Demokrasi Langgengkan Politik Dinasti


Oleh : Gyan Rindu (Pegiat Literasi)

Bukan kebetulan. Saat sang putra bungsu orang nomor satu di negeri ini, Kaesang Pangarep maju dalam Pilkada DKI Jakarta, Mahkamah Agung (MA) membuat putusan soal syarat usia calon kepala daerah. Putusan disebut sarat kepentingan politik dan tidak wajar.

MA mengubah ketentuan syarat calon kepala daerah menjadi berusia paling rendah 30 tahun untuk tingkat provinsi dan 25 tahun tingkat kota/kabupaten "terhitung sejak penetapan pasangan calon" pada 22 September 2024 menjadi "terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih" yang kemungkinan akan berlangsung pada awal tahun 2025. (bbc.com, 2024/06/02)

Keputusan MA dalam merubah syarat usia calon kepala daerah membuat keresahan dan perbincangan warganet. Banyak yang sudah memprediksi hal ini akan terjadi. Sebelumnya anak sulung Presiden, yaitu Gibran terlebih dahulu diloloskan karena Mahkamah Konstitusi (MK) merubah aturan syarat usia dari calon presiden dan calon wakil presiden. Hal ini membuat netizen makin yakin bahwa pemimpin negeri ini ingin melanggengkan kekuasaan melalui anak-anaknya.

Pemanfaatan kekuasaan dan penyalahgunaan wewenang untuk mengubah segala aturan agar keluarga dapat menduduki suatu jabatan, sangat mungkin terjadi di sistem kapitalisme sekularisme. Demi melanggengkan kekuasaan, politik dinasti pun dianggap wajar. Ironisnya, hukum pun dibuat tak berkutik saat diobrak-abrik.

Dalam sistem Kapitalisme, hukum dan perundangan dapat diatur oleh penguasa negeri. Di mana segala kebijakan ditandatangi oleh beliau, kekuasaan tertinggi berpusat kepada beliau. Bahkan dengan kewenangannya mengobrak-abrik hukum yang sudah dibuat sebelumnya. Segala lembaga diintervensi agar mudah dikontrol. Begitulah hukum jika semua berpusat dan disandarkan kepada manusia. Karena manusia adalah mekhluk yang lemah dan tidak pernah merasa puas. Sebagaimana hadis berikut ini.
لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ، وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Artinya: “Seandainya manusia diberi dua lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan lembah yang ketiga. Yang bisa memenuhi dalam perut manusia hanyalah tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6436)

Memang tidak seharusnya hukum itu dibuat oleh manusia. Karena bisa saja hukum itu disalahgunakan dan dimanfaatkan. Seperti yang kita ketahui praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme sudah sering terjadi. Siapa yang memiliki jabatan dan kekuasaan sangat mudah melakukan hal tersebut. Bahkan sekelas pemimpin negara. Karena hal itulah, seharusnya kita mengganti sistem di negara ini dengan sistem yang terbaik. Sistem yang bersumber dari Allah Sang Pencipta. Sehingga hukum tersebut sudah pasti untuk kebaikan seluruh manusia. Sehingga praktik-praktik penyalahgunaan wewenang dan jabatan tidak akan terjadi.

Al Qur’an dan Hadis adalah sumber hukum terbaik. Karena tidak dibuat oleh manusia yang memilki sifat lemah, dan serakah. Allah sudah mengatur segala hal di dalamnya. Termasuk bagaimana memilih pemimpin. Pemimpin harus memenuhi syarat dasar yaitu bertakwa, amanah, dan memiliki kapasitas sebagai pemimpin. Ditunjuk dan tidak meminta. Karena begitu beratnya menjadi pemimpin. Tidak hanya pertanggungjawaban itu di dunia saja, tetapi juga dibawa sampai akhirat. Allah sudah mengatur agar kita mendapat pemimpin yang terbaik sesuai dengan aturan islam. Agar kita memperoleh keadilan, kesejahteraan, dan keamanan bukan malah sebaliknya. 

Memang seperti itulah seharusnya. Islam tidak hanya mengatur ibadah kita semata. Namun, islam juga mengatur urusan bernegara agar kita tidak menderita akibat dari sistem-sistem yang durjana. 
«كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap orang yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin bagi manusia, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang harta yang diurusnya. Ingatlah, masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar).




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar