KHUTBAH JUM'AT : DARI IBADAH HAJI MENUJU PERSATUAN SEJATI


KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. 
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا،
 وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا. 
أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى 
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) kedua saudara kalian itu dan takutlah kalian kepada Allah supaya kalian mendapat rahmat. (TQS al-Hujurat [49]: 10).


Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Segala puji bagi Allah Subhanahu wataala yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, serta mempertemukan kita di tempat yang diberkahi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Shollallohu 'alaihi wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Saat ini lebih dari tiga juta kaum Muslim berkumpul di Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah haji. Esok hari, Sabtu (9 Dzulhijjah) mereka wukuf di Arafah, sebagai puncak pelaksanaan haji, sesuai sabda Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam:
الْحَجُّ عَرَفَةُ
(Inti) ibadah haji adalah wukuf di Arafah (HR at-Tirmidzi)

Pertanyaannya, siapa yang berhak menentukan tanggal tersebut? Tentu ini diawali dari penentuan awal Bulan Dzulhijjah. Maka bila kita menyimak hadits Nabi Shollallohu 'alaihi wasallam, urusan itu diserahkan sepenuhnya kepada Amir Makkah.  Bukan otoritas pemimpin negara-negara Muslim. Umat Islam di seluruh dunia tinggal mengikutinya. 

Ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam kepada Amir Makkah saat itu Harits bin Hatib. Husayn bin Harits al-Jadali telah menyatakan: Amir Makkah, al-Harits bin Hatib, telah menyampaikan khutbah kepada kami, seraya berkata:
عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ أَنْ ‌نَنْسُكَ ‌لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ لَمْ نَرَهُ، وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا
Kami telah diperintahkan oleh Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam untuk mengerjakan manasik (ibadah haji) karena melihat hilal (Bulan Dzulhijjah). Jika kami tidak melihat hilal, lalu ada dua orang saksi yang adil melihat hilal, maka kami pun akan mengerjakan manasik haji berdasarkan kesaksian mereka berdua. (HR Abu Dawud dan ad-Daraquthni).

Perhatikan! Saat itu Rasulullah adalah pemimpin negara yang berkedudukan di Madinah. Maka sudah seharusnya kaum Muslim di seluruh dunia bersatu dalam pelaksanaan Idul Adha nanti, sebagaimana mereka bersatu dalam pelaksanaan ibadah haji. Demikian seperti yang pernah terwujud pada masa Nabi Shollallohu 'alaihi wasallam  dan Khulafaur-Rasyidin.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Persatuan dalam ibadah haji merupakan contoh konkret dari kebersamaan yang indah dalam Islam. Di sana, semua perbedaan suku, warna kulit, dan bahasa manusia menyatu dalam ibadah yang penuh kekhusyukan. Ini memperkuat konsep ukhuwah islamiyah, di mana para Mukmin diibaratkan sebagai satu tubuh. 

Karena itu, mencintai sesama Muslim dan merasakan penderitaan mereka adalah bagian integral dari iman yang utuh, sebagaimana ditegaskan dalam hadits Nabi Muhammad Shollallohu 'alaihi wasallam: Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri (Muttafaq alayh)

Melalui kesatuan dalam ibadah haji, Islam menunjukkan kemampuannya untuk mempersatukan umat manusia di tengah perbedaan. Agama ini telah berhasil mengikat manusia selama berabad-abad dalam ikatan yang mulia, yaitu ukhuwah islamiyah. Firman Allah Subhanahu wata’ala: 
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara... (TQS al-Hujurat [49]: 10). 

Ayat ini menggarisbawahi indahnya perumpamaan kebersamaan kaum Mukmin, di mana mereka digambarkan sebagai satu tubuh yang utuh dalam keimanan dan ukhuwah.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Patut direnungkan: Apakah umat Islam hari ini benar-benar bersatu seperti satu tubuh? Lebih dari tiga juta Muslim berkumpul di Tanah Suci menunaikan ibadah haji, tetapi setelah itu, apakah persatuan ini masih tersisa? Kaum Muslim di seluruh dunia saat ini tidak bersatu dan tidak saling membantu saudaranya yang menderita.

Saudara-saudara kita di Palestina, misalnya, terus berada dalam ancaman genosida Zionis Yahudi. Gaza dan Rafah menjadi ladang pembantaian. Lebih dari 36 ribu warga Gaza tewas akibat serangan militer Zionis, dengan fasilitas kesehatan hancur dan penduduk terancam kelaparan. Lebih menyedihkan lagi adalah sikap para penguasa Dunia Islam yang hanya diam atau bahkan bersekutu dengan Zionis. Penguasa Mesir, misalnya, menolak membuka perbatasan untuk bantuan kemanusiaan. Sebagian pemimpin Dunia Islam bahkan melarang aksi dukungan terhadap Palestina dan menangkap pendukungnya. Nabi Shollallohu 'alaihi wasallam mengingatkan: "Siapa saja yang Allah takdirkan untuk menjadi pemimpin yang mengemban urusan orang banyak, lalu dia menutup diri dari orang yang lemah dan yang membutuhkan, Allah pasti akan menutup diri dari pemimpin tersebut pada Hari Kiamat" (HR Ahmad).

Para pemimpin Dunia Islam sering berpura-pura mendukung Palestina dengan retorika, tetapi enggan menggerakkan pasukan militer untuk melindungi Muslim Palestina. Mereka mengandalkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang jelas berada di bawah pengaruh negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, pendukung utama Zionis Yahudi.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah, 
Penyebab terkoyaknya persatuan umat Islam saat ini adalah paham nasionalisme dan konsep negara-bangsa yang memecah persatuan kaum Muslim dan menghapuskan ukhuwah islamiyah. Setiap penguasa negeri Muslim tidak peduli dengan urusan negeri Muslim lainnya. Rasulullah Shollallohu 'alaihi wasallam menggolongkan kebanggaan terhadap suku atau bangsa sebagai slogan jahiliyah yang hina: "Jika ada orang membangga-banggakan kebanggaan jahiliyah maka suruhlah ia menggigit kemaluan ayahnya dan tidak usah pakai bahasa kiasan terhadapnya" (HR Ahmad). 

Ketahuilah, paham nasionalisme menghalangi kaum Muslim menolong saudaranya dan membutakan mata serta hati umat. Nabi Shollallohu 'alaihi wasallam mengingatkan, "Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzalimi dan tidak menelantarkan saudaranya" (HR Muslim).

Negara-bangsa dan paham nasionalisme adalah alat negara Barat untuk menghancurkan Khilafah Islamiyah dan menjajah negeri-negeri Muslim. Mereka menciptakan negara boneka dengan penguasa yang mereka kendalikan, mencegah umat Islam menghapuskan negara Zionis Yahudi. 

Karena itu, persoalan umat hanya bisa diselesaikan jika umat bersatu di bawah kepemimpinan seorang khalifah, yang merupakan perisai umat sebagaimana sabda Nabi Shollallohu 'alaihi wasallam: 
إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
"Sungguh Imam (Khalifah) adalah perisai; orang-orang berperang di belakang dia dan menjadikan dirinya pelindung" (HR Muslim). 

Dengan Khilafah, potensi kekuatan militer kaum Muslim dapat disatukan untuk menghapuskan Zionis dan menciptakan tatanan dunia yang harmonis di bawah syariah Islam. []


بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم




KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
أَمَّا بَعْدُ؛ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعاَلَى: 
إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ، أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي، وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar