُ بِهَنِ ‌أَبِيهِ، وَلَا تَكْنُوا
“Jika ada orang membangga-banggakan kebanggaan jahiliyah maka suruhlah ia menggigit kemaluan ayahnya dan tidak usah pakai bahasa kiasan terhadapnya.” (HR Ahmad).

Paham nasionalisme dan konsep negara-bangsa telah menjadi penjara imajiner yang menghalangi kaum Muslim menolong saudaranya. Paham ini membelenggu tangan dan kaki umat untuk menghilangkan penderitaan yang tengah menimpa saudara seiman. Bahkan paham nasionalisme sanggup membutakan mata dan hati umat bahwa saudara seiman itu adalah bersaudara. Padahal Nabi saw. telah mengingatkan:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ
Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzalimi dan tidak menelantarkan saudaranya (HR Muslim).

Negara-bangsa dan paham nasionalisme adalah konsep yang dirancang oleh negara-negara Barat imperialis untuk memudahkan mereka menghancurkan Khilafah Islamiyah lalu menjajah negeri-negeri tersebut. Dibuatlah oleh mereka negara-negara boneka dengan para penguasa yang berada dalam kendali mereka. Mereka, misalnya, mengendalikan para penguasa itu agar jangan sampai menghapuskan negara zionis Yahudi yang sudah mereka rancang agar menjadi kanker ganas di jantung kaum Muslim.

Karena itu persoalan umat di Palestina—juga di Myanmar, India, Cina dan berbagai penjuru dunia lain—hanya bisa dituntaskan jika umat bersatu di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Khalifah akan melindungi dan menjaga semua kepentingan umat. Ini karena Khalifah adalah perisai umat, sebagaimana sabda Nabi saw.:
إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
Sungguh Imam (Khalifah) adalah perisai; orang-orang berperang di belakang dia dan menjadikan dirinya pelindung (HR Muslim).

Dengan Khilafah, potensi kekuatan militer kaum Muslim yang sangat besar di berbagai negeri Islam bisa disatukan sekaligus digerakkan untuk melakukan jihad (perang) terhadap Yahudi dan para pelindungnya, khususnya Amerika Serikat. Dengan itu kaum Muslim dengan mudah bisa menghapuskan eksistensi kaum zionis penjajah dari atas negeri Palestina.

Dengan Khilafah, kelak umat ini sanggup memimpin dunia setelah menyingkirkan dominasi negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, atas dunia dan kaum Muslim. Dengan Khilafah pula, umat Islam akan sanggup menciptakan tatanan kehidupan dunia yang harmonis di bawah syariah Islam.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar