Krisis Air Bersih Melanda Di Negara Kaya


Oleh : Ferdina Kurniawati (Aktivis Dakwah Muslimah)

Masyarakat Desa Perangat Selatan, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara kembali mengeluhkan sulitnya akses air bersih. Hal tersebut diakibatkan karena, dalam dua bulan terakhir fasilitas air bersih di Desa Perangat Selatan tidak dapat berfungsi maksimal. Padahal, fasilitas air bersih tersebut dibangun dengan Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) sebesar Rp600 Juta.

Bupati Kukar Edi Damansyah pun telah meresmikan BKKD Sarpras Peningkatan Fasilitas Air Bersih Program Kukar Idaman Tahun 2023 ini. Saat peresmian oleh Bupati Edi Damansyah, air mengalir lancar. Namun sayangnya, dua bulan belakangan, aliran air ke salah satu RT di Desa Perangat Selatan itu justru macet.

Warga yang mulai kesulitan air sejak dua bulan lalu, terpaksa harus membeli air dengan harga sekitar Rp90 ribu per tandon. Bagi yang tak punya cukup uang mereka harus mengangkat air dari sungai atau rumah keluarga untuk keperluan sehari-hari mereka. “Sebelum ada bantuan kami masih bisa dapat air waktu malam atau subuh. Tapi dua bulan terakhir ini malah nol,” kata Rinju, seorang warga yang melaporkan masalah air ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Perangat Selatan, Sabtu (11/5/2024).

Hal senada diutarakan Syaiful, baginya yang membuka usaha warung makan, tentu air sangat dibutuhkan. Kata dia, air mulai macet sebelum Lebaran, pihak pengelola air mengatakan debit air berkurang, sementara pemakaian meningkat karena menjelang Hari Raya Idulfitri. “Tapi dua bulan setelah lewat Lebaran, air masih juga tidak mengalir. Kami sangat dirugikan di RT 15 karena harus membeli air tandon untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Syaiful.

Menanggapi keluhan warganya, Kepala Desa Perangat Selatan, Sarkono menjelaskan awal mula keberadaan program air bersih tersebut. Menurut Sarkono, proposal Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD) untuk infrastruktur air bersih ini diusulkan kepada Bupati Edi Damansyah pada Juli 2023 lalu. Dana tersebut cair pada Desember 2023.


Tata Kelola yang Liberal

Kondisi krisis air ini sungguh menyedihkan, padahal Indonesia memiliki kekayaan sumber daya air kelima di dunia dengan potensi air hujan yang turun mencapai 7 triliun meter kubik (pu[dot]go[dot]id, 5-6-2012). Sebagian besar masih terbuang ke laut, hanya 20% yang dikelola untuk pertanian, kebutuhan domestik, dan industri. Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak bisa menikmati air bersih. Rakyat harus membeli air dengan mahal. 

Penyebab krisis air ini adalah tata kelola yang liberal. Air diposisikan sebagai komoditas ekonomi sehingga boleh dikomersialkan. Tata kelola air diprivatisasi sehingga membolehkan perusahaan-perusahaan swasta menguasai sumber-sumber air. Korporasi-korporasi bermodal besar tersebut bisa membeli teknologi yang canggih sehingga bisa menyedot air tanah jauh ke dalam bumi.

Sementara itu, rakyat yang tinggal di sekitar sumber air justru kesulitan mendapatkan air karena kedalaman sumur mereka tidak sebanding dengan milik perusahaan air. Dahulunya mereka bisa memperoleh air tanpa harus mengebor karena langsung mengambil dari air permukaan. Kini, mereka kesulitan mendapatkan air meski sudah mengebor.

Di sisi lain, negara juga membiarkan deforestasi terjadi masif hingga merusak sumber air. Perusahaan-perusahaan pemilik HPH leluasa menggunduli hutan hingga merusak ekosistem, padahal ketersediaan air tergantung pada terjaganya ekosistem tersebut.

Adapun di perkotaan, tata kelola limbah yang buruk mengakibatkan limbah dibuang begitu saja ke sungai dan saluran air sehingga air tercemar dan tidak layak digunakan meski sekadar untuk mencuci. Akhirnya, masyarakat tergantung pada perusahaan-perusahaan penyedia air. Air yang sejatinya milik umum, kini menjadi komoditas yang diperjualbelikan untuk memperoleh cuan. Kapitalisasi air inilah yang menjadi pangkal krisis air bersih di Indonesia yang kaya air.


Pengelolaan dalam Islam

Allah Swt. menciptakan air dengan siklusnya sehingga bisa mencukupi kebutuhan manusia. Allah berfirman, “Dan, Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di Bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (TQS Al-Mu’minun [23]: 18).

Kondisi krisis air akan bisa disolusi di dalam sistem Khilafah Islamiah. Khilafah akan menggunakan perspektif Islam dalam memosisikan air, bukan perspektif kapitalisme. Oleh karenanya, tidak boleh ada kapitalisasi air demi memperoleh keuntungan.

Dalam Islam, air diposisikan sebagai kebutuhan publik sehingga menjadi milik umum. Konsekuensinya, tidak boleh ada pihak swasta yang menguasai sumber air hingga level menyulitkan rakyat untuk mengakses air bersih. Individu dilarang menggunakan teknologi pengeboran yang menjadikan sumur-sumur warga di sekitarnya mati.

Negara akan mengelola air sehingga bisa menyediakan air bersih dan air minum yang berkualitas bagi rakyat secara gratis. Negara juga akan membuat bendungan, embung, situ, dan danau dalam jumlah yang mencukupi untuk kebutuhan rakyat. Sedangkan yang sudah ada direvitalisasi dan dioptimalkan.

Negara akan melakukan tata kelola hutan yang baik sehingga menjaga ekosistem. Hutan yang terkategori kepemilikan umum tidak boleh diserahkan pengelolaannya pada swasta sehingga mencegah masifnya laju deforestasi. Negara juga akan melakukan reboisasi sehingga bisa mengembalikan ekosistem yang rusak dengan harapan sumber air yang mati bisa hidup kembali.

Adapun di daerah industri, negara akan tegas mengatur masalah limbah sehingga tidak mencemari lingkungan. Limbah diolah terlebih dahulu hingga level aman untuk dibuang dan tidak mengotori air. Perusahaan yang melanggar akan diberi sanksi tegas. Untuk daerah pesisir yang airnya cenderung asin, negara bisa menyediakan teknologi penyulingan air sehingga bisa menghasilkan air tawar yang layak dikonsumsi.

Demikianlah, negara bersistemkan Islam akan melakukan berbagai cara yang efektif demi menyediakan air bersih dan layak dikonsumsi bagi rakyat. Hal ini sebagai wujud riayah negara pada rakyatnya.

Wallahu alam bishawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar