Oleh: Ferdina Kurniawati (Aktivis Dakwah Muslimah)
Polres Kutai Timur kembali mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), salah satunya menggunakan aplikasi Whatsapp untuk komunikasi dengan pembeli.
Kronologinya, pada Kamis (8/6/2023) sekiranya pukul 21.30 Jatanras Satreskrim Polres Kutim mendapatkan informasi dari masyarakat adanya transaksi prostitusi open BO.
Dimana, yang digunakan untuk transaksi merupakan anak di bawah umur yang sering dilakukan di Hotel Lavatera, Jalan Poros Sangatta - Bontang, KM 1, Sangatta Selatan, Kutai Timur.
Dalam penyelidikan, polisi menemukan 2 orang perempuan yang sedang bertransaksi COD prostitusi." Kemudian polisi langsung mengikuti sdri N selaku pengantar korban, kemudian menemui 2 orang laki-laki MU (mucikari) dan RE anak dari saksi," ungkap Kapolres Kutai Timur, AKPB Ronni Bonic melalui Kanit Pidum, Ipda Joko Feriyanto Susilo, Jumat (16/6/2023). Saat kedua laki-laki tersebut ditemui oleh polisi, keduanya sedang melakukan pembagian uang hasil COD prostitusi tersebut.
Selanjutnya, Tim Jatanras Satreskrim Polres Kutim mengamankan 4 orang dan barang bukti menuju Mako Polres untuk dilakukan pengembangan dan penyelidikan.
Bukan Sekadar Permasalahan Ekonomi
Sebagian orang menilai maraknya perdagangan orang adalah akibat permasalahan ekonomi atau kemiskinan. Padahal, jika kita mencermati, sebenarnya kasus ini tidak bisa terlepas dari karut-marutnya sistem kehidupan yang kini sedang berjalan.
Sistem yang dimaksud adalah kapitalisme yang tegak di atas asas sekularisme yang menafikan peran agama dalam pengaturan kehidupan. Dalam kehidupan kapitalisme sekuler liberal saat ini tindak kejahatan semakin canggih dan menyasar anak di bawah umur. Dengan asas rusak ini, wajar jika kapitalisme melahirkan berbagai kerusakan.
Sekularisme dengan paham-paham batil turunannya, seperti liberalisme dan materialisme yang diemban negeri ini memang meniscayakan kehidupan yang serba sempit. Kebijakan yang tidak memihak rakyat makin membebani keluarga muslim dengan kehidupan yang serba sulit, sedangkan penguasa seolah masa bodoh dengan kondisi rakyat. Sungguh negara telah gagal melindungi dan mengayomi, sekaligus gagal memberikan rasa aman bagi rakyatnya.
Selain itu, lemahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran Islam menjadikan Islam dipahami sebatas ritual. Wajar jika tidak sedikit individu muslim yang mengalami disorientasi hidup, hingga mudah menyerah pada keadaan, bahkan terjerumus ke dalam kemaksiatan.
Berbagai permasalahan yang berakar pada rusaknya sistem kehidupan yang dianut menjadikan rakyat mengambil jalan pintas. Di satu sisi mudah terbujuk imbalan materi yang diiming-imingi para pelaku perdagangan orang; di sisi lain, para pelaku perdagangan orang mengambil cara mudah untuk mendapatkan uang atau materi tanpa berpikir apakah yang mereka lakukan itu mencelakakan orang atau tidak? Apakah sesuai syariat atau tidak? Semua dilakukan semata agar bisa mendapatkan sebanyak-banyaknya keuntungan agar bisa hidup enak.
TPPO khususnya anak di bawah umur Negara gagal melindungi anak, negara pun tidak mengawasi dan menutup aplikasi kejahatan dalam dunia maya.
Fakta ini menunjukkan bahwa maraknya perdagangan orang, terutama perempuan dan anak, menandakan tidak ada ruang aman bagi anak, termasuk dalam dunia digital. Persoalan kemiskinan, budaya, dan hukum juga bukan penyebabnya melainkan akibat penerapan penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini tidak hanya bertanggung jawab terhadap rakyatnya, melainkan terhadap seluruh kerusakan di berbagai bidang kehidupan.
Satu-satunya solusi untuk keluar dari berbagai permasalahan ini hanyalah dengan mencampakkan kapitalisme dari pengaturan kehidupan dan menggantinya dengan sistem kehidupan yang sempurna, yakni Islam.
Islam Solusi Tuntas
Berbeda dengan kapitalisme, sistem Islam tegak di atas paradigma sahih, yakni pemikiran mendasar yang meyakini bahwa di balik alam semesta, manusia, dan kehidupan yang luar biasa ini, ada Allah Swt., Sang Maha Pencipta, Yang Maha Sempurna, Maha Adil, dan Maha Segalanya.
Juga bahwa hakikat kehidupan manusia terkait dengan misi penciptaan sebagai khalifatullah fil-ardh, yang suatu saat di kehidupan akhirat akan dimintai pertanggungjawaban sekaligus mendapat balasan setimpal atas apa yang telah dilakukan.
Pemikiran inilah yang akan mencegah seseorang untuk melakukan tindakan kejahatan, termasuk perdagangan orang atau memaksa perempuan bahkan anak-anak terlibat dalam bisnis prostitusi.
Syariat Islam turun untuk mengatur kehidupan manusia sesuai misi penciptaannya, maka syariat Islam hakikatnya merupakan solusi sempurna dan menyeluruh atas seluruh aspek kehidupan.
Syariat Islam bersifat universal, lengkap, dan terpadu. Jika syariat ini diterapkan kafah, dipastikan manusia akan bisa meraih kebahagiaan hakiki yang secara fitrah diinginkannya, baik di dunia (dengan diraihnya kesejahteraan dan jaminan keadilan) maupun di akhirat (berupa diperolehnya rida Allah Taala).
Syariat Islam yang dilaksanakan secara sempurna akan berfungsi menjaga berbagai hal mendasar dan urgen bagi manusia tanpa kecuali, seperti menjaga jiwa, keturunan, akal, kehormatan, agama, harta, keamanan, dan negara.
Sebagai contoh, Islam mengharamkan pembunuhan dan kekerasan (termasuk perdagangan orang), perzinaan (apalagi menyuruh berzina seperti yang sering terjadi pada kasus perdagangan orang), melarang tindakan yang mengganggu keamanan, dan lain-lain. Sebagai jaminan bagi tegaknya hukum-hukum tersebut, Islam menetapkan sistem sanksi yang sangat tegas, adil, dan konsisten.
Dengan gambaran ini, bisa dipastikan bahwa masyarakat yang menerapkan syariat Islam secara utuh akan menjadi masyarakat bersih, sehat, dan sejahtera. Kalaupun ada kemaksiatan, hanya akan bersifat kasuistik saja dan bukan menjadi potret buram seperti sekarang. Setiap orang—tanpa kecuali—akan terlindungi hak-haknya. Begitu pun kaum perempuan, akan terjaga kehormatannya.
Walhasil, kasus-kasus komoditisasi perempuan dan anak yang merebak saat ini (sebagian besarnya adalah perdagangan perempuan dan anak-anak) dapat tercegah dengan sendirinya. Hal ini tidak akan muncul dalam sistem masyarakat Islam, sebagaimana telah terbukti pada masa lalu.
Wallahu alam bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar